Diistimewakan

24 3 2
                                        

***
Yuhuuu, kembali lagi denga sayya.

Langsung saja kita mulai.

Boom✨
***

"Sakit, Ki! Yang benar bisa gak sih?" Hardik Lyora kesal, lantaran lukanya yang masih basah malah ditekan-tekan keras dengan sengaja.

Kini ia berada di dalam UKS bersama Haki yang tengah mengobati luka-lukanya, laki-laki itu dengan telaten membersihkannya menggunakan kasa yang diberi alkohol.

Di sela-sela kegiatannya Haki juga memberi sedikit wejangan pada Lyora, meskipun Lyora tidak yakin itu benar wejangan atau bukan. Karena jika didengar, wejangan Haki lebih terkesan seperti omelan, tapi demi Allah Haki berani sumpah, ia melakukannya ikhlas lillahita'ala.

"Emang caranya gini! Komplain mulu, makanya jadi cewek jangan suka gelud." Haki menjawab ketus. Kemudian ia berjalan ke arah meja yang di atasnya terdapat gelas, kantung teh, dan beberapa barang-barang lainnya dekat dispenser yang memang tersedia di sana, lalu meneduhkan teh hangat untuk Lyora. "Tumben lagi lo nanggepin mereka, biasanya pura-pura budek."

Lyora yang mendengar dari atas bansal di belakangnya itu sedikit memalingkan wajahnya jengah. "Gue kesulut emosi waktu Gio tiba-tiba bawa urusan pribadi, gue gak suka."

"Urusan apa?" Tanya Haki sembari menyodorkan teh yang tadi ia buat.

"Mama."

Haki yang langsung mengerti apa maksud dari perkataan itu hanya memilih diam dan tidak berniat mengulik masalah ini lebih dalam.

Biarkan itu menjadi urusan Lyora.

Ketukan pintu tiba-tiba terdengar dari luar membuat mereka bedua memalingkan wajah bersamaan.

"Gue masuk, ya?" Tanya seseorang dibalik pintu itu, dari suaranya mereka dapat tahu Juan lah yang baru saja berucap.

"Iya." Jawab mereka kompak.

"Nih, gue bawain jajanan buat lo berdua." Kata Juan setelah memasuki UKS, kemudian memberikan sekantung keresek besar yang berisi banyak jajanan. Sekiranya itu cukup untuk membuat Haki anteng.

Haki yang memang hobi mengunyah langsung menyambar keresek yang dibawa Juan itu, lalu mengambil kuaci yang ada di dalam sana kemudian membukanya. "Eh, An, tadi mereka lo apain? Diajak baku hantam, gak?"

"Nggak. Mereka gak ada yang ngelawan gue, semuanya pada diem termasuk Gio. Jadi gue cuma ngasih peringatan aja." Jawab Juan, kemudian mengambil bangku kosong yang ada di sana, menarik sedikit agar posisinya bersebelahan dengan Haki dan berhadapan dengan Lyora yang berada di atas bangsal. "Gue bukan gak bela lo, Ly. Cuma gue gak bisa bales apa yang mereka lakuin ke lo kalo mereka cuma diam aja ke gue, ibarat kata gue gak ada celah buat itu."

Lyora mengangguk paham. Dia tidak memaksa siapapun untuk membelanya atas ketidakadilan yang dia alami. Harusnya, Juan juga tidak perlu menjelaskan itu karena memang bukan kewajiban dia, tindakan Juan barusan saja sudah cukup untuknya.

"Gio berani sama lo di kelas doang, An." Sahut Haki di tengah-tengah kesibukannya membuka kuaci. "Di luar mana berani."

"Kenapa emang?" tanya Lyora kepo.

"Lo tau sendiri siswa urutan awal data list sekolah ini diistimewakan, Juan tuh istimewa, jadi si Gio takut kena masalah. Makanya dia nyerang Juan pas di kelas doang, soalnya Juan bukan tipe orang yang suka ngadu, jadi dia aman berbuat semena-mena."

"Tapi dia juga urutan awal, Ki. Dia terbaik nomor empat loh."

"Iya nomor empat, tapi Juan nomor dua. Meskipun mereka sama-sama diistimewakan, tetap gak adil perlakuannya. Yang urutannya lebih atas dia yang bakal pihak sekolah dibela. Dan kalo misal Gio kena kasus sama Juan dia bakal rugi, selain disalahin, itu juga dapat ngurangin point yang bakal ngaruh di data list bulan selanjutnya. Lo tau sendiri si Gio pengennya urutan dia naik, bukan turun."

"Itu juga yang jadi alasan kenapa lo takut sama dia?"

***

Taman belakang sekolah menjadi tempat favorit banyak orang, karena suasananya yang selalu astri dan sejuk disebabkan banyak pepohonan yang tumbuh di sana.

Namun saat ini, suasananya justru panas membara,  bukan karena sorot matahari, melainkan karena dua insan yang tengah berapi-api melayangkan tatapan penuh dendam di sana.

"Apa lagi, gak puas-puas lo nyari ribut sama gue?" ketus Lyora kesal merasakan bagaimana menyebalkannya makluk di hadapannya ini.

Moodnya cukup buruk hari ini karena kejadian tadi, ditambah sekarang Gio mengajaknya bertemu. Entah hal bodoh apa lagi yang akan dia katakan, yang pasti hanya berisi makian dan hinaan seperti biasanya. Lyora sudah cukup jengah menanggapi Gio yang tak henti-henti merendahkannya, padahal dia juga tidak merespon sama sekali. Pikirnya, meladeni manusia dengki hanya membuat dirinya repot.

"Gue benci lo."

"Semua orang juga tau. Udah gak usah banyak bacot, gue sibuk." Lyora tidak mengindahkan perkataan Gio yang masih setia melayangkan tatapan hina  padanya itu. Lyora lebih memilih melangkahkan kakinya berniat pergi dari sini karena tidak ingin membuang waktunya lebih lama lagi untuk mengurusi hal-hal tidak penting seperti ini.

Saat Lyora berbalik, Gio langsung menarik kencang lengan gadis itu menahannya untuk pergi. "Gue belum selesai."

Lyora berdecak geram dan memutar kembali wajahnya menghadap Gio dan menatapnya malas. "Bodo!"

Laki-laki itu semakin kuat meremat pergelangan Lyora, bahkan muncul kemerahan di sekeliling genggaman Gio pada tangan putih Lyora.

"Lepas!" Lyora berusaha melepaskan diri dengan menarik tangganya yang mulai sakit itu. Namun Gio tidak kunjung melepaskannya, justru tangan sebelahnya yang menganggur ia bawa untuk mencekik leher Lyora. "Hobi banget lo nyekek gue bangsat!"

Gio tidak menghiraukan ucapan itu, amarah karena dendam semata dalam benaknya terlalu tinggi. Keinginan ia menghempaskan Lyora jauh dari kehidupannya juga semakin besar. Gio sangat tidak menyukai gadis itu, kedatangan Lyora membawa kesengsaraan besar untuknya.

Saingan dia untuk menjadi yang terbaik di Potassium semakin bertambah. Targetnya bukan lagi hanya berusaha mengalahkan Juan dan Sainuri, tapi harus mengalahkan anak baru ini juga.

Usahanya dalam memperbaiki nilai yang tak kunjung meningkat sebelumnya, sudah sangat melelahkan. Ditambah orang tuanya sangat menuntut, setiap data list terbaik diumumkan dan Gio masih menempati peringkat yang sama, orang tuanya tidak segan-segan mengurung serta menyiksa dirinya di dalam kamar.

Dan dua bulan lalu, kala posisinya tiba-tiba direbut dengan bocah baru yang kini tengah ia cekik membuat siksaan dari orang tuanya semakin bertambah. Itulah alasan Gio sangat tidak menyukai Lyora.

"Bego! Lo mau bunuh anak orang?!" Teriak Haki sembari berlari mendekati mereka berdua dari kejauhan.

Sesampainya Haki mendekati dua orang itu, ia langsung menepis tangan Gio kasar guna menjauhkannya dari leher Lyora. "Kalo mau jadi berengsek, berengsek aja! Jangan ngebunuh!"

Genggaman tangan Gio langsung terlepas, dan dilanjut dengan Lyora yang tersungkur ke atas tanah berusaha mengambil napas yang sempat susah ia dapatkan tadi.

"Ngebela? Lo siapanya dia?" Tanya Gio dengan angkuhnya.

"Terlepas dari siapapun gue buat dia, gue ngelakuin ini atas dasar kemanusiaan."

Gio memalingkan wajahnya sembari berdecih pelan, lalu meninggal Haki dan Lyora begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

Haki merasa bingung dengan perilaku Gio barusan. Namun ia berusaha untuk tidak menghiraukannya. Ia hanya berharap, semoga tidak akan ada hal buruk yang terjadi nanti.

Tak ingin berlarut-larut dengan pikirannya, ia menoleh pada Lyora yang masih terduduk di atas tanah. Ia pun berjongkok untuk menyamakan posisinya. "Lo gak pa-pa?"

Lyora menganggukkan kepalanya pelan. "Gapapa, soalnya malaikat Izrail gak jadi gotong gue."



Tbc ....

Diketik 1128 kata

Swipe👇

Sudut PandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang