[STORY 11]
[GENRE: ROMANCE - MARRIAGE LIFE]
Blurb:
Jennifer harus menggantikan posisi calon istri seorang pengacara yang kabur saat hari pernikahan. Awalnya Jennifer menolak, karena di usianya yang masih sembilan belas tahun, ia pikir terlalu cepat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⚖️⚖️⚖️
Ah, akhirnya aku selesai juga berkutik dengan kolam renang yang luasnya hampir seperti lapangan futsal. Jika dilihat-lihat, aku membersihkan ini dari jam delapan hingga jam sembilan malam. Wah, kerja bagu, Je! Setidaknya aku tak hanya numpang makan dan tidur di rumah ini, tetapi punya kontribusi.
Aku menaruh alat yang aku gunakan tadi, yang aku tidak tahu namanya ke sisi lain kolam renang. Aku sandarkan pada tembok. Sekarang aku hanya perlu ke kamar untuk istirahat. Huh, kurasa ini pekerjaan pertama yang berhasil dilakukan oleh seorang Jeje dengan benar dan hasil yang memuaskan. Jarang-jarang, kan, aku bisa begini.
"Mau ke mana lagi?" Nah, kan! Baru saja kakiku hendak menyentuh tangga untuk naik ke lantai atas, alias ke kamar, belum menginjak saja sudah diteriaki lagi oleh mama mertua.
Aku kemudian berbalik badan dengan perlahan. "Hehe, mau istirahat, Ma. Udah jam sembilan malam, besok Jeje ospek paginya," jawabku.
"Belum boleh," jawab Mama dengan cepat. Ampun, deh! Apalagi yang mau Nenek Lampir ini perbuat padaku? "Sini, ikut." Lagi lagi dia menarik tanganku, membuatku pasrah saja. Ya, sudahlah daripada tidak menurut, masalah akan bertambah besar nantinya.
Aku kira akan dibawa ke kolam renang lagi, ternyata kami berjalan menuju dapur. Mama melepaskan tanganku secara kasar. Kini kami berhenti di depan wastafel yang berisi banyak ikan segar di dalamnya. "Tuh, bersihin sisik ikan. Biar besok Bi Sumi tinggal masak, nggak perlu bersihin sisik lagi," titahnya sembari menunjuk ikan yang sudah diwadahi.
Hah? Membersihkan sisik ikan? Ya, ampun ini sama sekali tidak ada dalam list harianku. Ikan sudah pasti bau anyir, mana pernah seorang Jeje berkutat dengan ikan-ikan mentah?!
"Kenapa malah bengong? Saya anggap itu sebagai jawaban. Cepet bersihin, habis itu kamu boleh makan malam."
Setelah mengatakan itu, Mama lalu pergi meninggalkanku di sini, dengan ikan-ikan mati yang bau anyirnya sudah menyengat ke hidung. Anggap saja ini karma, karena di masa lalu aku tak pernah melakukan pekerjaan semacam ini. Boro-boro, masuk dapur saja hanya untuk ambil minum di kulkas.
Ya, sudahlah. Dengan terpaksa aku mulai melipat lengan bajuku agar tidak terkena lendir dan bau anyir dari ikan-ikan yang seperti masih fresh ini. Satu per satu ikan aku kerok sisiknya. Entah benar atau salah aku lanjut saja. Memang mengerok sisik ikan ada teknik khususnya? Kalau iya, silakan hubungi Jeje dan dapatkan hadiah mobil! Bercanda, guys.
Baru dua yang sudah aku bersihkan sisiknya hingga kinclong seperti bayi ikan, sampai kulitnya pun ikut tercabut. Sembari bertanya-tanya dalam hati, ini bener nggak, sih?
Entahlah! Benar atau tidak, mari kita lanjottttt!
"Jeje?!" Teriakan Kak Julian mengagetkanku, membuatku menoleh ke belakang dan ternyata dia berdiri di sana. Astaga, membuatku terkejut saja dia! "Kamu ngapain, sih, Je, astaga ...!" Kak Julian kemudian berdiri di sampingku, menatapku seolah aku ini anak tuyul yang sedang berkeliaran di dapur.