— WARNING! 🔞
Plak.
Tamparan keras Leo membuat kepala Cassandra tersentak ke samping, dan ia mengerang pelan, suara rendah keluar dari bibirnya, membangkitkan sesuatu yang liar di mata Leo. Dengan napas terengah-engah, Cassandra membuka matanya perlahan, mencoba meraih kembali kesadarannya. Leo menatapnya dengan tatapan yang tak bisa ditebak, campuran antara kepuasan dan kekuasaan, seolah menikmati setiap detik kelemahan yang ditunjukkan Cassandra.
Setelah perjalanan panjang yang terasa seperti mimpi buruk tanpa akhir, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah besar di tengah hutan. Rumah itu tampak seperti perpaduan antara kemewahan dan kesederhanaan yang memikat. Halaman depannya begitu luas, rumput hijau terhampar sejauh mata memandang, sementara pepohonan tinggi berjajar di sekelilingnya, memberikan kesan terpencil dan terjaga dari dunia luar. Cahaya bulan menyinari bangunan itu, memperlihatkan garis-garis tegas arsitektur yang tampak kokoh namun elegan, seolah menyembunyikan rahasia gelap di balik dindingnya.
Bangunan utama rumah itu tampak sederhana namun menawan, dengan warna putih bersih yang berkilauan di bawah sinar rembulan. Jendela-jendela besar tersebar di sekelilingnya, memberikan pandangan langsung ke dalam ruang-ruang yang tampak hangat dan nyaman, namun entah mengapa terasa sedikit dingin dan asing. Di sisi belakang rumah, terdapat sebuah danau kecil yang tenang, permukaannya berkilauan seperti kaca, memantulkan bayangan pohon-pohon yang menjulang di sekitarnya. Di tepian danau, sebuah dermaga kayu kecil terbentang, dengan sebuah perahu dayung yang terikat di ujungnya—tempat sempurna untuk memancing atau sekadar duduk termenung menikmati keheningan.
Rumah itu tampak seperti hasil dari mimpi yang direalisasikan dengan susah payah—buah dari kerja keras dan keringat Leo.
"Keluar," kata Leo, suaranya rendah namun tegas, memotong malam yang sunyi.
"T-tidak... bagaimana jika ada seseorang yang melihat?" Cassandra tergagap, tubuhnya gemetar karena udara malam yang dingin, dan mungkin juga karena ketakutan yang menyelubungi setiap inci dirinya. Dia tidak mengenakan sehelai benang pun, terperangkap dalam rasa malu yang bercampur dengan kengerian.
Leo hanya tersenyum sinis, mata gelapnya menatapnya penuh intensitas. Tanpa sepatah kata, dia segera melepaskan kemejanya, membiarkan udara malam menyentuh kulit telanjang dadanya yang berotot dan berkilau di bawah cahaya lampu teras yang temaram. Dengan gerakan cepat dan cekatan, dia memakaikan kemejanya pada tubuh mungil Cassandra, menutupi kulitnya yang dingin.
"Tidak ada siapa pun di sini," katanya, nada suaranya hampir seperti bisikan namun mengandung ancaman yang menggetarkan. "Tak akan ada yang melihatmu... atau bahkan menolongmu."
Sebelum Cassandra sempat merespon, Leo menariknya ke dalam pelukan. Dia mengangkatnya dengan mudah, menggendongnya seperti koala yang memeluk erat batang pohon, seolah Cassandra adalah miliknya, tak mungkin lari dari genggamannya.
Dengan langkah pasti, Leo berjalan masuk ke dalam rumah, membawa Cassandra yang tak berdaya di pelukannya. Pintu kayu besar itu terbuka lebar, menyambut mereka dengan keheningan yang mencekam. Begitu masuk, suasana di dalam rumah langsung terasa berbeda—gelap, hening, dan berbau kayu yang tua namun kokoh.
Interior rumah itu mencerminkan kesejukan yang dingin dan elegan. Langit-langitnya tinggi, membuat ruang-ruang di dalamnya terasa luas namun menindas, seperti berada di dalam perut monster besar. Lampu gantung kristal tergantung di tengah-tengah ruang tamu, memancarkan cahaya redup yang memantulkan bayangan aneh di dinding-dinding batu. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan besar bergaya klasik, pemandangan yang indah namun terasa sepi, seperti potret-potret masa lalu yang diam-diam memperhatikan.
Lantai kayu ek mengilap di bawah kaki mereka, setiap langkah Leo bergema samar, menciptakan irama yang tak sedap di telinga Cassandra. Di salah satu sudut, ada perapian besar yang belum dinyalakan, dengan tumpukan kayu bakar yang tertata rapi di sampingnya, seakan menunggu waktu yang tepat untuk membakar malam dalam kehangatan yang palsu. Sofa kulit hitam lebar tersusun menghadap perapian, seperti mengundang namun sekaligus mengintimidasi, seolah siap menelan siapa pun yang duduk di atasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Prigioniera (END)
ChickLitKarena berani menolong sahabatnya yang kabur dari cengkeraman mafia, Cassandra Clark harus menanggung akibatnya. Gadis pemberani ini kini terjebak di bawah kekuasaan Leonardo Bianchi, tangan kanan mafia yang kejam. CERITA INI TERSEDIA SELURUH CHAPTE...