Suara langkah itu semakin mendekat membuat Andi menelan ludah dengan susah payah, wajahnya pucat pasi. Mereka semua menempel ke dinding, berharap entah bagaimana, sosok itu akan melewati mereka tanpa menyadari keberadaan mereka.
Tiba-tiba, lampu di lorong sekolah berkedip-kedip, membuat bayangan panjang mereka menari di dinding. Namun di tengah kerlip itu, sebuah bayangan lain muncul—tinggi, kurus, dan tak berbentuk jelas. Wajah gepengnya, yang terlihat mengerikan, menatap mereka dari ujung lorong, senyumnya yang bengkok perlahan semakin lebar.
Andi terkejut ketika tiba-tiba rasa dingin menyergap lengannya, seperti tangan berujung tumpul yang mencengkeramnya kuat. Dia mendongak dengan panik, hanya untuk melihat bahwa genggaman itu bukan berasal dari temannya, melainkan tangan lain yang dingin dan tak berbentuk.
“Aku... di... sini...” suara serak dan berat itu mengalun, seolah-olah datang dari seluruh arah.
Dito, yang sudah tidak kuat lagi menahan ketakutannya, berlari secepat mungkin. Tapi setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah kakinya terperangkap dalam lumpur tebal yang tidak terlihat. Napasnya tersengal, namun ia terus berlari, tak memedulikan panggilan panik teman-temannya yang tersisa di belakang.
Namun, saat ia berbelok di sudut, Dito mendapati dirinya di ruangan yang sama sekali asing—ruang kosong yang penuh dengan cermin-cermin tinggi di setiap dindingnya. Setiap cermin itu memperlihatkan bayangan Mr. Gepeng, mengelilinginya dari segala arah.
Dito ingin berteriak, namun tenggorokannya tercekat. Di dalam setiap cermin, sosok Mr. Gepeng semakin mendekat, senyumnya semakin lebar, matanya menatap dengan penuh kegilaan yang membuat bulu kuduk Dito berdiri.
"Kenapa kau memanggilku, Dito?" Suara itu memenuhi ruangan.
Tiba-tiba, cermin-cermin itu pecah berderai, serpihan kaca beterbangan ke segala arah. Dalam kepanikan, Dito berlari lagi, berharap bisa keluar dari ruangan itu. Namun langkahnya hanya berakhir kembali di lorong sekolah, di mana teman-temannya masih berdiri, terlihat sama paniknya.
Mereka semua kini sadar, sosok itu bukan hanya legenda. Mr. Gepeng benar-benar ada dan hadir di hadapan mereka, dan sekarang, tak seorang pun bisa kabur dari terornya.
Terdengar suara cekikikan mengerikan dari kejauhan. Suara tawa yang terputus-putus itu terdengar seolah-olah menggema di setiap dinding lorong, menegaskan bahwa mereka tidak bisa lari dari kesalahan mereka sendiri. Mr. Gepeng telah diundang masuk ke dunia mereka, dan ia berniat tinggal.
🐾
Jika biasanya hari Minggu adalah hari bersantai untuk semua siswa maupun pekerjaan kantoran, tapi itu tidak berlaku untuk Sheina, Tian, Reiva, Josha dan beberapa anggota klub volly lainnya. Di bawah langit sore yang cerah, terdapat sekitar dua puluh siswa bermain volly di lapangan outdoor dengan seorang pria yang tampak sibuk mengawasi mereka.Sheina melakukan smash dengan asal-asalan, membuat bola memantul keluar jalur. Entah sudah keberapa kalinya yang membuat Ardika berusaha menahan kesabaran.
'Priiitt!!'
"Sheina! Lakukan dengan benar! Kau sudah keluar jalur lebih dari sepuluh kali!" Tegur Ardika kesal.
"Baik~" Sahut Sheina sambil nyengir lebar lalu kembali melakukan smash.
Bola volly itu melambung tinggi dan mendarat di seberang net. Kali ini Ardika menatap gadis itu dengan tatapan puas. "Bagus, Sheina! Pertahankan! Saat melakukan pertandingan, kau bisa mengarahkan bola pada lawan yang kau inginkan!" Puji Ardika.
'Bang'
'Plak'
Ardika mengalihkan pandangan dan melihat Tian tampak kewalahan melakukan passing. Pria itu mendekati Tian dan memberikan arahan pada pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembuat Onar Kesayangan Tuan Bisu
ParanormalSequel I Find My Home: Kehidupan Liam yang tenang berubah drastis setelah kedatangan Sheina, gadis berparas imut yang membuat Liam frustasi, ditambah dengan keberadaan Chakara, si kucing yang bisa berbicara ikut menambah kekacauan.