Happy reading!
[Play: Egzod & Amp; Meastro Chives -Royalty Ft. Neoni]
.....
Langit hari itu begitu cerah, hampir terlalu cerah untuk bulan September. Qienna Rengganis menghela napas panjang, merapikan jubah wisudanya yang ia letakkan di kursi belakang mobil. Hari ini adalah puncak dari segala perjuangannya selama empat tahun terakhir. Empat tahun penuh perjuangan di Fakultas Seni Musik, dengan malam-malam panjang diisi latihan piano, presentasi teori musik, dan kerja paruh waktu untuk membantu membiayai kuliahnya.
Ia merogoh tas kecilnya, memastikan undangan wisuda dan daftar lagu untuk penampilannya tersimpan rapi. Sebagai salah satu mahasiswi terbaik, Qienna mendapat kehormatan untuk tampil di acara wisuda. Sebuah pencapaian yang membanggakan.
“Ini harimu, Qienna,” gumamnya sambil menghidupkan mesin mobil. Ia tersenyum kecil, membayangkan raut bangga orang tuanya yang akan duduk di barisan depan auditorium.
Namun, takdir memiliki rencana lain.
Di persimpangan terakhir sebelum kampus, lampu lalu lintas berganti dari hijau ke kuning. Qienna menginjak rem, tapi sebuah truk besar dari arah kiri melaju kencang, jauh melampaui batas kecepatan.
Semuanya terjadi begitu cepat.
Bunyi klakson memekakkan telinga. Lampu merah berkedip-kedip. Dan dalam sekejap, suara dentuman keras memecah udara. Mobil Qienna terpental, terguling dua kali sebelum berhenti di sisi jalan.
Qienna tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Semua terasa seperti mimpi buruk yang mendadak terhenti. Tubuhnya terasa ringan, seperti melayang di udara. Tapi kemudian, rasa sakit menusuk di seluruh tubuhnya, dan semuanya perlahan memudar menjadi gelap.
“Apa aku... mati?” pikirnya sebelum kesadaran sepenuhnya menghilang.
.....
Qienna membuka matanya perlahan. Ia mengerjap, mencoba memahami apa yang ada di sekitarnya. Cahaya matahari hangat menyentuh wajahnya, disertai suara burung berkicau. Tapi yang pertama kali ia sadari adalah aroma udara—segar, dengan aroma kayu yang samar.
“Di mana aku?” gumamnya.
Ia mencoba duduk, tapi tubuhnya terasa aneh, seperti tidak sepenuhnya miliknya. Kamar tempat ia berada begitu berbeda dari apa yang ia kenal. Dinding-dindingnya terbuat dari kayu berwarna cokelat tua, dihiasi lukisan-lukisan klasik. Tirai tebal menggantung di jendela besar yang terbuka, membiarkan angin sejuk masuk.
Rasa panik mulai menjalar.
Qienna melihat ke bawah, ke tangannya. Mereka lebih kecil, lebih halus dari yang ia ingat. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika ia mendekati cermin di dekat tempat tidur. Apa yang ia lihat membuat napasnya tertahan.
Wajah itu… bukan miliknya.
Rambut panjang berwarna cokelat gelap tergerai di bahunya, dan mata hazel yang besar menatapnya dari pantulan cermin. Kulitnya seputih porselen, jauh dari warna sawo matang yang selalu ia kenal. Tubuhnya lebih mungil, dengan bahu yang lebih sempit dan postur yang lebih anggun.
“Ini bukan aku,” bisiknya, tangannya gemetar menyentuh wajahnya sendiri.
Namun, sesuatu di dalam pikirannya mengatakan ia mengenali wajah ini. Ia memejamkan mata, mencoba mengingat, dan nama itu muncul begitu saja di pikirannya: Qierra Asthara Gianindya.
Nama itu membuatnya menggigil. Ia pernah mendengarnya sebelumnya. Tepatnya, ia baru saja membaca nama itu beberapa minggu lalu di novel Obsession. Novel klise yang ia baca karena teman sekelasnya terus merekomendasikannya. Ceritanya penuh stereotip tentang cinta segitiga antara CEO tampan, gadis sederhana, dan antagonis yang ambisius.
Qierra... adalah figuran. Seorang tokoh kecil yang hanya muncul sebentar dalam cerita.
“Apa yang terjadi?” Qienna bertanya pada dirinya sendiri. Tubuhnya gemetar, pikirannya berputar-putar mencoba memahami situasi ini. Ia ingat kecelakaan itu, ingat rasa sakit yang menyiksanya, tapi mengapa ia berada di tubuh ini?
Pintu kamar terbuka perlahan, dan seorang wanita paruh baya dengan seragam pelayan masuk membawa nampan berisi teh dan makanan ringan. Wajahnya tersenyum lembut, tapi ada sorot khawatir di matanya.
“Non Qierra, Anda sudah bangun. Bagaimana perasaan Anda hari ini?”
Qienna tidak tahu harus menjawab apa. Kata-kata itu menggantung di tenggorokannya. Namun, ia sadar bahwa menjelaskan siapa dirinya yang sebenarnya mungkin bukan ide yang baik. Jadi, ia hanya mengangguk pelan.
“A-aku baik-baik saja,” jawabnya, mencoba meniru suara lembut Qierra yang ia ingat dari deskripsi dalam novel.
Wanita itu meletakkan nampan di meja kecil di dekat tempat tidur. “Syukurlah. Anda membuat kami semua khawatir, Non. Anda pingsan kemarin setelah keluar dari perpustakaan.”
Pingsan? Perpustakaan? Qienna tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh ini sebelum ia terbangun di dalamnya. Tapi ia memutuskan untuk diam dan mendengarkan lebih lanjut.
“Kalau Anda butuh sesuatu, panggil saja saya,” lanjut wanita itu sebelum meninggalkan kamar.
Begitu pintu tertutup, Qienna merasa lega. Ia bangkit perlahan dari tempat tidur dan mulai mengamati kamar itu. Di atas meja, ia menemukan buku catatan kecil dengan nama Qierra Asthara Gianindya tercetak di sampulnya.
Ia membukanya dan mulai membaca halaman demi halaman. Sebagian besar isinya adalah catatan biasa—jadwal kegiatan, daftar buku yang harus dibaca, dan beberapa puisi pendek. Tapi di halaman terakhir, ia menemukan sesuatu yang menarik perhatian.
Ada sebuah peta kecil dengan lingkaran merah di salah satu sudutnya. Di bawahnya, tertulis:
"Kunci ada di sini. Jangan biarkan mereka menemukannya."Jantung Qienna berdetak lebih cepat. Peta itu tidak pernah muncul di novel. Dan kalimat itu... apa maksudnya? Siapa mereka yang dimaksud?
Qienna menatap peta itu lama, otaknya mencoba menghubungkan semua hal. Jika ini memang dunia dari Obsession, maka ada sesuatu yang tidak ia ketahui. Sesuatu yang tidak pernah tertulis di halaman buku.
“Ini bukan hanya tentang bertahan hidup,” gumamnya. “Ada sesuatu yang lebih besar di sini.”
Dengan tekad baru, ia melipat peta itu dan menyimpannya di kantong gaun yang ia temukan di lemari. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi satu hal pasti: jika ini dunia yang ia kenal dari novel, maka ia harus siap menghadapi apa pun.
Dan untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa menjadi Qierra mungkin bukan kebetulan. Figuran kecil ini mungkin memegang kunci untuk mengubah seluruh cerita.
.....
Hai, maaf chapter 1 nya pendek. Soalnya lagi ada kerjaan, tapi soon akan aku buat lebih panjang lagi.
Di story ini aku pake bahasa baku, yang tidak suka cerita yang berbahasa baku bisa tinggalkan lapak ini. Sekian.
See yaa, di chapter selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny and Obsession [On Going]
Mystery / ThrillerQienna Rengganis, seorang mahasiswi berbakat dari Fakultas Seni Musik, tidak pernah membayangkan bahwa hari wisudanya yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya justru berubah menjadi akhir dari segalanya. Sebuah kecelakaan tragis me...