Chapter 2

6 3 0
                                    

Happy reading!
[Play: Lenka - Trouble is a friend]

.....

Angin pagi yang sejuk menyelinap masuk melalui jendela, menggoyangkan tirai putih yang menjuntai di kamar besar itu. Qienna duduk di dekat jendela, memandangi peta kecil yang ia temukan di buku catatan Qierra. Peta itu menggambarkan bagian kota yang ia kenali samar-samar dari deskripsi dalam novel Obsession. Namun, lingkaran merah di salah satu sudutnya sama sekali tidak disebutkan dalam cerita.

"Ini bukan hanya sebuah kebetulan," gumamnya, merapikan peta itu dan menyelipkannya kembali ke dalam kantong gaunnya. "Tapi apa sebenarnya yang ada di sana?"

Sebelum ia sempat memikirkan lebih jauh, suara ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatiannya.

"Masuk," jawabnya dengan nada setenang mungkin.

Seorang pelayan muda masuk membawa nampan sarapan. Wajahnya terlihat gugup, seolah khawatir akan sesuatu.

"Selamat pagi, Non Qierra," ucap pelayan itu dengan suara rendah sambil meletakkan nampan di meja kecil. "Ada pesan dari Tuan Muda Claudien. Beliau meminta Anda untuk menemuinya di ruang baca setelah sarapan."

Nama itu membuat Qienna membeku sejenak. Claudien Danendra, tokoh antagonis utama dalam novel Obsession. Ia adalah pria tampan, kaya, dan ambisius yang obsesinya terhadap Shagina Shah mendorong banyak konflik dalam cerita. Namun, Qienna tidak ingat Qierra pernah memiliki hubungan apa pun dengan Claudien.

"Claudien ingin bertemu denganku?" tanyanya, mencoba menyembunyikan kegugupannya.

Pelayan itu mengangguk. "Iya, Non. Katanya ini penting."

Setelah pelayan itu pergi, Qienna menatap sarapan di depannya tanpa selera. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini?"

Ia tahu bahwa dunia ini seharusnya mengikuti alur cerita yang sudah ia baca, tetapi sekarang, ia mulai merasakan perbedaan yang mencolok. Hubungan antara Qierra dan Claudien seharusnya tidak ada, namun entah bagaimana, ia menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari yang ia bayangkan.

.....

Setelah berganti pakaian dengan gaun sederhana berwarna biru pucat, Qienna berjalan menuju ruang baca. Ia mencoba mengatur napas dan pikirannya, berusaha tetap tenang meskipun jantungnya berdebar kencang.

Ketika ia memasuki ruang baca, ia langsung melihat Claudien berdiri di dekat rak buku. Pria itu mengenakan setelan hitam yang rapi, dengan postur tegap dan wajah yang memancarkan aura otoritas. Matanya yang tajam menatap Qienna begitu ia masuk.

"Nona Qierra," ucap Claudien dengan senyum tipis, tetapi ada sesuatu yang dingin dalam nadanya. "Senang akhirnya kita bisa bertemu."

Qienna menelan ludah, berusaha mengingat segala hal tentang Claudien dari novel. Ia adalah pria cerdas yang licik, selalu menyembunyikan niat sebenarnya di balik senyum ramahnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda Claudien?" tanya Qienna, mencoba terdengar sopan.

Claudien mengangkat alis, seolah terkejut dengan responsnya. "Langsung ke inti, ya? Baiklah." Ia mendekat dan duduk di kursi, menunjuk kursi di depannya agar Qienna ikut duduk.

Setelah Qienna duduk, Claudien membuka buku kecil di tangannya dan menatapnya tajam. "Saya hanya ingin memastikan sesuatu. Apa Anda pernah mendengar tentang Proyek Avallonis?"

Nama itu terdengar asing bagi Qienna. Ia mengerutkan kening, berusaha mengingat apakah hal itu pernah disebutkan dalam novel. Tapi tidak ada apa pun tentang Proyek Avallonis yang ia ingat.

"Maaf, saya tidak tahu apa yang Anda maksud," jawabnya jujur.

Claudien tersenyum kecil, tetapi senyumnya penuh arti. "Saya rasa Anda memang tidak tahu." Ia menutup bukunya perlahan dan berdiri. "Namun, saya menyarankan Anda berhati-hati, Non Qierra. Ada banyak hal di dunia ini yang lebih berbahaya daripada yang terlihat."

Qienna merasa bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu dalam nada suara Claudien yang membuatnya merasa bahwa pria ini tahu lebih banyak tentang dirinya daripada yang ia biarkan terlihat.

Sebelum pergi, Claudien berbalik dan berkata, "Dan satu lagi, jika Anda membutuhkan bantuan, Anda tahu di mana mencarinya."

Qienna hanya bisa mengangguk pelan, merasa bingung sekaligus waspada. Setelah Claudien pergi, ia menghela napas panjang dan mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

.....

Kembali ke kamarnya, Qienna membuka kembali peta kecil yang ia temukan. Lingkaran merah itu kini terasa lebih mencurigakan. Apakah Proyek Avallonis ada hubungannya dengan lokasi itu?

Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Qierra dan kehidupannya di dunia ini. Dengan hati-hati, ia mulai menjelajahi kamar, memeriksa setiap sudut, laci, dan buku catatan. Ia menemukan beberapa surat pribadi yang ditulis oleh Qierra, tetapi isinya kebanyakan hanya tentang kehidupan sehari-hari.

Namun, satu surat menarik perhatiannya. Surat itu ditulis dengan tinta hitam tebal, dan isinya pendek:
"Jangan percayai mereka. Kunci segalanya ada di tanganmu."

Pesan itu membuat jantung Qienna berdetak lebih cepat. Ia menggenggam surat itu erat, merasa bahwa semuanya semakin rumit.

"Siapa 'mereka'? Dan apa maksudnya kunci segalanya ada di tanganku?"

Qienna tahu ia tidak bisa hanya duduk diam. Jika ia ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi, ia harus mulai mencari jawabannya sendiri.

.....

Keesokan harinya, Qienna memutuskan untuk pergi ke lokasi yang ditandai di peta. Ia mengenakan pakaian sederhana dan membawa peta itu dengan hati-hati disembunyikan di kantongnya. Dengan alasan ingin berjalan-jalan, ia meminta salah satu pelayan mengantarnya ke kota.

Saat tiba di lokasi yang ditandai, ia mendapati dirinya berada di depan sebuah bangunan tua yang tampak tidak terawat. Bangunan itu terlihat kosong, dengan jendela yang sebagian besar pecah dan pintu kayu yang berderit.

Namun, ketika Qienna mendekat, ia merasa ada sesuatu yang menariknya masuk. Sebuah dorongan aneh yang sulit ia jelaskan.

Dengan hati-hati, ia membuka pintu dan melangkah masuk. Di dalam, ia menemukan ruangan besar yang dipenuhi debu dan bayangan. Namun, di sudut ruangan, ia melihat sesuatu yang mencolok-sebuah kotak kayu kecil dengan ukiran rumit.

Kotak itu tampak seperti sesuatu yang penting, dan tanpa ragu, Qienna membukanya. Di dalamnya, ia menemukan sebuah kunci logam kecil dan secarik kertas dengan tulisan:
"Hanya mereka yang berani melawan takdir yang akan menemukan kebenaran."

Qienna menggenggam kunci itu erat, merasakan hawa dingin yang menjalar ke tangannya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia tahu satu hal: ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan.

Dan kini, ia harus memutuskan apakah ia akan melawan takdir atau membiarkan cerita ini berjalan seperti yang sudah dituliskan.

.....

Hai, i'm back!! Sorry if this chapter is too short, karena memang lagi ada problem yang harus di selesaikan.

Mungkin untuk kedepannya, aku akan buat dengan jumlah yang seperti ini, yaa kurang lebih 1000 kata per chapter. Sorry for this, but aku bakal rajin update!

Jadi, see yaa di chapter selanjutnya!

Destiny and Obsession [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang