Hai, hai! Masih pada nungguin update-annya gak, nih? Maaf ya update-an minggu ini agak lama, huhu :(
Update-an kali ini bakal lebih singkat dari sebelum-sebelumnya. Sengaja, biar minggu ini TSOMAR bisa tetap update :( Tapi, semoga ceritanya tetap bisa menghibur kalian, ya. Selamat membaca! 💗
.
.
.
Donghyuck menghela napas berat, menggenggam cincin yang mengalung di lehernya erat.
Pertemuan dengan Pangeran Mark, Putra Mahkota Thornvale, tidak berlangsung lama. Donghyuck merasa bahwa kehadirannya di ruang singgasana hanya dibutuhkan untuk membuat sang pangeran yakin bahwa Ai' Unda maupun kru Luminarē tidak ada yang berkhianat.
Setelah pertemuan singkat itu, dan setelah Donghyuck dengan pasrah membiarkan sang pangeran memeriksa tubuhnya di depan berbagai pasang mata yang memandang di tengah ruang singgasana, Donghyuck diantar menuju kamarnya di sayap kiri istana. Kawasan di mana semua delegasi asing ditempatkan, jauh dari sayap kanan istana tempat para anggota keluarga kerajaan tinggal.
Ruangan yang Donghyuck tempati termasuk kamar yang luas, meski hanya terdapat satu ranjang berukuran sedang di tengah ruangan, dengan satu jendela yang mengarahkannya ke halaman depan istana. Dari tempatnya itu, Donghyuck bisa menyaksikan halaman hijau kastil Thornvale dan kawasan lingkar air mancur megah di tengah-tengahnya. Tipikal pemandangan yang akan disuguhkan kepada para tamu untuk menuai decak kagum dari bibir mereka.
Kamar itu jauh lebih luas dari milik Donghyuck di Ai' Unda, tentu saja. Bahkan sepertinya ia sanggup berbagi dengan Johnny dan Hendery. Namun, kedua kakaknya itu ditempatkan di kamar yang berbeda. Donghyuck bahkan tidak tahu di mana. Mungkin, ia akan menemui mereka esok pagi.
Di tengah lamunannya, pintu kamar Donghyuck terketuk. Ia perlahan bangkit dari posisi duduknya di pinggir ranjang, pun berdiri menghadap pintu dengan tatapan awas. Ini adalah tanah asing, dan siapa pun bisa menyakitinya. Donghyuck lantas berjalan ke arah perapian, tangannya meraih besi penusuk bara. Ia tetap harus bersiap meski ini adalah istana. Siapa tahu ada banyak sosok seperti Lavly di sini.
"Tuan, saya mengantar makan malam dan obat untuk Anda."
Terdengar sebuah suara dari luar. Suara seorang pelayan wanita. Setidaknya, hal itu cukup membuat Donghyuck menghela napas lega. Pegangannya pada batang besi tajam itu melonggar.
"Masuk," ucapnya kemudian.
Bersamaan dengan itu, pintu lebar kamar Donghyuck pun terbuka, menampilkan wujud seorang gadis pelayan yang melangkah masuk dalam balutan tunik abu-abunya, pakaian yang dikhususkan bagi para pelayan istana. Kedua tangan gadis itu membawa sebuah nampan perak berisi seteko teh mawar beraroma manis, lengkap dengan daging yang diasapkan, sepiring roti isi krim gula, semangkuk kecil beri, juga semangkuk salep herbal, lengkap dengan gulungan perban baru. Donghyuck seketika meneguk saliva, lupa kapan terakhir kali ia memasukkan makanan ke mulutnya. Luka tembakan panah di lengan kanannya pun mendadak nyeri, mengundang kepekaan Donghyuck untuk mengobati.
"Selamat malam, Tuan. Saya harap Anda lapar," sapa si gadis pelayan sambil mengusahakan senyuman ramah, pun menata isi nampannya ke atas meja di hadapan perapian, memungkinkan Donghyuck untuk menikmati makan malamnya di tengah kehangatan.
"Oh, luar biasa lapar." Donghyuck berujar polos, nyaris tidak sadar, dengan mata yang sepenuhnya menatap makanan di atas meja.
"Apa Anda mau menyantap makan malam dulu sebelum mengganti perban?"
![](https://img.wattpad.com/cover/379422222-288-k595996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[🔛] The Song of Moon and Roses (Bahasa)
Fanfiction"Kenapa begitu sulit untukmu mencintaiku?" "Orang-orangmu menggiringku dengan rantai bagaikan hewan buas untuk dihadiahkan kepadamu, dan kau berharap aku bisa mencintaimu?" * Ini kisah Mark dari Thornvale dan Donghyuck dari Ai' Unda, serta Dewi yang...