"Adek ada masalah apa?" Mas Grava membuka percakapan. Aku tunduk diam. Netraku sulit terbuka. Seluruh wajahku bengkak macam diamuk masa.
Gelengan kepalaku memberi jawabanya. "Tia nggak ada masalah apa-apa. Tia cuma kangen mama aja"
"Sampe ninggalin pelajaran? Mas Raven minta adek lebih terbuka sama Mas. Jangan main sembuyiin sesuatu" Mas Raven ikut-ikutan kali ini.
"Nggak gampang ngomongnya mas!" Nadaku sedikit membentak. Kembali rasa emosionalku mendominasi batinku. Kutenggelamkan kepalaku di antara kedua kakiku yang menyatu. Baik Mas Grava maupun Mas Raven hanya diam. Mereka harusnya sadar ini bukan masalah kecil.
Mas Raven membelai ubunku. Menyibak rambut yang mengganggu pandanganku. Dekapan eratnya seolah memohon maaf atas sikapnya.
"Mas Raven nggak tau rasanya..." aku mencoba berbicara walau masih sesenggukan. Suara yang kuhasilkan menjadi parau.
Mas Grava menenteng satu gelas air madu lemon yang diserahkanya kepadaku. "Minum dulu, habis itu istirahat. Mau Mas Grava temenin sampe tidur?"
Aku mengangguk pelan. Ingin, aku ingin sekali dikelilingi orang-orang yang kusayang, tak terkecuali Mas Agav.
Aku tertidur di atas pangkuan Mas Grava. Mas Raven senantiasa memandangiku dari tempat duduknya. Samar-samar aku mendengar obrolan mereka berdua. "Berantem kah si adek sama temenya?"
"Besok deh minta tolong Agav tanyain ke temennya"
YOU ARE READING
Did You Know That ...
Teen FictionKesal, marah, benci, kecewa, bahagia, sedih, takut, jijik. Seberapa banyak emosi yang dapat dirasakan manusia? Paul Ekman, seorang psikologis, mengelompokkannya dalam 6 emosi utama yang akan berkembang melalui menggabungan suatu emosi dengan emosi...