Jevannya duduk diam di kursi mobil, mencoba meredakan degup jantungnya yang semakin tidak terkontrol. Kalimat Lucian tadi terus terngiang di kepalanya.
Apa yang dia pikirkan? Apa dia curiga aku bukan Jevannya yang sebenarnya? pikirnya dengan raut wajah yang gelisah.
Mobil berhenti di depan sebuah taman besar yang terletak di tepi kota. Lucian keluar lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Jevannya.
"Turunlah," katanya singkat.
Jevannya menuruti perintahnya, meskipun dia ingin sekali kabur. Taman itu sepi, hanya terdengar gemerisik dedaunan dan kicauan burung yang terdengar samar.
"Kau membawaku ke sini untuk apa?" tanya Jevannya akhirnya, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.
Lucian menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku, memandang Jevannya dengan tatapan intens.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kau berbeda dari sebelumnya, Jevannya, dan aku ingin tahu kenapa"
"Berbeda bagaimana?" Jevannya mencoba bertahan dengan senyum tenang.
"Cara bicaramu, caramu bersikap."Lucian melangkah mendekat. "Kau biasanya ceroboh, dan kau seperti bukan Jevannya yang ku kenal dulu, kau juga seperti berusaha untuk menghindari ku, kenapa?"
Jevannya menelan ludah. Astaga, dia terlalu jeli! Apa semua tokoh utama pria ini punya radar antisipasi bahaya?
"Aku hanya merasa sedikit lelah setelah perjalanan panjang dari Thalassia, mungkin karena aku terlalu lama tinggal di Thalassia" jawab Jevannya dengan suara ringan. "Mungkin itu sebabnya kau merasa aku berbeda"
Lucian tidak menjawab, tetapi matanya tetap mengawasi Jevannya, seolah mencoba membaca pikirannya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti seabad, dia menghela napas.
"Kalau begitu, aku akan memberimu waktu," katanya akhirnya.
"Tapi jangan lupa, aku selalu memperhatikanmu, Jevannya."
Kata-kata itu terdengar seperti peringatan. Lucian berbalik dan berjalan menuju mobil, meninggalkan Jevannya yang masih terpaku di tempatnya.
Ini gila!
°°°
Malam Hari di Kediaman Alissia
Setelah hari yang melelahkan, Jevannya akhirnya bisa berbaring di kasur empuk miliknya.
Aroma bunga melati yang lembut memenuhi ruangan, memberikan sedikit ketenangan. Namun pikirannya tetap penuh dengan kekacauan yang baru saja terjadi.
"Kenapa semua ini tidak sesuai dengan novel?" gumam Jevannya, menatap langit-langit.
"Apakah ini karena aku menggantikan Jevannya? Tapi aku bahkan tidak melakukan apa-apa untuk menarik perhatian mereka!"
"dan apa maksud dari perkataan Lucian? aku memang mencoba menghindari para tokoh utama seperti mereka termasuk Rosalie jika aku bisa, tapi kenapa Lucian peduli akan hal itu?"
Jevannya memeluk bantal, mencoba mencari cara untuk bertahan di dunia ini tanpa menimbulkan lebih banyak masalah.
Namun sebelum dia bisa memikirkan solusinya, pintu kamarnya diketuk.
"Masuk," katanya, mengira itu pelayan rumah.
Namun, yang masuk adalah Jericho.
"kakak? Apa yang kau lakukan di sini?"
Jericho tersenyum lebar, menutup pintu di belakangnya. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."
"Kenapa kau berpikir aku tidak baik-baik saja?" Jevannya mencoba terdengar santai.
Jericho mendekat, duduk di tepi ranjang. Tatapannya lembut, tetapi ada sesuatu yang aneh dalam sorot matanya.
"aku hanya merindukan adik kecil ku saja" katanya pelan.
Jevannya merasa canggung akan hal itu, tak pernah di ceritakan tentang latar belakang keluarga Jevannya didalam novel itu, yang hanya ia tahu, keluarga nya itu begitu mencintai Jevannya, bahkan saat Jevannya mati pun, hal itu membuat ibu dari Jevannya mengalami gangguan jiwa.
Semuannya jadi hancur lebur, karena Jevannya adalah anak perempuan satu satunya.
"aku baik baik saja, kakak aku juga merindukan mu" jawab Jevannya, berusaha terdengar tulus. "Aku hanya butuh waktu untuk beradaptasi setelah kembali ke Eldoria."
Jericho tersenyum, dan mengelus lembut rambut Jevannya, tetapi senyumnya terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. “Bagus kalau begitu, aku senang mendengarnya, karena kau tahu, Jevanna selama ini aku sudah menahan untuk tak merindukan mu, tapi semua nya sia sia, jadi saat kau kembali, aku merasa sangat senang sekali, aku akan selalu ada disisi mu, aku akan berusaha melindungi adik kecil ku yang manis”
Jevannya menahan napas saat menatap mata sendu Jericho.
Entah mengapa Jevannya melihat sebuah kecemasan, kekhawatiran dan rasa rindu yang sangat dalam terpancarkan jelas dalam mata biru Jericho yang begitu menawan.
Kata-kata Jericho membuat Jevannya sedih, saat ia mengingat alur novel yang asli, ia tak tahu bagaimana keluarga Jevannya hancur dalam sekejap setelah kematian Jevannya, ia juga bisa melihat nya, jika mereka dengan tulus mencintai dan menyayangi Jevannya.
Secara naluriah, Jevannya memeluk erat Kakak pertama nya itu dengan hangat, dan Jericho membalas pelukannya dengan memberikan kecupan manis di rambut Jevannya dan mengelus nya dengan lembut.
°°°
Keesokan Harinya.
Jevannya telah siap dengan seragam sekolah, dan ia segera bergegas menuju ruang makan.
Ia menuruni tangga dengan berhati-hati, sesampainya di sana, ia melihat ibu nya nyonya Vivienne sedang menyajikan minum untuk ayah nya tuan Damien.
"Sayang? kenapa diam disitu? kemarilah" perintah ibu Vivienne
Jevannya melangkahkan kaki nya mendekat dengan ukiran senyuman manis terpapang di wajah nya.
"Selamat pagi, ayah ibu" ucap Jevannya
"Selamat pagi sayang" Ibu Vivienne
"Selamat pagi putri ku" Ayah Damien
Jevannya duduk di sebelah Vivienne, dan tak lama terdengar suara langkah laki.
"Selamat pagi Ibu ayah, dan adik ku yang paling cantik Jevannya" ujar Jericho sembari mengucap pelan pipi Jevannya yang sedang memakan sarapannya.
Jevannya hanya menampilkan senyuman manis nya menatap Jericho.
Setelah kejadian semalam, hubungan mereka jadi semakin dekat, dan Jevannya tak merasakan canggung lagi, tak seperti saat ia baru pertama kali sampai ke rumah.
Mereka bertiga sarapan dengan begitu damai, tapi tak lama terdengar suara yang menggelegar di seluruh ruangan.
"JEVANNYA"
Suara dari seorang laki laki yang memiliki warna rambut coklat dengan mata biru menyala berlari menghampiri Jevannya dengan tergesa-gesa.
"Huhuhu adikku, aku sangat merindukanmu, kau tau, saat aku mendengar kepulangan mu, aku langsung pergi dari kota Frelo untuk menemui mu, kau terlihat semakin cantik saja, ah ku rasa kau gadis tercantik di dunia ini yang pernah ku lihat setelah ibu" ujar Jefrey kakak kedua sembari memeluk erat Jevannya
"emm kak, aku juga merindukan mu" Jevannya terlihat tertekan.
"Jefrey lepaskan adik mu, dia terlihat tak bisa bernafas karena ulah mu, jangan ganggu dia, biarkan Jevannya makan dengan tenang" ujar ayah Damien.
Setelah mendengar ucapan dari sang ayah, Jefrey melepaskan pelukannya, kemudian ia memberikan beberapa kecupan kecil pada dahi Jevannya.
"baiklah makan yang banyak ya, kakak ke kamar dulu mau mandi" ujar Jefrey
balas Jevannya dengan senyuman manis nya.
Jefrey pun pergi ke kamarnya, dan keluarga itu pun makan dengan tenang.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
I became the best friend of the female main character
Teen FictionAmara seorang gadis berusia 20 tahun yang secara tak sengaja masuk kedunia novel yang berjudul "destiny led you to me" bergenre romance, reverse harem, yang cuma jadi karakter tambahan??? ditambah amara malah menjadi sahabat dari karakter utama wani...