BAB 4.

2 0 0
                                    

Duke yang Terburu-Buru

Isabella sedang duduk santai di taman rumah sambil menikmati teh sore bersama Annette. Angin sepoi-sepoi meniup rambutnya, dan suasana terasa damai. Namun, ketenangan itu tiba-tiba terusik saat ia melihat ayahnya, Duke Leopold, berjalan cepat melintasi halaman. Wajahnya tampak serius, dan langkahnya terburu-buru.

“Anne, kenapa ayah terlihat seperti itu? Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Isabella sambil memandang penasaran ke arah ayahnya.

Annette ikut memperhatikan. “Saya tidak tahu, nona. Tapi sepertinya ada sesuatu yang sangat penting. Beliau jarang terlihat tergesa-gesa seperti itu.”

Merasa penasaran, Isabella memutuskan untuk menghentikan langkah ayahnya. Ia segera berdiri dan berjalan mendekat.

“Ayah!” panggil Isabella, menghentikan sang Duke. “Kenapa ayah terburu-buru? Ada masalah apa?”

Duke Leopold menoleh ke arah putrinya. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya. “Ada laporan ditemukan mayat tiga orang di pasar timur.”

Mata Isabella melebar sedikit, namun ia cepat-cepat mengendalikan ekspresinya. “Mayat? Tiga orang? Apa ayah tahu siapa yang melakukan itu?” tanyanya, berpura-pura bingung sambil melirik sekilas ke arah Annette.

“Belum. Itu sebabnya ayah harus segera pergi ke sana untuk menyelidiki. Kau jangan keluar rumah, Isabella. Keadaan di luar sangat berbahaya. Tetaplah di sini sampai semuanya jelas,” jawab Duke Leopold.

“Baiklah, ayah. Hati-hati di luar, ya,” ujar Isabella sambil mendekat untuk memeluk ayahnya. “Aku sayang ayah.”

“Aku juga,” balas Duke Leopold sambil tersenyum tipis, lalu membalas pelukan putrinya sebelum melanjutkan langkahnya.

Saat ayahnya pergi, Isabella kembali duduk bersama Annette. Wajah Annette terlihat cemas. Setelah memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka, Annette memulai percakapan dengan nada khawatir.

“Nona, apa yang akan kita lakukan kalau ternyata mereka menemukan sesuatu? Kalau kau ketahuan, kita bisa dalam masalah besar,” ujar Annette dengan suara panik.

Isabella meneguk tehnya dengan tenang, lalu menatap Annette. “Tenang saja, Anne. Tidak akan ada yang tahu kalau aku pelakunya. Tidak ada saksi di sana, dan Maria tidak akan membocorkan rahasia ini. Lagi pula, mereka yang mati adalah orang jahat. Jadi, kau tidak perlu terlalu khawatir.”

“Tapi, nona… bagaimana kalau ternyata ada bukti yang mengarah padamu? Saya tidak tahu harus bagaimana jika itu terjadi,” kata Annette, wajahnya masih penuh kekhawatiran.

Isabella tersenyum tipis dan menepuk tangan Annette. “Percayalah padaku. Aku tidak akan tertangkap. Semua ini sudah di bawah kendali. Dan bahkan kalaupun aku ketahuan, aku yakin aku tidak akan dihukum. Aku hanya menyingkirkan penjahat yang mengancam keselamatan orang lain.”

Annette menghela napas panjang, tapi ia masih terlihat tidak tenang. “Saya harap nona benar. Tapi saya tetap takut.”

“Kau terlalu banyak berpikir, Anne. Kau lihat sendiri, ayah tidak punya petunjuk apa-apa. Selama aku tetap tenang, semuanya akan baik-baik saja,” ujar Isabella, mencoba menenangkan pelayannya yang setia.

Annette menunduk, masih merasa sedikit cemas. “Baiklah, nona. Saya akan percaya pada Anda.”

“Bagus. Sekarang, mari kita nikmati sore ini. Jangan terlalu memikirkan hal yang belum tentu terjadi,” kata Isabella, kembali menyesap tehnya.

Namun, dalam hati, Isabella tetap waspada. Ia tahu situasinya tidak sepenuhnya aman, tetapi ia juga yakin bahwa dirinya cukup cerdik untuk menghindari masalah. Isabella terus meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang bisa membongkar apa yang telah terjadi di pasar timur.

MAFIA KESAYANGAN GRAND DUKE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang