Maaf jika typo bertebaran 🙏
-
-
-
Flashback Kehidupan dimasa lalu..
Di tengah keramaian pasar malam, dua remaja saling tertawa menikmati pertunjukan seni yang memukau di depan mereka. Zargo, pemuda tampan dengan mata yang cerah, menatap lembut ke arah Sagara, adik kecilnya yang kini tampak bahagia. Melihat Sagara tertawa lepas seperti ini membuat hati Zargo terasa hangat.
“Lihat, Kak Zargo! Seni ini sangat indah!” ucap Sagara, matanya berbinar-binar saat melihat penari yang bergerak lincah di atas panggung.
“Kau benar, Sagara. Tapi ini sudah malam, ayo kita pulang. Nanti Bibi marah,” jawab Zargo, mencoba mengingatkan adiknya meskipun ia sendiri masih ingin menikmati pertunjukan ini.
Sagara menghentikan tawanya sejenak, wajahnya berubah menjadi muram. “Tapi, Kak! Aku belum puas! Aku ingin melihat lebih banyak lagi!”
Zargo menghela napas, merasa berat hati. Ia tahu betapa Sagara menyukai waktu seperti ini, di mana mereka bisa melupakan kesedihan dan kesulitan hidup di rumah. Bersama dengan Hyunsik dan Lintang, mereka tinggal bersama bibi mereka, adik dari ibu mereka yang sudah meninggal sejak lama. Keduanya terpaksa menghadapi kenyataan pahit setelah kehilangan orang tua. Ibu mereka meninggal saat Sagara lahir, dan ayah mereka meninggal akibat kecelakaan.
Sang bibi, meskipun berusaha merawat mereka, sangat pilih kasih. Ia sering memarahi Sagara tanpa alasan yang jelas, membuat suasana di rumah menjadi canggung. Zargo, Hyunsik, dan Lintang selalu berusaha membela Sagara, tetapi justru mereka yang kena marah. Akhirnya, Sagara selalu meminta mereka untuk tidak membelanya, karena ia tidak ingin menambah masalah.
“Kak Zargo, aku benci ketika Bibi marah padaku. Seolah aku tidak berharga,” ucap Sagara, suaranya bergetar.
Zargo merasakan sakit di hatinya mendengar kata-kata adiknya. “Kau tidak bodoh, Sagara. Kau berharga, lebih dari yang kau tahu. Kita semua berharga,” jawab Zargo dengan lembut, berusaha menghibur.
“Baiklah, ayo kita pulang. Kita bisa kembali lagi lain waktu dan melihat pertunjukan ini bersama-sama,” ajak Zargo, tersenyum lembut untuk menghapus kesedihan dari wajah Sagara.
Sagara mengangguk, meski raut wajahnya masih tampak kecewa. Bersama-sama, mereka berjalan pulang, diiringi suara riuh pasar malam yang perlahan memudar. Di sepanjang jalan, Zargo dan Sagara berbagi cerita dan tawa, mencoba melupakan sejenak beban yang mereka pikul.
Setibanya di rumah, suasana langsung berubah. Bibi menunggu dengan tatapan tajam, seolah siap menyambut mereka dengan kemarahan. “Ke mana saja kalian? Sudah malam! Apa kalian tidak tahu waktu?” bentaknya.
“Maaf, Bibi. Kami hanya melihat pertunjukan seni sebentar,” jawab Zargo dengan hati-hati, mengingat semua pelajaran yang didapat dari pengalaman sebelumnya.
“Apa kau tidak bisa mengatur waktu, Sagara? Kenapa kau tidak mengingatkan kakakmu?” Bibi melanjutkan, suaranya penuh nada kemarahan.
Zargo merasakan kemarahan dalam hatinya, tetapi ia tahu bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan. “Bibi, Sagara tidak bersalah. Ia hanya ingin menikmati sedikit waktu bersenang-senang,” Zargo mencoba membela.
“Diam! Kalian semua sama saja! Kembali ke kamar kalian!” bentak Bibi, membuat Sagara terdiam dan menundukkan kepala.
Setelah itu, mereka pun berpisah menuju kamar masing-masing. Sagara merasa sedih dan malu, sementara Zargo hanya bisa merasa frustrasi. Dalam kegelapan malam, mereka tahu bahwa hidup mereka tidak selalu adil, tetapi mereka memiliki satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Demon "Sing Zayyan Xodiac"
FantasyDi sebuah dunia di mana kehidupan dan kematian saling berhubungan, Shankara, seorang pemuda penuh impian, terjebak dalam janji yang mengikatnya pada malaikat kematian, Zargo Cardellion. Dalam suatu peristiwa tragis di masa lalu, Shankara dengan suka...