5

43 11 0
                                    

Maaf jika typo bertebaran 🙏

-

-

-

Di sebuah apartemen yang sederhana namun nyaman, Shankara duduk di sofa, bingung dengan perasaannya sendiri. Pikirannya berputar-putar, mencoba memahami apa yang terjadi tadi malam di pesta yang diadakan di kafe miliknya. Tatapannya tajam mengarah pada Zargo, makhluk misterius yang selalu muncul di saat-saat krisis. “Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?” ucap Zargo dengan nada dingin, seolah tak terpengaruh oleh ketegangan di antara mereka.

“Aku ingin tahu apa yang terjadi tadi,” ucap Shankara penasaran, berusaha mengumpulkan informasi dari Zargo yang selalu tampak misterius.

“Kau tak perlu kepo, kau ini keras kepala. Sudah dibilang tetap saja ngeyel,” balas Zargo, suaranya penuh ketidakpuasan.

“Oh ayolah, Zargo. Mana mungkin aku tidak datang ke pesta kafe milik ku sendiri,” Shankara menjelaskan, nada suaranya mengekspresikan kebingungan dan frustrasi.

Zargo mendengus, “Kau bodoh sekali, Shankara. Kau itu dijebak.”

“Bagaimana kau tahu?” tanya Shankara, terkejut dengan pernyataan Zargo.

“Aku malaikat kematian, kalau kau lupa,” jawab Zargo, menatap Shankara dengan tatapan yang tajam dan penuh makna.

Shankara merasa bingung, tetapi Zargo tampak tidak ingin menjelaskan lebih lanjut. “Ah, sudahlah. Aku mau pulang. Malas bertemu dengan manusia keras kepala sepertimu,” ucap Zargo, lalu dalam sekejap, ia menghilang dari pandangan Shankara.

“Hei, kau ke mana, Zargo? Kau belum menjelaskan apa pun padaku! Ah, sialan!” Shankara merasa frustrasi, berusaha meraih jawaban yang tampaknya selalu berada di luar jangkauannya.

Tak lama kemudian, teleponnya berdering, dan nama Leo muncul di layar. Shankara menjawab panggilan itu dengan kesan bingung. “Halo, Shankara! Apa yang terjadi? Kenapa kafe mu tutup?”

“Apa maksudmu, Leo? Cafeku buka dari tadi,” jawab Shankara, mencoba menenangkan diri meskipun hatinya berdebar.

“Tidak, Shankara. Aku baru saja sampai sana, tapi ternyata tutup. Padahal aku ingin bertemu denganmu sambil ngopi,” ucap Leo.

Shankara merasa ada yang tidak beres. “Ada yang tidak beres,” gumamnya, suaranya nyaris tidak terdengar.

“Halo? Kau bicara apa, Shankara?” tanya Leo, bingung dengan nada yang terdengar aneh dari sahabatnya.

“Ah, tidak ada, Leo. Kututup dulu ya. Dah.” Shankara memutuskan sambungan, merasa semakin bingung dengan apa yang terjadi hari ini.

Dia menghela napas, mengusap wajahnya dengan tangan. “Ku rasa Zargo tahu segalanya,” gumam Shankara pada dirinya sendiri, merasakan gelombang kecemasan dan ketidakpastian yang menghantuinya.

Dengan pikirannya yang berkelana, Shankara berusaha mengingat kembali apa yang terjadi di pesta dan bagaimana Zargo terlibat. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar daripada sekadar pesta dan kafe yang tutup. Rasa ingin tahunya semakin membara, dan dia merasa harus mencari tahu lebih jauh.

Setelah beberapa saat, Shankara berdiri dan memutuskan untuk pergi ke kafe. Meskipun dia tahu tempat itu seharusnya buka, ada perasaan aneh yang mengusik hatinya. Apakah Zargo benar? Apakah dia dijebak? Dan jika iya, oleh siapa?

Ketika sampai di kafe, pemandangan yang dia lihat membuatnya tertegun. Kafe itu tampak sepi dan gelap, tidak seperti biasanya. Shankara membuka pintu dengan hati-hati dan melangkah masuk. Aroma kopi yang biasanya menyenangkan kini tergantikan dengan kesunyian yang mencekam.

“Apakah ada yang terjadi di sini?” gumamnya. Rasa cemas semakin menggelayuti pikirannya saat dia menyelidiki lebih jauh.

Mungkin Zargo memang tahu sesuatu yang tidak bisa dia ungkapkan. Shankara merasa, jika ingin menemukan jawaban, dia harus berhadapan dengan Zargo sekali lagi. Hanya Zargo yang bisa membantunya memahami apa yang terjadi di antara dua dunia yang saling berseberangan ini dunia manusia dan dunia yang tidak terlihat oleh mata biasa.

Dengan tekad yang baru, Shankara berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari Zargo dan mendapatkan jawaban yang selama ini mengganggu pikirannya. Dalam perjalanan ini, ia akan mengungkap misteri yang lebih dalam dari sekadar kafe yang tutup sebuah rahasia yang mungkin mengubah hidupnya selamanya.

-

-

-

Di sebuah tempat yang terpisah dari dunia manusia, Zargo berdiri di tepi tebing yang curam, menatap ke arah bawah dengan wajah yang serius. Suasana di sekelilingnya terasa tegang, dan saat Hyunsik mendekatinya, ekspresi khawatir menghiasi wajahnya.

“Ada apa, Zargo? Ada yang mengusikmu?” tanya Hyunsik, penasaran dengan aura gelap yang mengelilingi saudaranya.

“Ada kekuatan hitam ingin ikut campur dengan ku,” ucap Zargo tajam, suaranya menggema di antara pepohonan yang lebat.

“Kenapa bisa? Bukankah mereka seharusnya tahu, tidak ada yang berani berhadapan denganmu?” Hyunsik bertanya, merasa khawatir dengan situasi yang semakin memburuk.

Zargo menatap Hyunsik dengan mata penuh ketegasan. “Aku rasa dia adalah musuh dari manusia itu, dan dia tidak tahu kalau manusia itu di bawah kendaliku.”

Hyunsik menggelengkan kepalanya, wajahnya menunjukkan kecemasan yang mendalam. “Kau jangan gegabah, Zargo. Itu bisa melenyapkanmu. Aku takut kau mengingkari aturan yang dibuat untuk kita para malaikat kematian.”

Zargo tersenyum, tetapi senyumannya itu tidak memberikan rasa tenang. “Kau tenang saja, Hyunsik. Siapapun yang berani mengusikku, aku akan buat dia menyesal,” ucap Zargo dengan senyum manis namun penuh ancaman.

Hyunsik menghela napas, melihat sosok Zargo yang berbeda dari saudara kembarnya yang dulu. Dia merindukan Zargo yang penuh kelembutan, yang selalu mengingatkan tentang kebaikan dan kedamaian. Namun, kini Zargo lebih terlihat seperti sosok yang terjebak dalam kegelapan dan ambisi yang membara.

“Zargo, aku harap kau bisa kembali seperti dulu,” Hyunsik berkata, suaranya penuh harapan. “Kita bisa menghadapi semua ini bersama. Kita tidak perlu berperang dengan cara yang bisa menghancurkanmu.”

Zargo menatap Hyunsik, ada keraguan yang melintas di matanya sejenak. “Kau tidak mengerti, Hyunsik. Kekuatan ini sudah mengalir dalam diriku, dan aku tidak bisa mundur. Jika aku tidak menghentikan mereka sekarang, mereka akan terus menggangguku dan mengancam semua yang aku jaga.”

“Zargo, jangan biarkan keinginan untuk berkuasa menguasai dirimu. Kita adalah malaikat kematian, tugas kita adalah menjaga keseimbangan, bukan menciptakan kekacauan,” ucap Hyunsik, berusaha menyentuh sisi lembut yang mungkin masih ada dalam hati saudaranya.

Zargo terdiam, tetapi dalam hatinya, suara ambisi dan keinginan untuk melindungi manusia yang ia cintai semakin menguat. “Jika kekuatan hitam ini mengancam orang-orang yang aku sayangi, aku tidak akan membiarkan mereka menang. Aku akan melakukan apa pun yang diperlukan.”

Hyunsik merasakan ketegangan di antara mereka. Dia tahu bahwa Zargo berada di ambang pergolakan batin, antara kebaikan dan kegelapan. “Aku akan selalu ada di sini untuk mendukungmu, Zargo. Tapi ingatlah, ada batasan yang tidak boleh kau langgar,” katanya lembut, berharap Zargo bisa mendengar.

Zargo mengangguk, tetapi senyumnya tetap menyiratkan ketidakpastian. “Aku akan ingat, Hyunsik. Tapi keputusan ada di tanganku.”

Dengan itu, Zargo berbalik dan melangkah maju, meninggalkan Hyunsik yang masih merasa cemas. Dalam hatinya, Hyunsik berharap agar saudaranya tidak terjebak dalam kegelapan yang semakin dalam.

Saat Zargo melangkah ke dalam kegelapan, dia bertekad untuk menghadapi kekuatan hitam yang mengusik kedamaian hidup seseorang yang terkait dengannya. Namun, di balik semua itu, terdapat benih keraguan apakah dengan mengambil langkah ini, ia akan kehilangan sisi kemanusiaannya yang masih tersisa?

Di tempat yang sama, Hyunsik menatap ke arah Zargo, berdoa agar saudaranya kembali menemukan jalan yang benar dan tidak terjerumus lebih dalam ke dalam kegelapan yang mengintai.






happy Reading 🥰🔥

My Demon "Sing Zayyan Xodiac"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang