Aku dilahirkan di sebuah kota kecil diluar pulau Jawa, masih banyak ditemukan persawahan disekitar rumahku. Suasana yang masih sangat ku ingat jelas dalam lubuk hatiku, deburan ombak ketika aku berjalan menyusuri persawahan itu setiap aku pulang ke kampung halamanku.
Perkenalkan, namaku Diandra Suryadharma. Dan ijinkan aku menuliskan kisahku ini.
Aku dilahirkan oleh orang tuaku 20 tahun silam, di sebuah rumah yang menurutku cukup nyaman dalam keseharianku. Kami bukan dari keluarga yang kaya, namun hidupku tidak pernah kekurangan. Ibuku mempunyai beberapa bidang sawah, warisan dari kakek ku. Dari sana seluruh kebutuhan kami berasal, walaupun tidak berlebih untuk hal mewah yang lain. Namun aku cukup bahagia dengan kehidupan yang kami jalani.
Ibuku seorang pekerja keras, wanita perkasa yang selalu berusaha untuk membahagiakan semua anak nya. Sedangkan ayahku, aku dan keluargaku tidak pernah tau sosok itu berada dimana. Tidak ada kenangan yang tersisa dari ayahku. Hanya selembar foto tua yang terpajang diruang tengah rumah yang membuktikan dia pernah hadir disini.
Para tetanggaku selalu bilang bahwa ayahku itu kabur dengan wanita lain, meninggalkan kami dirumah tanpa pernah memberikan penjelasan apapun pada ibuku, kasihan ibuku.Aku memiliki seorang kakak perempuan, Anisa namanya. Dan seorang adik laki - laki yang diberi nama Ridho. Kami 3 bersaudara.
Kakak ku sudah menikah dengan seorang guru dan memilih untuk pindah dan menetap di ibukota provinsi ini. Adik ku masih duduk di bangku sma negeri didekat tempat tunggalku.
Sedangkan aku, yah.. aku mencoba untuk meneruskan pendidikan ku dengan berkuliah. Aku yakinkan ibuku bahwa aku bisa, aku bekerja dipagi hari. Dan berkuliah dimalam harinya. Tidak mudah memang, namun tekatku untuk membuat ibuku bangga dengan anaknya sudah bulat. Jadi, tiga tahun lalu aku memutuskan untuk pindah ke ibukota juga. Meneruskan mimpiku, mencoba merubah nasibku dan keluargaku kelak.Di kampung halamanku, aku memiliki seorang kekasih. Wanita yang sudah menjalin hubungan denganku sejak sekolah menengah. Sosok wanita yang selalu memberikan ku semangat dan motivasi untuk lebih baik. Sosok yang selalu memberikan ku rasa cinta dan rasa nyaman ketika berada didekatnya. Tingkahnya yang lucu dan polos selalu bisa membuatku tertawa bahagia saat berada didekatnya.
Namanya Sulis, anak dari seorang guru agama ditempat ku. Teringat momen kebersamaan ku dengan nya saat perjalanan ku pulang kali ini.
"Mas Dian" begitulah cara Sulis memanggilku, baginya memanggil mas merupakan panggilan bagi suaminya kelak.
" ya sayang" jawabku menoleh memandang wajah kekasihku itu.
"Nama mas dian itu cantik ya. Hahahaha" candanya padaku.
"Mulai lagi deh" aku memasang wajah kesal ku sambil mencubit ringan lengannya.
"Bener loh mas, mas dian itu cantik. Kalau didandani pasti banyak yang naksir" canda Sulis pada ku, kejadian yang sering dia lakukan hanya untuk menggodaku.
"Masa sih bok, eike mah laki tulen" ujarku sambil memperagakan gaya banci yang sering ku lihat di TV. Kamipun tertawa lepas.
"Mas, nanti pas hari ulang tahunku. Boleh ngga masnya aku dandan?" Tanya Sulis padaku, dia menatap wajahku dengan mata yang dibuat - buat. Aku hanya bisa tertawa melihat tingkahnya "hahahaha... ada - ada aja kamu lis, nanti kamu tersaingi" jawabku sekedar mengalihkan perhatianku.
"Boleh ya.. boleh ya... pleaseeee" bujuk Sulis kepadaku.
"Waduh... ini berat ini, harus ada upahnya ini" jawabku mencoba berkelakar. Dia tersenyum manis dengan wajah penuh kemenangan.
"Upahnya nanti dimasakin patin asam pedas kesukaan mas dian. Kali ini aku yang masakin. Deal?" Ucap kekasihku itu tanpa menunggu jawaban dariku. Dia sudah merasa menang.
"Permintaan kok aneh - aneh sih sayang" tanyaku pada kekasihku itu.
"Seru aja mas, bisa melihat mas dian dengan versi yang berbeda. Dan cuma aku yang pernah melihatnya" jawabnya sambil tertawa.
Sejujurnya aku merasa sangat malu membayangkan hal itu, wajahku memerah. Namun Sulis semakin bersemangat melihat hal itu. Dia semakin kuat tertawa hingga cekikikan.
"Kebayang deh muka mas dian pas didandani" ujar Sulis masih tertawa dengan kerasnya.
"Aku yang jadi geli sendiri nih" ujarnya sambil tak kuasa menahan tawanya.
"Udah - udah, ketawanya ditahan dulu buat nanti. Demi makan enak nih" ujarku sambil menarik tangan Sulis. Ku genggam tangannya, ku dekatkan badan ku sambil menggeser posisi duduk ku. "Ga berasa ya lis, mas bulan depan sudah harus berangkat. Seperti yang dulu kita pernah bahas. Mas akan kuliah" ucapku sambil menatap ke arahnya. Suasana tiba - tiba menjadi canggung. Dia terdiam dan mulai mengendalikan dirinya. "Iya mas, aku doakan semoga semua lancar ya mas. Demi cita - cita mas. Demi nanti mas bisa lamar aku ketika sudah sukses nanti" jawab Sulis dengan nada yang lebih serius. Kami jarang berbicara serius, lebih banyak candaan yang terjadi selama ini. Suasana ini sedikit membuatku kurang nyaman.
"Iya lis, kamu juga akan berangkat kan? Sudah tau mau kemana?" Tanyaku padanya yang seolah sedang menerawang jauh.
"Iya mas, tapi nanti pas ayah sudah bisa cuti katanya. Mungkin mas yang akan duluan berangkat" ujarnya sambil mencoba mendekatkan kepalanya di dadaku. Aku tak bereaksi, hanya membiarkan Sulis bersandar di dadaku. Walaupun sudah berpacaran lama, namun kami tidak pernah melalukan hal yang dilarang. Pacaran yang kami lakukan hanya sebatas ngobrol bareng, kadang keluar untuk cari makan dan yah sangat kolot sekali. Namun aku tetap berperinsip untuk tetap menjaga dia sampai nanti kami dewasa dan siap menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berawal dari putus cinta, berakhir menjadi waria
Fanfiction21+ kisah seorang pemuda bernama Diandra menghadapi kerasnya ibukota dengan kompleksitas masalah didalam hidupnya