Aku berjalan menuju lantai atas tempat apartemen mbak fani dan mas Anton. Ku seret badanku yang masih sangat lemas itu berjalan dengan langkah kecil melewati setiap orang yang memandangiku dengan wajah aneh.
Ku abaikan mereka semua, ku percepat langkah kaki ku memasuki sebuah lift yang akan membawa ku naik. Badan ku masih terasa panas, rasa horny didalam diriku terus menyerang dengan dahsyat. Aku sedikit tersandar di dinding lift itu, memeluk dokumen yang aku bawa didepan dadaku.
Aku sedikit menggigit bibir bawahku, sensasi yang tidak ingin aku alami namun tetap menyerangku. Aku seperti sangat menikmati semua getaran dalam tubuhku. Memikirkan pengalaman tak terlupakan yang dilakukan oleh kedua orang asing itu padaku. Aku seperti seorang wanita jalang yang sedang birahi. Efek obat yang mereka berikan padaku dalam kondisi tidak sadarku itu masih terasa hingga saat ini. Aku butuh pelampiasan, aku butuh untuk menyalurkan syahwat ku ini. Pemandangan yang sangat kontras dengan pakaian yang aku kenakan, seorang waria berjilbab yang sedang birahi. Sesekali tanpa sadar aku memainkan putingku, menikmati setiap moment yang bisa aku rasakan dari tubuhku itu.
Suara dentingan dari dalam lift menyadarkan ku, aku sudah tiba di lantai yang aku tuju.Aku melangkah menuju ruangan apartemen yang kami tempati, ingin rasanya aku bergegas masuk ke kamarku. Menuntaskan birahiku yang semakin memuncak. Sambil berlari kecil aku masuk kedalam kamar ku itu. Ku tutup pintu kamar ku, tidak ada seseorang pun didalam setiap ruangan yang aku lewati. Sepertinya mereka sedang tidak berada dirumah. Ku cari sesuatu yang bisa ku pakai untuk menyalurkan syahwatku ini. Ku rogoh setiap bagian laci, lemari dan sekitar meja riasku. Pandangan ku tertuju pada sebuah botol parfum yang berbentuk agak lonjong memanjang, lebih menyerupai bentuk batang kemaluan lelaki. Tanpa pikir panjang aku ambil botol itu, aku lumuri dengan lotion yang aku harap bisa jadi pelumas. Ku gerakkan botol itu keluar masuk dalam dubur ku. Memaksa lubang anus ku terbuka, benda itu ku pacu keluar masuk lebih cepat. Namun tidak sedikitpun aku dapat mencapai orgasme yang aku harapkan.
Gila, apa yang sudah mereka lakukan pada diriku. Pikirku didalam hati.
Aku terdiam setelah birahiku mereda, perasaan kecewaku karena tidak dapat menuntaskan hasratku membuatku menjadi sangat kesal. Namun disisi lain aku memaki diriku. Kenapa aku menjadi sebinal ini. Umpatku pada diriku sendiri.
Aku tertidur diatas kasurku dengan penuh rasa kekecewaan ku itu.Suara pintu terbuka membuatku sadar dari tidurku, entah sudah berapa lama aku terlelap. Ku coba untuk membuka mataku, aku rapikan pakaian ku untuk melihat siapa sosok yang sudah pulang itu.
"Oh, kamu sudah pulang rupanya. Bagaimana urusan dengan mister Wahab itu" tanya suara yang menyapaku dari arah kamar mbak fani. Ku perhatikan ke sisi dalam, sepertinya mbak fani belum pulang.
Ku tarik tangan mas Anton menuju kamar ku, ku tutup pintu kamarku itu. Ku turunkan celananya, dia menatapku kaget sekaligus takjub.
"Wahhh... kita lihat sekarang siapa ini, waria sok jual mahal kemarin menjadi seliar ini" ujarnya meledek ku. Aku abaikan omongannya itu. Ku turunkan celana dalam nya itu, dorongan nafsu ku kembali menggebu - gebu tak terkendali. Aku sangat butuh pelampiasan. Perasaan ini sangat menyiksaku.
"Aaaahhhhh..." desah mas Anton ketika aku kulum batang kemaluannya itu. Ku kocok perlahan dengan tanganku, dan ku jilati serta ku hisap kepala kontolnya itu. Tangan ku yang satu lagi ku gunakan untuk meremas payudaraku dan sesekali memainkan putingku. Aku merasakan sensasi nikmat yang tidak tergambarkan dengan hanya melakukan oral seks pada pria tua yang baru beberapa hari lalu aku maki. Orang yang aku benci dengan sangat, namun aku butuh pelampiasan. Saat ini hanya dia yang ada dirumah ini. Pikirku saat itu. Setelah beberapa lama dan bagian kemaluan itu terasa sangat keras, aku lepaskan genggaman ku. Aku keluarkan kontol itu dari mulutku.
"Pake aku mas, perkosa aku supuasmu. Puaskan aku mas.. tolong" ucapku meracau dipenuhi nafsu birahi yang tak perbendung.
Dia tidak mengatakan sepatah katapun padaku, membuka paksa pakaian ku. Bahkan tidak melepaskan bagian celana dalamku, hanya menurunkan sedikit agar batang kemaluannya yang sudah tegang itu dapat langsung masuk kedalam lubang anusku itu. Tanpa pemanasan dan tanpa pelumas yang diberikan, dia menerobos paksa anusku.
Aku tersentak kaget, namun hal ini yang aku harapkan saat ini. Dia mempercepat gerakan kontolnya, mengaduk isi perutku dengan batang kejantanannya itu. Berusaha sekuat tenaga seperti berusaha mengisi rongga perutku itu dengan spermanya.
Tidak berselang lama mas Anton melenguh panjang dan mencapai orgasmenya. Dia menahan kontolnya tetap berada didalam anusku, mengeluarkan semua isi spermanya dalam.
Namun aku masih belum mencapai orgasme ku, aku masih belum terpuaskan. Aku menggerakkan bokong ku maju mundur, berusaha mencari kepuasan ku sendiri. Mas Anton tidak bereaksi, dia hanya diam menikmati batang kemaluaannya maju mundur. Sesekali dia mendesah. Namun dia mencabut penisnya itu dari tubuhku.
"Cukup" mbak mu sudah mau pulang.
"Tapi mas, aku belum nyampai mas. Tolong aku mas. Aku mohon." Rengek ku pada mas Anton.
"Sudah cukup, kita beberes dulu. Jangan sampai mbak mu tau" ucapnya padaku. Aku menahan birahiku itu, namun rasanya sungguh sulit. Aku berjalan menuju lemari es tempat menyimpan sayuran. Aku teruskan kegiatanku dengan menggunakan sebatang terong.
Mas Anton menatapku jijik.
"Dasar waria jalang, betina tak beradab. Sekarang malah pakai terong" ucapnya melengus pergi.
Ku abaikan dirinya yang menjauh dari hadapan ku. Aku cari kepuasan diriku sendiri.
Ku permainkan terong itu didalam anusku, membayangkan aku yang sedang diperkosa sosok pria dengan ukuran penis yang besar. Aku teringat video yang di kirimkan mister Ryan padaku. Aku lakukan masturbasiku sambil melihat diriku yang diperkosa oleh mereka kemarin. Aku meledak, spermaku keluar. Di selingi dengan air kencingku yang bercucuran kemana mana. Aku terkulai lemas dan tak berdaya.
Birahi ku mereda, aku mulai kembali dengan kesadaranku. Aku mulai menangisi diriku, meratapi nasibku. Baru kemarin rasanya aku ingin bertobat dari semua ini, apakah ini azab yang dikirimkan sang pencipta untuk menghukum ku? Aku terlalu larut dalam kesedihan ku itu. Aku menangis tanpa menghiraukan mbak fani yang baru saja pulang dan mencoba mengetuk pintu kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berawal dari putus cinta, berakhir menjadi waria
Fanfiction21+ kisah seorang pemuda bernama Diandra menghadapi kerasnya ibukota dengan kompleksitas masalah didalam hidupnya