Aku terduduk kelelahan disamping tempat tidur ku, membereskan beberapa barang yang berada diatas meja riasku. Memasukkan alat make up ku kedalam sebuah tas koper yang ukurannya lumayan besar. Itu adalah barang terakhir yang tersisa yang belum aku rapikan. Ku pandangi ruangan kamar ini yang sekarang sudah kosong, aku dan mbak fani memutuskan untuk pindah dari rumah kontrakan ini. Kami akan pindah ke sebuah rumah apartemen yang berada dipusat kota yang dibeli oleh mas Anton. Sebuah apartemen yang terbilang cukup elit di kota ini.
Aku beranjak menuju lemari pakaian ku, aku teringat amplop yang pernah diberikan oleh mas Anton beberapa bulan lalu. Hal itu yang luput dari ingatan ku, aku bahkan lupa bahwa pernah meletakkannya diatas lemari itu.
Aku buka amplop itu, tampak banyak sekali uang 100 ribuan yang masih dalam kondisi terikat oleh sebuah kertas bertuliskan 10 jt rupiah dengan nama bank nasional diatasnya. Aku lihat ada sekitar 5 ikat disana, namun aku tidak mengeluarkannya. Ku biarkan uang itu tetap berada didalam amplop itu dan aku masukkan kedalam koper ku. Semua sudah selesai, akupun berjalan keluar dari kamar dan menghampiri mbak fani yang juga membereskan bagian dapur."Untuk barang - barang yang nantinya ga kepakai tinggalin aja ya dian" ucap mbak fani padaku. "Soalnya kita ga mungkin bawa semua, biar lah itu nanti menjadi barang yang mungkin berguna untuk penyewa rumah ini selanjutnya" mbak fani berkata sambil mengeluarkan beberapa tumpuk kardus dari arah belakang. Kami menyewa beberapa orang untuk membantu proses pindahan ini. Jujur, aku yang sekarang seperti kehilangan tenaga ku yang dulu. Aku yang dulu bisa angkat beras hasil panen ibu ku yang seberat 50kg dengan mudahnya, saat ini untuk mengangkat koperku yang hanya mungkin 15 kg sudah sangat kesusahan. Hormon wanita ini sangat mempengaruhi diriku, merubah kondisi fisik ku. Aku merasa otot ku sekarang sudah jauh mengecil, ah.. seperti ini rasanya menjadi perempuan. Pikirku dalam hati.
Sebuah mobil pick up yang kami pesan menggunakan aplikasi online pun datang, barang - barang itu dinaikkan. Tidak banyak yang kami bawa, hanya beberapa barang keperluan harian saja. Karena apartemen itu sudah berisi, perabotan dan semua sudah tersedia disana. Bisa dibilang sebenarnya kami hanya perlu membawa baju.
Pemilik rumah kontrakan ini pun datang, mbak fani menyerahkan kunci rumah padanya.
"Loh mbak, itu masih banyak loh yang belum diangkut. Kapan mau dibawanya?" Ucap pemilik kontrakan pada mbak fani.
"Iya pak, gapapa. Ga bisa dibawa semuanya" ujar mbak fani. "Di hibahkan saja pak buat nanti kalau ada yang kontrak".
"Atau saya ganti uang saja ya mbak? Ga enak loh saya nya kalau begini" ujar pemilik kontrakan pada mbak fani.
"Begini saja pak, kalau memang bapak mau bayar. Uangnya nanti bapak sumbangkan saja untuk ke panti. Bukan bermaksud kasar ya pak sebelumnya" ujar mbak fani.
"Waduh, saya ya bingung mbak kalau begitu" ujar pemilik kontrakan itu pada mbak fani.
"Ya udah pak, saya ikhlas kok. Tapi jika bapak berkenan. Itu ada yang didalam kardus" ujar mbak fani sambil menunjukkan beberapa kardus yang ada didekat ruang tengah. "Itu pakaian yang masih layak, bisa bapak tolong bawakan ke panti asuhan?. Tadinya mau saya yang bawakan, tapi mungkin bapak lebih tau kira - kira panti yang mana yang membutuhkan" ujar mbak fani.
"Baik mbak, nanti biar saya uruskan soal itu ya" ujar bapak itu. "Terima kasih sebelumnya ya mbak, maaf jika ada hal yang kurang berkenan di hati".
"Sama - sama ya pak, kami juga minta maaf jika ada hal yang kurang berkenan dan kami ada bikin salah" ucap mbak fani.
Kami pun menyalami pemilik kontrakan itu dan pamit.Mobil melaju kearah pusat kota, aku duduk bersama mbak fani dikursi belakang.
"Mbak, apa ngga apa - apa nih kita terima semua pemberian dari mas Anton?" Ucapku bertanya pada mbak fani yang seperti menerawang jauh.
"Ngga apa - apa dian, mas Anton bilang lebih privat kalau dia berkunjungnya diapartemen. Jadi hubungan kami tidak tercium oleh banyak orang" ucap mbak fani memandangku.
"Aku seperti benalu ya mbak, numpang hidup sama mbaknya" ujarku pada mbak fani.
"Ih, kamu ini" mbak fani mencubit ku.
"Awwww... sakit mbak, ampun" ucapku sambil berteriak manja.
"Lagian hidup mbak sekarang sudah lebih baik kan dian, mbak ngga perlu lagi hidup dengan setiap malam jadi PSK" ucap mbak fani terlihat menerawang jauh. Ku lihat wajahnya dengan lembut, ku usap air matanya seperti akan jatuh itu. Ku belai rambutnya perlahan.
"Mbak fani itu orang hebat, aku kagum sama mbak. Pokoknya mbak itu idola ku" ucapku mencoba berkelakar. Dia memukul bahu ku pelan. "Kamu itu ya, ih gemesin banget" ucapnya sambil sedikit tersenyum kearahku.
Mobil pun melaju ke arah apartemen yang akan kami tempati, setelah melepas lelah dan sedikit beberes. Aku dan mbak fani tertidur dikamar kami masing - masing. Ya, kami tidak lagi sekamar saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berawal dari putus cinta, berakhir menjadi waria
Fanfic21+ kisah seorang pemuda bernama Diandra menghadapi kerasnya ibukota dengan kompleksitas masalah didalam hidupnya