Chapter O4

4.6K 568 18
                                    

Renjun terbangun di tengah malam, tenggorokannya terasa kering karena haus. Dengan langkah mengantuk, ia membuka pintu kamarnya dan akan ke dapur. Namun, perhatiannya tertuju pada ruangan di sebelah kamarnya yang lampunya masih menyala. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat, ia mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka.

Di dalam, Jeno tampak fokus menatap layar laptopnya, dengan beberapa dokumen berserakan di meja.

Dengan ragu, Renjun mengetuk pintu pelan. "Tuan, Anda tidak tidur? Ini sudah sangat larut."

Jeno mengalihkan pandangannya ke arah Renjun, ekspresinya datar seperti biasa. "Aku belum mengantuk. Kau sendiri, apa yang kau lakukan?"

"Saya haus dan ingin mengambil minum di dapur." jawab Renjun singkat.

"Kalau begitu, lakukan saja." balas Jeno sambil kembali menatap laptopnya. Renjun hanya mengangguk kecil dan melangkah ke bawah.

Setelah meminum segelas air, ia mulai mengkhawatirkan keadaan bossnya. Pria itu bekerja sampai larut malam tanpa memikirkan kesehatannya. Renjun membuka lemari dapur dan menemukan sekotak teh chamomile. Dengan cepat, dia membuatkan secangkir teh hangat, berharap itu bisa membantu bossnya tidur lebih nyenyak.

Setelah teh siap, ia kembali ke ruang kerja Jeno.

Tok Tok

Renjun membuka pintu perlahan dan mendekati meja kerja Jeno. "Saya membuatkan Anda teh chamomile, Tuan. Ini bagus untuk insomnia Anda," katanya sambil meletakkan cangkir di atas meja.

Jeno hanya menatap cangkir itu dalam diam, lalu menghela nafas pelan. "Aku tidak butuh itu."

Renjun berusaha menahan kesal. Pria ini benar-benar sulit dihadapi. Namun, ia tetap menjaga nada suaranya agar tetap tenang. "Anda harus tidur dengan cukup, Tuan. Besok ada meeting penting dengan Vertex Inc., semoga teh ini dapat membantu. Selamat malam."

Tanpa menunggu balasan, Renjun meninggalkan ruangan itu dan kembali ke kamarnya.


Boss & Baby


Pagi harinya, Renjun bangun lebih awal seperti biasa. Ia segera menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Jeno. Baru setelahnya dia mandi dan bersiap, hari ini dia mengenakan blazer berbahan tweed hitam dan celana senada.

Sebelum turun ke ruang makan, ia menuju kamar Jeno untuk memastikan pria itu sudah bangun. Setelah mengetuk pintu beberapa kali tanpa mendapat jawaban, Renjun membuka pintu perlahan. Suara gemericik air dari kamar mandi membuatnya lega, setidaknya Jeno sudah bangun. Ia segera menyiapkan pakaian kerja Jeno, memadukan setelan jas hitam yang elegan dengan dasi biru tua, kemudian keluar dari kamar sebelum pria itu selesai di kamar mandi.

Di ruang makan, Renjun memastikan sarapan tersaji rapi di meja. Ia menunggu Jeno datang dengan tenang, siap untuk menjalani hari yang panjang di kantor. Dalam hati, ia berharap bahwa hari ini, Jeno tidak akan terlalu sulit dihadapi.

.

Jeno turun ke ruang makan dengan langkah santai, mengenakan pakaian yang sudah disiapkan Renjun sebelumnya. Saat mendekati meja makan, ia samar-samar mendengar suara Renjun sedang berbicara di telepon.

"Semua baik-baik saja, hyung," ucap Renjun sambil tersenyum kecil.

Jeda sejenak, sebelum Renjun melanjutkan, "Semoga perusahaan di Kanada segera membaik."

Jeno berhenti beberapa langkah dari Renjun, mendengarkan tanpa sengaja.

"Hyung harus mentraktirku hotpot nanti setelah kembali dari Kanada," canda Renjun, nada suaranya lebih santai. "Sudah dulu ya, Mark hyung. Aku harus sarapan dan bekerja. Segeralah tidur, aku tahu di sana pasti sudah larut."

Renjun memutus sambungan teleponnya, tetapi sebelum ia sempat berbalik, sebuah suara dingin menyela.

"Pasangkan."

Renjun tersentak, langsung menoleh untuk mendapati Jeno berdiri di belakangnya dengan dasi terulur di tangan. Pria itu menatapnya dengan ekspresi datar seperti biasa.

"Eh?" Renjun menatap dasi itu bingung.

"Pasangkan," ulang Jeno dengan nada tak sabar. Jeno tidak terbiasa menggunakan dasi. Selama di Amerika, ia bekerja di perusahaan milik kakeknya dengan aturan berpakaian yang jauh lebih santai.

Renjun mendesah pelan, lalu mengambil dasi itu dari tangan Jeno. Ia melangkah lebih dekat, mulai memasangkan dasi dengan cekatan. Ketika jari-jarinya bekerja, ia mencium samar aroma maskulin dari parfum Jeno. Sesaat, suasana terasa sunyi.

"Sudah." katanya, menyelesaikan simpul terakhir.

"Bagus." balas Jeno singkat sebelum melangkah menuju meja makan.

Mereka makan dalam keheningan. Jeno fokus pada makanannya, sementara Renjun hanya mengaduk makanannya pelan, sesekali melirik bossnya yang tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak ada percakapan, dan suasana tetap dingin hingga Jeno menyelesaikan makanannya lebih dulu.

Saat bangkit dari kursinya, Jeno berbicara tanpa menatap Renjun. "Aku akan berangkat dulu. Belikan aku Americano double shot saat kau berangkat nanti."

Tanpa menunggu jawaban, Jeno langsung pergi, meninggalkan Renjun yang masih duduk di kursinya dengan mulut sedikit terbuka.

Setelah pintu depan tertutup, Renjun mendesah keras. "Dasar menyebalkan," gumamnya sambil menyelesaikan makannya, sedikit tergesa karena harus membelikan kopi Jeno lebih dulu.

Renjun tiba di kantor dengan segelas kopi Americano double shot di tangannya, seperti yang diminta Jeno. Ia meletakkan kopi itu di atas meja kerja bossnya.

"Mulai besok dan seterusnya, aku mau Americano double shot setiap pagi," ujar Jeno tanpa basa-basi.

Renjun hanya mendengus pelan sambil bergumam, "Apa enaknya sih kopi pahit itu."

Ia memastikan gumamannya cukup pelan agar tidak sampai ke telinga Jeno. Setelah itu, ia segera kembali ke ruangannya sendiri untuk menyiapkan berkas-berkas penting untuk meeting dengan Vertex Inc. siang nanti.


Boss & Baby


Hari sudah menginjak sore saat meeting mereka selesai. Meeting berjalan lancar dan akhirnya menghasilkan kerja sama antara Lee Enterprises dan Vertex Inc. Renjun merasa lega karena tugas besar mereka berhasil diselesaikan tanpa hambatan. Namun, rasa lega itu tak bertahan lama.

"Pulanglah dulu nanti, tidak perlu menungguku."

Renjun menatapnya bingung. "Anda ingin ke mana, Tuan? Saya bisa mengantar Anda ke tempat yang Anda mau."

Jeno menghela napas, terlihat enggan menjawab. "Tidak perlu, aku akan pergi sendiri."

Renjun mencoba mempertahankan ketenangannya. "Tapi, Tuan, saya sudah berjanji pada Tuan Mark untuk selalu menjaga Anda."

Mendengar itu, Jeno mendengus pelan, menatap Renjun dari atas ke bawah. Dalam hati, ia heran bagaimana pria mungil ini berpikir bisa 'menjaganya', tubuh Renjun yang kecil dan pendek jelas tidak memberikan kesan protektif.

"Aku ada urusan. Kau tidak perlu tahu," ucap Jeno dingin.

Renjun tak menyerah. "Setidaknya, jika saya tidak ikut dengan Anda, tolong beri tahu saya Anda akan kemana."

Jeno akhirnya menjawab dengan nada malas, "Aku akan menemui temanku, puas? Aku akan pulang larut, kunci saja semua pintu."

Tanpa menunggu respons, Jeno berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Renjun yang hanya bisa menggigit bibirnya, menahan kekesalan.

"Dasar keras kepala." gumam Renjun pelan.


TBC

Boss & Baby | NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang