Bab 1.4.

196 37 10
                                    

0.4. Sayatan luka

Garis polisi membentang di ranah jalan. Bunyi sirine mendenging masuk ke telinga. Banyak genangan merah kehitaman. Hingga terdengar bisik orang-orang bertanya penyebabnya.

“Polisi menduga rem truk yang tidak berfungsi menjadi penyebab kecelakaan. Jenazah korban telah dibawa ke rumah sakit setempat untuk pemeriksaan lebih lanjut, sementara pengemudi truk masih dimintai keterangan,” laporan reporter berbaju hitam.

Gemercik hujan masih membasahi kota sore ini. Jalanan menjadi licin, pun tak sedikit orang memilih hati-hati saat berkendara.

Nada kecil memandangi jendela berteralis, menghindu bau tanah sebab hujan yang turun. Tv ia biarkan melonglong sendirian di ruang tengah. “Hujan pergilah datanglah lain hari, Nada ingin bermain… hujan pergilah~” kidung masa kecil dinyanyikan dengan ceria.

“Cepat!! Kita nggak punya waktu!” suara sumbang sang ibu sedikit bergetar. 

Cicitan ibu bernada gusar membangkitkan Nada untuk menoleh ke sumber suara. Mata indahnya menangkap Dara yang tengah tergesa meraih tas yang menggantung di pintu. Kakinya menderap buru-buru. 

“Mau kemana?” tanya Nada kecil. “Kok buru-buru?” tambahnya. 

“Ayah, Dek!” suaranya pelan nyaris tak terdengar. Dara menghampiri adik kesayangannya. Mencekal dua buah bahu yang masih menegang.

“Ayah kenapa?” tanya Nada sedikit meninggikan suara. 

“Ayah kecelakaan, Dek,” balas Dara, air matanya sudah menggantung di pelupuk netra.

Tangan Nada meremas roknya sendiri. Hingga mencengkramnya kuat. Sama halnya Dara, Nada pun kelepasan mengeluarkan air mata.

Suara deringan telepon mengurungkan niat mereka untuk segera pergi. Sang ibu memilih mengangkat panggilan lebih dulu.

Sedangkan Nada masih membeku, menikmati tangisan yang semakin memupuk.

“Ayah meninggal, Dara!” suara ibu bergetar hebat, tangannya menggenggam gagang telepon rumah. Tubuhnya perlahan layu, menyeret punggung yang masih bersandar di dinding untuk jatuh.

Kalimat itu kontan membuka mata kedua kakak beradik. Tas yang digenggam Dara jatuh perlahan. Sementara Nada, tubuhnya sudah bertumpu tanah. Ia tak mampu menahan lunglai di lututnya.

“Apa, Bu?” Seakan tak percaya, Dara bertanya untuk memastikan ia tak salah dengar.

“Ayah kamu sudah nggak ada, Nak!” 

Ternyata pendengarannya sangat berfungsi. Kenyataan ayahnya sudah tidak ada di dunia menurunkan hasrat hidupnya kembali.

Nada bangkit, menyeret Dara keluar. “Ayo, Mbak! Ayo temui Ayah!” ajak Nada. “Nada pengen mastiin sendiri, Ayah pasti masih hidup. Dokter salah memvonis Ayah,” seru Nada yakin.

Mereka lantas bergegas menuju jalan besar untuk mencegat taksi yang lewat.

▪️▪️▪️

Salah, tebakan Nada salah. Tuhan punya cara agar umatnya kembali ke sisinya dalam keadaan baik. Dan mungkin, versi terbaik yang dipilih Tuhan untuk ayahnya adalah saat pulang mencari nafkah buat keluarga. 

Sumpah, kalau ia bisa memilih. Nada akan memilih berlari di tengah ladang, agar ia tak melihat dunianya berhenti tanpa ayah. 

“Mbak, terus siapa yang pijitin kaki Nada kalau Nada jatuh? Terus siapa yang tiba-tiba ke sekolah cuman nganterin es krim? Mbak jawab, Mbak!!” 

A Love RewrittenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang