Bab 1.3

385 56 23
                                        

0.3. Jejak Kelam

Riuh suara orang bersahutan. Kata tolong terus terlontar keluar. Doa-doa minta keselamatan terus memekakan telinga dari segala arah. Di sudut ruang, ada wanita kecil meraung meratapi nasibnya. Terhimpit di tengah reruntuhan bangunan. Tak ada yang menolong, hanya ia sendirian.

Lelaki kecil datang tergesa mengedarkan pandangan. Tubuhnya tiarap bagai sebuah tawanan yang kabur dari perang. Meski jalannya sedikit terjal karena dua lempeng bumi bergesekan. Ia tetap tak peduli, bahakan material kecil itu terus jatuh menimpanya. Yang ia butuhkan sekarang adalah orang yang disayanginya kembali bersama. 

Dinding tampak berderak, suara gemuruh dari dalam tanah terus menggulung memuncak. Hingga tak sedikit orang yang membludak ke jalanan mencari tanah lapang. 

“Mas Bara….” Sisa tangan yang menjulur, semuanya sudah tertimbun. Gadis itu terus mengucapkan kata itu dengan air mata melereng jatuh.

Lelaki kecil disana mempercepat langkah. Sekarang ia berdiri membungkuk, karena tiarap tak membuat kecepatan menolongnya bertambah. Masih dua pijakan, ia harus mundur karena satu pilar roboh tepat di depannya. Terhentak jatuh tak bisa menahan guncangan dan rasa terkejutnya secara bersamaan. “Sherin!!” Lengkingan suaranya tak bisa menembus gadis kecil yang terkubur bangunan.

“Mas Bara, tolongin Sherin….” Suaranya bergetar, setiap detik semakin lemah. Hingga jantung itu tak berdetak kembali. Akhirnya, guncangan bumi menelankan nyawa satu penghuninya.

“Sherin…!! Kamu dimana?” Masih mencoba berusaha, berharap Tuhan berpihak kepada adik kesayangannya. 

“Mas Bara! Mas Bara!!” Suara berganti menjadi perempuan setengah tua. Bersahutan dengan ketuk pintu beruntun tak sabar.

Bara membuka matanya dengan nafas tersengal-sengal. Tubuhnya berkeringat hebat. Ia bangun, melipat lututnya. Ia peluk kakinya sendiri penuh sesal.

“Mas Bara! Ada Mbak Mira!” Itu asisten rumah tangga Bara. Yang sudah mengabdi puluhan tahun bersama sang nenek. 

Bara melirik pintu kamar yang sempat mendistraksi mimpi buruknya. Menghela nafas sejenak, ia segera beranjak dari tidur untuk membuka pintu kamarnya.

“Iya, Bi?” Pintunya dibuka lebar, menampilkan wanita tua dengan rambut penuh uban bersama wanita cantik tinggi berpakaian rapi. “Apa kamu tidak bisa menghandle sendiri?” Kata itu ditujukan ke wanita muda sebelah asisten rumah tangganya.

Wanita muda itu tersenyum, sedangkan wanita tua lainnya pergi setelah menundukkan kepala sopan ke Bara.

“Ini!” Mira menunjukkan sebuah makanan di kotak bekal berbahan stainless. “Mbak Dara tadi titipin ini, jadi saya antar.” 

Bara berdecih, “saya bisa ambil sendiri. Nggak usah repot-repot kesini.” Melangkahkan kaki masuk ke kamar. “Taruh di situ saja!” Menunjuk ke arah nakas kosong di samping tempat tidur.

Mira menurut, meletakkan benda tersebut ke atas nakas. 

Deringan ponsel terdengar dari arah ranjang. Bara lantas menghampiri, mengangkat panggilan dari nama yang bertuliskan Dara.

“Iya, Sayang?” 

“Mas Bara, tadi makanannya aku titipin Mira tapi ternyata salah Mas! Itu bekalnya Nada,” jawab Dara dari seberang telepon.

Melihat sekilas kotak tersebut di atas nakas, Bara memejamkan matanya seraya membuang napas. 

“Mas tolong antar ke Nada sekarang ya Mas! Dia keburu kelas nanti! Oh iya sama sekalian ambilin celananya Nada di rumah, nanti coba tanya ke Ibu!” cerocos Dara.

A Love RewrittenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang