3

1 0 0
                                    

"Pop?"

Sebuah kata lirih yang Syera ucapkan sesaat segerombolan makhluk berpenampilan tak wajar semakin dekat, semakin mengelilingi mereka. Udara sekitarnya terasa semakin mencekat pula. Rasa takut dan panik semakin menjalar.

Tanpa babibu, kakeknya segera menyembunyikan Syera di sebuah cerukan dengan batu besar di atasnya. Begitu pula dengan pengetahuan yang selalu diajarkan, Syera bersembunyi di antara timbunan salju menutupi dirinya. Tindakan yang cukup mengejutkan bagi dirinya sendiri namun ia cukup bangga dengan refleks yang semakin terasah.

Menutup mulut serapat mungkin dan tangan yang terus memastikan belati nya masih berada di balik jaket. Tubuhnya tidak lagi dapat merasakan udara dingin yang sebelumnya ia keluhkan sesaat sebelumnya. Bahkan ia berpikir bukan waktu yang tepat untuk mengeluh. Apa yang ada di depan mereka saat ini, jauh lebih mendesak.

This is not training, right?

Syera kecil tidak tahu apa yang harus ia pikirkan kini. Semua semakin berdengung dari kepala kecilnya, pertanyaan demi pertanyaan lain yang kini berkeliaran secara acak dan tidak jelas.

...

Kembali ke saat Syera dan kakek Neven berjalan ke arah Utara setelah berpamitan dengan ibunya. Syera seperti biasa berada di atas pundak kakeknya. Sesekali kakeknya membiarkan Syera untuk berjalan menerjang timbunan salju sendiri. Membiasakan tubuhnya mengenali medan yang beku dan penuh tumpukan salju. Membiasakan tubuhnya dengan suhu dingin dari salju yang mengeliling tubuhnya. Memahami medan agar dapat bergerak dengan mudah saat diperlukan, termasuk mengetahui seberapa aman permukaan yang akan dan yang mereka lewati.

Permukaan yang tampak padat bisa saja hanya berupa lapisan tipis dengan salju menutupi atasnya. Menjebak. Sementara pria tua itu selalu berkata, hanya orang bodoh yang pergi ke wilayah tidak aman tanpa mempersiapkan diri dengan baik. Oleh sebab itu, sang kakek kerap kali dengan ketat mengajari Syera bagaimana bertahan hidup dalam kondisi dan situasi apapun. Tidak hanya secara teori yang Syera pelajari dari buku maupun secara verbal oleh sang kakek di rumah, namun kakeknya ingin sang cucu juga belajar praktiknya secara langsung. Agar ia tidak menjadi salah satu orang bodoh yang bermodal nekat.

Beberapa area memiliki ketinggian salju yang berbeda. Ada yang hanya sebatas betis, pinggang, dada, hingga tidak mungkin Syera bisa melewati salju dengan tinggi melewati tubuhnya.

Selama perjalanan, tidak bosannya sang kakek membahas segala hal yang berkaitan dengan strategi bertahan hidup. Dimulai dari mempersiapkan kondisi fisik tubuh, perlengkapan/persediaan selama perjalanan, hingga bagaimana mencari jalan keluar ketika tersesat, hingga bagaimana menyelamatkan diri ketika sendirian. Kadang kala Syera mengeluh pada ibunya karena sang kakek seperti burung beo atau kaset rusak, begitu pula sang ibu yang terkadang mengeluh karena bosan mendengar ayahnya demikian. Walau demikian, sang kakek tidak pernah berhenti, ia justru akan balik mengomel dan mengatakan, "you'll never live long enough in this snow if you're not studying enough." , atau "stop being lazy, or you won't be able to survive much longer."

Sang kakek percaya, bahwa setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru manapun. Namun ada pula dengan kasus tertentu yang tidak dapat melakukannya. Maka mereka termasuk dalam kelompok yang lemah dan kemungkinan untuk bertahan hidup yang kecil.

Asik dengan pembahasan bertahan hidup, bertarung, melindungi diri, hingga menyelamatkan diri. Syera menangkap sesuatu yang asing dari sudut telinga dan matanya. Suara dan pergerakan asing datang dari jauh. Walaupun masih terbilang subuh dan makhluk hidup lain masih tertidur, namun ada makhluk lain yang sudah terbangun. Bukan hanya Syera, kakeknya atau ibunya. Suara langkah yang jauh namun juga dekat, membuat Syera bergidik. Ia menoleh ke arah kakeknya dan melihat adanya perubahan bahasa tubuh dari pria tua itu.

SYERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang