4

2 0 0
                                    

Syera menerobos timbunan salju yang tinggi dan dingin dengan sepasang kaki pendeknya. Ia bergerak sekuat tenaga melewati tumpukan salju yang hampir setinggi dadanya. Dengan mengandalkan batang pohon dan bebatuan yang mencuat dari balik salju, Syera berhasil setidaknya bergerak lebih cepat dari mereka yang berusaha menangkapnya dan tentu saja harus menerima serangan brutal dari kakek Neven yang bergerak lebih cepat dari mereka semua.

"Nice pop!" ucap Syera yang tentu tidak cukup nyaring untuk bisa didengar kakeknya yang sibuk mengayunkan senjata kepada para musuh. Sebuah tongkat besar yang dirancang dan dimodelkan sendiri oleh kakeknya itu memiliki bilah pisau tersembunyi dan dapat disembunyikan. Sehingga senjata itu akan tampak seperti tongkat biasa.

Sementara Syera melarikan diri, melompat-lompat dan membuka salju dengan tubuhnya yang terus ia seret menembus dinding salju. Sepanjang perjalanan yang terasa sangat lama itu, Syera terus kepikiran dengan ibunya. Walaupun ibunya adalah wanita tangguh yang juga mengerti menggunakan senjata tajam untuk berburu, namun kini bukan dia sebagai pemburu, melainkan dia yang diburu.

Sepanjang perjalanan, pikiran Syera semakin tak karuan ditambah dengan kondisi salju yang entah bagaimana jauh lebih tebal dari yang lain. Lebih tinggi dan lebih dalam. Membuatnya lebih kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya. Belum lagi ia mulai kembali merasakan suhu dingin yang kini menyelimutinya. Ia kesal. Ia merasa tidak berguna.

Bukan sekali dua kali, saat ia harus diam di rumah sementara ibu dan kakeknya pergi berburu. Memikirkan kemungkinan terburuk di mana salah satu dari mereka mengalami kejadiaan nahas saat berburu. Namun tidak pernah sekalipun Syera memikirkan kemungkinan sebaliknya. Di mana giliran mereka yang diburu. Tidak ada di salah satu skenario nya.

Dengan tubuh kecilnya melewati dan melawan tumpukan salju yang menghalangi tiap langkahnya, tidak membuat Syera menyerah. Ia tetap memaksa tubuhnya bergerak ke arah selatan, ke arah ibunya. Dengan harap cemas, Syera mengepalkan tangannya. Menggerakkan seluruh tubuhnya langkah demi langkah. Terus melangkah dan berdoa agar semuanya baik-baik saja. Kepada siapa dia berdoa pun ia sendiri tidak tahu. Dalam hidupnya, Syera tidak pernah diajarkan soal agama. Tidak hanya dalam keluarganya, tetapi juga di sekitarnya. Setidaknya, setelah apa yang terjadi beberapa tahun silam yang mengakibatkan runtuhnya kepercayaan pada sesuatu yang tidak berbentuk. Walau demikian, ada setidaknya keluarga yang meyakini adanya Tuhan.

Dalam perjalanannya yang semakin jauh, ia tidak lagi mendengar suara yang dihasilkan dari pertarungan kakeknya. Tempat ia berada sekarang merupakan tempat yang dipenuhi banyak pohon pinus besar dan lebar, membuatnya teduh dan gelap ditambah dengan kabut salju yang belum juga berkurang. Apa yang ada di belakangnya mulai tampak kabur. Tidak ada pula suara tabrakan antar benda padat. Atau mungkin, Syera terlalu fokus dengan apa yang ada di kepalanya. Suara dikepalanya mungkin saja jauh lebih nyaring, lebih berisik ketimbang suara lain yang ada di luar kepalanya.

Sesekali ia akan menemukan pohon, ranting, batu besar yang bisa digunakan untuk membantunya bergerak maju. Tanpa menoleh ke belakang, ia harus tetap maju. Entah sudah sejauh mana, kaki kecilnya tidak mungkin bisa membuatnya pergi terlalu jauh. Sesekali ia akan berhenti hanya untuk memastikan arah yang ia tuju tidak salah.

Dengan sekuat tenaga terus menggerakkan tubuhnya sekaligus membuang pikiran liar tak berdasar di kepala mungilnya, Syera, anak perempuan 10 tahun yang berkeliaran sendirian di antara tumpukan salju di antah berantah, untuk pertama kalinya merasakan adrenalin yang asing baginya. Adrenalin yang membuatnya terus memikirkan kemungkinan buruk tanpa bisa mengesampingkannya. Kemungkinan terburuk yang terus datang dan menghantui. Padahal ia bisa saja mengabaikannya, dan fokus pada apa yang ada di depan.

Namun adrenalin itu seakan siap mengambil alih. Berpindah dari satu pikiran ke pikiran lain. Beberapa kali Syera mendapati dirinya tengah berkelahi dengan dirinya sendiri. Atau menertawakan dirinya sendiri karena bertingkah konyol.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SYERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang