Rabu abu. Awan mendung yang sedari minggu lalu bergelantungan di langit itu masih belum menumpahkan air yang dibawanya. Suasana sejuk mendayu yang nyaman membuat rasa kantuk mendera. UKS bahkan jauh lebih penuh dibandingkan saat lusa lalu. Jam kosong, molor, dan tugas santai menjadi alasan beberapa siswa tepar dimana-mana. Termasuk di dalam kelas 12 MIPA 3.
Pelajaran Pendidikan Pancasila kali ini memiliki jam yang luwes. Bu Edna mengatur kelas untuk mengerjakan tugas selagi beliau mengawasi dari kantor. Hal ini tentu saja langsung disambut sorak bahagia seisi kelas. Tugas belakangan, tidur dahulukan.
Tapi ada beberapa orang saja yang tidak mengikuti prinsip tersebut dan dengan patuh melaksanakan perintah Bu Edna.
"Yang ini kelas sebelah udah belom, sih?" Tama menggaruk kepalanya gemas. Tugas ini cukup mudah sebenarnya tapi juga tricky.
April mengambil inisiatif untuk menanyakan kepada seorang teman di kelas sebelah, "Gue tanya temen gue dulu"
"Tolong ya, Pril. Gue juga coba tanya temen gue dulu" balas Mandha.
Bagian tengah kelas ini yang paling sibuk. Penduduk area tersebut sudah jelas anak-anak ambis yang memiliki mindset: daripada gabut lebih baik melakukan kewajiban. Sangat berbanding terbalik dengan sudut kelas.
Tas menjadi bantalan kepala. Kaki diselonjorkan ke depan. Tangan sebagai bantal tambahan atau sangga handphone. Sebelah kanan kiri kelas penuh cowok-cowok yang memilih merebahkan diri untuk tidur atau bermain games daripada mengerjakan tugas yang tinggal di-googling saja.
"Mabar mabar !!" seru Resa yang baru saja memasuki kelas disusul tiga orang dibelakangnya, Gio, Naufal, dan Akziz dari kelas sebelah.
Seruannya itu disambut protesan oleh mereka yang sudah tepar, menganggu katanya. Resa mencibir, ia mengajak ketiga temannya yang ia 'culik' itu untuk bergabung bersama Ali dan Yofi di pojok kiri kelas. Baru saja Gio mendudukkan bokongnya, umpatan Naufal dan Akziz berhasil membuatnya tegak berdiri. Terutama saat matanya menangkap seseorang berseragam di pintu kelas. Bu Edna dengan santainya memasuki kelas setelah mengucap salam dengan senyum lebar dibibirnya.
"Jancok" desis Ali pelan.
"Tai Res, kata lu jamkos" Naufal menatap Resa jengkel dan langsung mengajak kedua temannya pergi. Meninggalkan Resa yang kebingungan.
"Sudah sampai mana mengerjakannya?" tanya Bu Edna.
"Sampai kebawa mimpi, Bu" jawab Hosea asal disusul tawa dari yang lainnya.
"Gimana, Hos?" Bu Edna yang semula duduk di kursi guru memilih berjalan mendekati meja siswa setelah melihat bangku-bangku tidak tertata rapi.
"Eh, ayo yang dibelakang. Duduk yang bener. Itu kursi siapa mojok banget itu" serentak anak-anak yang lain menoleh ke belakang untuk melihat apa yang dimaksud Bu Edna.
"Kursi Dean, Bu. Masih bobo siang itu, Bu hahahah"
"Iya, Bu. Sampai ngeces saking nyenyaknya"
"Siram air aja Bu, biar bangun"
Dan berbagai sahutan lainnya dari anak-anak yang memang berada di dekat kursi tersebut. Bu Edna pada akhirnya mendekat, menggelengkan kepala melihat Dean yang sedang rebahan ria di lantai kelas. Posisinya telentang dengan kedua tangan diatas perut memegang handphone. Tas milik Yofi, teman sebangkunya bahkan menjadi bantal. Sementara tas miliknya berada di atas kaki, menutupi separuh kakinya. Entah sudah berapa posisi yang Dean lakukan selama tidur hingga bagian bawah seragamnya terangkat sedikit. Menampilkan otot perutnya yang menyembul dari balik seragam.
"Ini gimana kok ga dibangunin si Dean" Bu Edna memposisikan diri berjongkok di sebelah Dean. Disenggolnya berkali-kali lengan yang sedang tidur sambil sesekali menyebutkan namanya.