PESONA SENYUMANNYA

197 58 18
                                    

LUCAS

Ada sesuatu yang berbeda dari Nona May belakangan ini. Aku tahu dia bukan wanita biasa, tapi sejak dia memintaku menangani klien terakhir kami minggu lalu, dia terlihat gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang berat yang tak bisa dia lepaskan. Tatapannya terasa lebih dalam, dan langkahnya melambat, seakan-akan dia membawa beban yang tidak ingin dia perlihatkan padaku.

Aku yakin dia tidak sedang berbicara dengan siapa pun saat itu—hanya ada kami berdua di mansion ini karena Bu Ella dan Pak Ito telah menyelesaikan pekerjaan mereka. Tapi tetap saja, aku merasa dia menyembunyikan sesuatu. Apakah ada hal tentang dirinya yang tidak kuketahui? Kadang-kadang aku merasa Nona May menyimpan rahasia yang tak ingin dia bagikan padaku.

Bahkan saat aku menceritakan kisah tentang kematian ibuku—bagaimana dia meninggal karena sakit ketika aku masih kecil, dan bagaimana ayahku mengakhiri hidupnya tak lama setelah itu—Nona May memandangku dengan cara yang aneh. Seolah-olah dia sudah tahu semua yang aku ceritakan. Bukan berarti aku merasa terganggu, tapi tatapannya terasa... mengganggu, seperti dia tahu lebih banyak dari seharusnya.

Aku hanya berharap dia tidak menyembunyikan sesuatu yang akan membuatku khawatir, seperti sekarang. Dia juga akhir-akhir ini tidak fokus pada pekerjaannya, meminta lebih banyak waktu istirahat dari biasanya.

"Nona, apa Anda baik-baik saja? Haruskah kita memanggil dokter?" tanyaku, nada kekhawatiran terdengar jelas dalam suaraku, berharap mendapatkan kepastian.

Dia menggeleng pelan dan memberikan senyum lemah, seolah-olah ingin meyakinkanku bahwa semuanya baik-baik saja. "Tidak perlu," jawabnya dengan suara lelah. "Aku hanya butuh istirahat sejenak dari mendesain."

Mendengar itu, aku paham dia ingin sendirian. Tidak ingin mengganggunya lebih jauh, aku perlahan menutup pintu kamarnya, meninggalkannya untuk beristirahat. Namun, rasa khawatir itu masih bersarang di pikiranku.

Keadaannya secara fisik tampak semakin lemah belakangan ini, hampir seperti dia sedang tidak sehat. Ini mengingatkanku pada ibuku sebelum dia meninggal. Dia juga mulai sering beristirahat, lebih banyak waktu untuk dirinya, sebelum penyakitnya akhirnya mengambil alih.

Memikirkan ibuku menarikku kembali pada kenangan yang coba aku tinggalkan. Bagaimana dia meninggal begitu muda karena penyakit yang tak bisa disembuhkan. Dia sering berdoa agar aku tidak perlu menderita nasib yang sama, mengetahui bahwa itu adalah kondisi keturunan. Dan ayahku... dia terlalu mencintainya. Terlalu banyak hingga dia kehilangan dirinya sepenuhnya, bahkan tidak memikirkanku saat dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya setelah kepergian ibuku.

Tapi semua itu sudah berlalu. Tidak ada gunanya terus memikirkannya. Aku tahu hidupku sekarang lebih baik. Bersama Nona May di mansion ini, aku menemukan stabilitas. Aku tidak perlu lagi memikul rasa sakit kehilangan. Semua kebutuhanku terpenuhi. Aku sudah cukup. Aku harus bersyukur. Tidak ada lagi yang perlu aku harapkan.

Namun, aku tak bisa berhenti mengkhawatirkan Nona May. Aku hanya berharap dia benar-benar baik-baik saja. Karena aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika sesuatu terjadi padanya.

Setelah beberapa waktu, Nona May berhenti keluar dari kamarnya untuk makan siang bersamaku. Khawatir, aku memutuskan untuk membuatkan sup untuknya dan mengetuk pintunya untuk memastikan keadaannya.

"Masuk."

Aku membuka pintu dan melihatnya berbaring di tempat tidur, mengenakan gaun tidur. Perlahan, dia duduk saat aku membawa makanan, meletakkannya di nampan lipat yang sudah disiapkan di atas tempat tidurnya.

Bahkan setelah mengenalnya selama dua tahun, kadang-kadang aku masih belum terbiasa dengan penampilan Nona May. Bahkan dalam keadaan santai, dengan rambut hitamnya yang sedikit berantakan dan sikapnya yang lebih lembut, dia tetap terlihat begitu cantik, begitu memikat. Itu membuatku, yang enam tahun lebih muda darinya, bertanya-tanya apakah wajar merasa seperti ini padanya.

"Lucas?"

Suaranya membangunkanku dari lamunan saat dia menyadari aku melamun saat menyiapkan makanannya. Aku cepat-cepat mengusir pikiran itu, menyadari betapa berbahayanya pikiran seperti itu.

Ini buruk. Aku tidak boleh membiarkan diriku memikirkan hal seperti itu tentangnya lagi. Mungkin itu tidak sopan, dia mungkin tidak akan pernah membiarkanku memikirkan hal seperti itu.

"Apa yang kau pikirkan begitu serius?"

Nona May bertanya, perlahan menyuapkan sup yang kubuatkan untuknya.

"Itu rahasia," jawabku dengan sedikit senyum, mencoba mengalihkan perhatian.

Meski aku menyebutnya rahasia, aku bisa merasakan pipiku memerah hanya dengan memikirkannya. Nona May tampaknya menyadarinya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Sebaliknya, dia tersenyum lembut dan memuji supnya.

"Wow, masakanmu memang yang terbaik!"

Senyumnya yang lebar mengejutkanku, dan aku tidak bisa menahan diri untuk ikut tersenyum. Benar, ini seharusnya cukup bagiku—melihat senyumnya seperti ini. Apa pun perasaan yang telah kusimpan selama dua tahun terakhir, aku harus mengingatkan diriku sendiri untuk tidak berharap lebih.

Aku menarik kursi dan duduk di samping tempat tidurnya, menunggu dia menyelesaikan makanannya. Selama itu, kami berbicara lagi, seperti yang sering kami lakukan.

"Kau tahu," dia memulai, meletakkan sendoknya sejenak, "aku sangat suka melihatmu tersenyum. Anak lelaki yang dulu mencuri bunga dari tamanku itu dulu begitu pandai menyembunyikan senyumnya."

"Ah, ayolah, Nona. Tidak ada yang istimewa dari senyuman saya. Jangan menggoda saya seperti itu."

Nona May tertawa mendengar jawabanku, suaranya ringan dan tulus. Itu adalah suara yang terasa seperti melodi, begitu murni hingga membuat ruangan terasa sedikit lebih hangat.

Saat aku duduk di sana, mendengarkan tawanya, aku menyadari sesuatu. Tidak peduli seberapa keras aku berusaha melepaskan perasaan ini, momen seperti ini membuatnya mustahil. Tapi untuk saat ini, ini sudah cukup—berada di sisinya, melihatnya tersenyum, dan mendengar tawanya. Ini seharusnya cukup, bukan?

———

Author's Note:
Point of View berganti ke Lucas yang sekarang menjadi seseorang yang berbeda,
saya berusaha untuk mengubah gaya menulis saya, tapi ini susah!
Saya harap, akan ada perbedaan walaupun hanya sedikit.

In the Footsteps of Time: May the Flower BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang