MAY
Aku adalah seorang wanita yang dipaksa untuk menikah lebih cepat daripada kebanyakan orang. Itu adalah kutukan dari ibuku saat dia sekarat: aku harus menikah agar bisa menjalani hidup terbaikku.
Benar saja, ayahku ingin menjualku kepada pria lain seolah-olah itu bukan hal yang besar. Pernah ada seorang pria datang untuk melamarku. Dia baik, tampan, dan kaya. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya, apalagi ayahku setuju. Tapi aku muak memikirkan bahwa ayahku akan mendapatkan keuntungan dari pernikahanku. Uang yang diberikan calon suamiku nanti hanya akan dipakai ayahku untuk mabuk-mabukan, sementara aku harus melayani calon suamiku dan ayahku saat itu. Aku? Menikah hanya karena dipaksa? Tidak mungkin!
Untuk melarikan diri dari ayahku, aku mencari perlindungan pada teman-temanku. Aku cukup dekat dengan sekelompok anak-anak kaya yang tinggal di pedesaan. Mereka menawarkan jalan keluar: sebuah mansion jauh dari kota, sebagai gantinya, aku harus mendesain pakaian untuk pesta-pesta mereka. Itu bukan kesepakatan yang buruk. Aku suka membuat gaun, dan mansion itu akan memberiku kebebasan yang aku inginkan. Tidak ada yang mau tinggal di sana karena rumor konyol tentang rumah itu yang katanya berhantu atau terkutuk, tapi aku tidak peduli dengan omong kosong itu.
Illinaya, sahabatku, yang memberiku tawaran itu, dia juga membantuku mengurus detailnya. Sebelum menerima, aku memastikan untuk memeriksa mansion itu sendiri. Aku ingin tahu apakah tempat itu aman sebelum aku menyebutnya sebagai milikku. Setelah yakin, aku diam-diam pindah ke sana tanpa memberitahu ayahku.
Mansion itu besar tapi sudah lama terbengkalai. Tak ada yang tinggal di sana selama lima tahun, jadi kondisinya kotor dan banyak yang rusak. Aku menghabiskan semua tabunganku untuk memperbaikinya, menjadikannya rumah sekaligus tempat kerjaku. Tiga tahun kemudian, aku masih di sini, tinggal di mansion yang sama dan menjadi desainer pakaian yang sukses.
Rumah ini berhantu? Tidak, tentu saja tidak. Rumah ini hanya tua. Imajinasi orang sering berlebihan, tapi aku tahu pasti tidak ada yang supranatural di sini. Bagaimana aku tahu? Karena kutukan kedua dari ibuku: aku bisa melihat Malaikat Kematian.
Sejak ibuku meninggal, aku bisa melihat Malaikat Kematian yang mendekati orang-orang sebelum mereka meninggal. Di rumah ini, tak ada Malaikat Kematian yang berkeliaran, jadi aku tahu tempat ini tidak berhantu. Sedangkan hantu? Aku tidak bisa melihat mereka. Bahkan jika bisa, aku rasa mereka tidak akan lebih menakutkan daripada Malaikat Kematian.
Entah kenapa, hal-hal baik selalu datang padaku setelah aku tinggal di sini. Aku mencapai mimpiku untuk punya banyak uang karena pekerjaanku. Setiap hari aku membuat pakaian yang membuat orang terkesan dengan desainnya. Saat aku terbangun, ide-ide baru terus saja datang, seolah-olah aku sedang dirasuki. Kadang aku berpikir, jangan-jangan aku ini hantu di mansion ini. Mungkin seorang desainer pakaian merasukiku, membantuku mendapatkan inspirasi sebagai imbalan tinggal bersamaku-pikiran yang konyol karena pada kenyataannya aku tinggal sendirian di sini.
Tentu saja, sekarang aku sudah mempekerjakan beberapa pelayan, tapi mereka semua terlalu takut untuk tinggal semalaman. Hanya Ella, pembantu setiaku, yang pernah tinggal di sini cukup lama. Dia satu-satunya selain diriku yang tidak takut dengan mansion ini. Tapi sekarang dia sudah menikah dan akan punya anak, jadi dia pindah ke rumah barunya bersama suaminya, meski dia masih bekerja untukku di siang hari.
Dan begitulah, aku sendirian lagi. Tapi kesendirian ini adalah pilihanku. Keinginan ibuku agar aku menikah dan menemukan kebahagiaan dengan orang lain terasa begitu jauh dan tidak penting bagiku sekarang. Pernikahan bukan untukku. Aku sudah berdamai dengan hidup sendiri.
"Nona?"
Suara Ella membuyarkan pikiranku. Aku sedang melamun lagi.
"Maaf, ada apa?" tanyaku.
"Nona, kami menangkap pencuri yang memotong bunga-bunga di taman. Seorang anak laki-laki. Apa Anda ingin menemuinya?"
Ah, pencuri itu. Beberapa hari yang lalu, tukang kebunku, Ito, marah besar karena ada yang mencuri bunga langka dari taman. Itu bunga-bunga mahal yang aku kumpulkan selama perjalananku. Ito bahkan lebih marah daripada aku, menganggap ini sebagai penghinaan pribadi.
"Bawa dia ke sini," kataku. "Tapi jangan sakiti dia. Kalau dia hanya anak kecil, aku yang akan menanganinya."
Ella tersenyum mendengar jawabanku. Dia tahu aku punya kelembutan untuk anak-anak. Aku menyeruput tehku dan menunggu anak itu dibawa ke hadapanku. Ito menyeretnya masuk sambil mengomel. Anak itu tinggi dan kurus, dengan rambut hitam berantakan dan mata biru mencolok. Pakaiannya kotor, wajahnya penuh perlawanan, meskipun ada ketakutan tersembunyi dalam sikapnya.
"Berapa umurmu?" tanyaku tenang. "Dan kenapa kau mencuri bunga-bungaku?"
"Aku sembilan belas," jawabnya tajam. "Dan kenapa kau peduli?"
"Tapi kau menjawab pertanyaan pertamaku," kataku dengan senyum kecil.
Dia tidak menjawab, jelas tidak tahu harus merespon apa terhadap nada tenangku. Sementara itu, Ito sangat marah.
"Nona, kita panggil polisi saja! Dia pencuri!"
Aku menggeleng. "Tidak, Ito. Aku punya rencana lain."
Anak itu tampak terkejut mendengar kata-kataku, dan sikap kerasnya sejenak goyah. Tapi bukan rasa takutnya yang menarik perhatianku.
Di belakangnya, aku melihat Malaikat Kematian. Kehadirannya sangat jelas. Anak ini tidak punya banyak waktu lagi—mungkin beberapa tahun, mungkin hanya beberapa bulan, aku tidak tahu.
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Kenapa kau ingin tahu?" dia membalas dengan tajam.
"Beritahu saja, dan aku tidak akan melapor ke polisi," kataku, masih dengan nada tenang.
Setelah jeda, dia bergumam, "Lucas. Hanya Lucas."
"Baiklah, Lucas," kataku sambil menatap matanya.
"Maukah kau bekerja untukku di sini?"
———
Author's Note:
Bagaimana chapter 1?
Saya harap pembaca tidak lelah dengan narasi panjang May di awal chapter.
Kedepannya, saya akan memperbaiki banyak hal lagi, saya harap kalian akan bertahan!
KAMU SEDANG MEMBACA
In the Footsteps of Time: May the Flower Bloom
ParanormalMay tinggal di sebuah mansion tua yang sunyi dan jauh dari kehidupan yang pernah dia kenal. Terkutuk oleh mendiang ibunya, dia hanya bisa menemukan kebahagiaan melalui pernikahan-takdir yang dia tolak mentah-mentah. Namun, kutukan keduanya jauh lebi...