01. Kehadiran Ferra

14 4 0
                                    

Di sudut kota Surakarta, kota yang dikenal asri dan terkenal oleh keindahan budayanya. Tinggal lah keluarga kecil Ferra disana.

     Di dalam gang kecil di tengah perkampungan tampak rumah berwarna biru, yang merupakan rumah Ferra dengan nomor 15. Rumah Ferra tampak cantik dengan pohon hijau di depan rumahnya. Rumah tersebut terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisi kamar besar 2, 1 kamar kecil dan dapur. Lantai kedua hanya untuk menjemur baju. Saat membuka pintu kalian akan menemukan ruang tamu, dengan banyak bingkai foto Ferra dan kakak nya. Serta patung salib diatas jam dinding rumah mereka.

      Ferra yang tengah menyiram tanaman depan rumah nya dikejutkan dengan suara kencang barang berjatuhan.

pyaarrr pyaarr

      Dengan wajah panik Ferra menuju sumber suara tersebut. Tak disangka suara itu berasal dari dapur rumahnya, ia menemukan Mama nya yang tergeletak dilantai. Dengan suara nyaring Ferra mengentikan pertengkaran itu.

      "Ada apa ma?!? papa bisa stop buat nyelakain mama ga? PA KASIAN MAMA"
      "FERRA, PAPA JUGA CAPEK BEGINI, MAMA KAMU SELALU AJA NGOMEL TANPA HENTI TENTANG UANG, KAKAK MU DIA GA BISA BANTU APA-APA DIA MASIH KULIAH, SEDANGKAN KAMU, LULUS AJA LAMA NYA MINTA AMPUN", Jawab papa dengan kemarahan nya
     "Pa, bukannya selayaknya anak SMA lulusnya 3 tahun kan pa?, kenapa aku dituntut buat cari uang padahal aku lulus aja belum!", jawab Ferra dengan acuh.

     Ferra dengan sedih hati meninggalkan papa nya dan membawa mama duduk di ruang tamu.

      "Mama minum dulu, nanti kita bicarain lain kali ya"

     "Maafin mama ya Ferra, mama ga bisa jadi mama yang hebat buat Ferra", jawab mama dengan sedikit gemetar.
     "Mama ga usah pikirin itu dulu, kita obatin luka mama ya, habis itu aku mau pergi sebentar", kataku sembari menenangkan mama.
    "Iya Fer, makasih ya nak"

☆☆☆

tinn.. tinn..

"Ferraaa.. ini akuu Andraa"
"Sebentar yaa Andd"

     Perkenalkan dia Andra kekasih ku, kita sudah berpacaran semenjak SMP. Kita satu SMP dan menjadi teman. Tanpa sadar kita saling menyukai.

     "Yukk, ditunggu mama dirumah", ajak Andra
     "Iya Andraaa, let's go", dengan semangat aku menaiki motor Andra

      Aku memiliki Andra disaat semua orang menolakku untuk bahagia. Andra satu-satunya orang yang menyuruhku untuk bertahan dalam hidup ku.

☆☆☆

Aku Marshanda Ferra Agita.
Memiliki keluarga dengan banyak masalah dalam ekonomi. Keluarga kami sering bertengkar apalagi mama dan papa. Komunikasi dalam rumah kami sangat amat BERANTAKAN.

Mama ku bernama Rani, dan Papa ku bernama Gindra. Mungkin nama itu sudah dikenal oleh para penagih hutang di sekitar tempat tinggal ku. Semenjak aku SD, mereka bekerja dari pagi sampai sore.
Kakak ku Clara berkuliah semester 2, dia dikenal sangat cantik dan juga mempunyai pacar bernama Nathen, pacarnya sangat royal dan baik.

Kakek Andreas dan nenek Lusiana merupakan kakek dan nenek ku yang tinggal bersama ku, mereka berjualan bubur lemu, di depan pasar setiap pagi. Mereka sudah seperti orang tua ku sendiri, karna mereka yang menyayangi kita selama ini. Setelah SD aku dan kakak ku dijemput oleh kakek setiap hari. Mereka kadang cerewet sekalii aku sering tidak memperhatikan perkataan mereka, dan memilih tidak mempedulikannya.

Kakek Andreas sudah sakit dari tahun lalu, tetapi tidak pernah berobat kemana pun. Yang bisa ia lakukan hanya berbaring di kasur nya, ia tidak bisa berjalan mau pun keluar kamar. Kamar mereka ada di bawah tangga rumah ku, sempit dan sedikit terlihat kumuh. Ditambah kakek yang sakit, dan hanya dirawat oleh Nenek Lusiana yang senantiasa disampingnya.

Selama kakek sakit, nenek berjualan dengan membayar orang-orang becak ataupun orang pasar untuk membantu pekerjaannya. Mama papa aku dan kakak, sudah sibuk dengan dunia kita masing-masing yang membuat nenek Lusi menyerah dan memilih untuk membayar orang.

☆☆☆

Depan rumah Andra

     "Selamat datang Tuan Putri manis ku, dirumah Andra yang tampann"
     "Ahaha Andra kamuu selaluu aja bikin aku gemes, makasih ya", sambutan manis Andra membuatku senang.

     Aku membuka pintu rumah berwarna coklat, sederhana tetapi hangat. Keberadaan warung makan mama Andra yang ramai kian menambah kehangatan. Rumah Andra tidak besar dengan dua lantai, lantai pertama berisi 2 kamar, dapur, ruang makan, dan ruang tamu. Tak lupa ada ikan di ruang depan rumah Andra, iya ikan lucu ya Andra. Aku disambut eyang Kakung Andra yang tengah membaca koran di ruang depan. Aku bersaliman lalu menuju warung mama Andra untuk bertemu mama Andra.

    "Eh Ferra, udah makan belum?"
,tanya mama Andra
    "Udah kok tante", jawab ku sembari memberikan salim dan pelukan hangat untuk mama Andra
     "Yaudh kalau laper nanti minta Andra ya", jawab mama Andra dengan menatap tajam Andra
     "haha siap tantee", sembari tertawa

     "Dih kayakk apaan aja si maa", jawab Andra sembari memberikan wajah lucunya
     "Fer, keatas yuk aku mau nunjukin sesuatu", sambung Andra

     Andra mengajak ku ke lantai atas rumahnya, lantai atas nya berisi kamar Andra dan juga studio musiknya.
Iya.. Andra suka bermain musik, dia sangat terampil bermain gitar, gitar yang dimainkan Andra selalu manis di dengar.

     Kita memasuki studio musik Andra, dengan banyak gitar di dalamnya. Dia menutup pintu studionya. Lalu mencium ku dengan sangat lama. Tanpa seorang pun tau, kita sering melakukan hal seperti itu tanpa diketahui banyak orang. Kita menjaga rahasia tersebut untuk kita aja.

"Kamu mau lebih dari ini gak, Fer?"
"YA GAK LAH NDRA! kamu gila ya"

      Kami mulai bernyanyi bersama, melupakan kejadian sebelumnya.
Aku tidak pernah bercerita kepada Andra tentang kondisi rumah ku, mungkin tanpa mengatakannya dia sudah mengerti karna aku kerap tiba-tiba menangis sesegukan saat bersama dia.

      Andra orang yang lucu dan unik, dia kerap membuatku tertawa disaat aku menangis. Dia memberikan ku cerita lucu atau langsung memelukku disaat itu juga. Tapi ada satu masalah yang besar bagi kita.

Kita LDR.

       Iya benar, aku dan Andra LDR. Kita menjalani hubungan jarak jauh saat memasuki SMA. Kita memang satu SMP bersama tetapi ia memilih meninggalkan Surakarta. Kadang dia pulang satu bulan sekali dan disaat libur panjang.
Memiliki rasa was-was setiap hari adalah suatu hal yang lumrah untuk hubungan jarak jauh. Kadang berpikir dia tidak setia, atau dia bisa sudah tidak mencintaiku dan sebagainya. Tetapi aku memilih untuk mempercayai nya. Aku percaya bahwa dia akan selalu disisi ku.

"Andra, aku mau pulang udh sore."
"Pulang sendiri kan??", ejek Andra

     Andra kerap mengucapkan hal itu ke aku, padahal aku kurang menyukai perkataan itu.

     "Ndraa.. anterin lahh"
     "Nginep aja kenapa sihh, tidurnya nanti sama mama ga sama aku", jawab Andra dengan mendesak ku
     "Mama ku ga akan bolehin Andraa", menatap Andra sungguh-sungguh.
     "Yaudh ayo pulang"

     Sesampainya di depan rumah, kita berpamitan, Andra membuat tanda salib di dahi ku. Itu sebagai bukti bahwa dia mendoakan aku agar aku senantiasa baik-baik saja. Hal itu sering kita lakukan secara bergantian, sehabis Andra melakukannya, aku akan membuat tanda salib di dahi dia juga.

"Aku pulang ya Ferr"
"Makasih Andra, hati-hati yaa"

Mengapa dia mendesak ku untuk menginap sih.

For FerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang