Bab 6: Mas Adi

1 0 0
                                    

"Anyaaaaaa!" panggil seseorang saat kakiku baru menapaki dua anak tangga. Aku berbalik badan untuk menoleh ke arahnya.

"Heh, Makkkk???" Aku berlari menghampirinya dan segera memeluk laki-laki tambun yang kemayu itu tanpa kikuk. Rambut model koma pada kepalanya yang besar itu dihiasi bando plastik berwarna hitam, katanya untuk menahan poninya agar tak jatuh ke dahinya yang selalu berkeringat. "Kangennnn, ihhhh... akhirnya bisa ketemu lagi," kataku dengan suara parau sambil menepuk perut buncitnya.

"Duhhhh baru juga kemaren ketemu, gayamu itu loh kayak udah nggak ketemu aku belasan tahun," jawabnya sambil tertawa.

"Loh kan emang...," aku menghentikan kalimatku, menatap matanya lebih lama, "jangan mati dulu ya Mak!" Kemudian memeluknya sejenak.

"HEH! Lapo ngomong gitu (ngapain bilang begitu)?" sahutnya dengan logat Surabaya medok.

Aku membalasnya dengan senyum penuh syukur karena bisa bertemu dengan sahabatku lagi.

Aku memanggilnya Cipung, nama aslinya Syaiful. Dia adalah salah satu teman kerja yang paling dekat denganku di kantor Mr. Hwang ini. Dia dipercayai memegang urusan yang lebih rumit terkait izin kerja dan izin tinggal Mister Hwang. Itu sebabnya dia bertugas di kantor Mister Hwang yang lain. Sayangnya, dia meninggal akibat serangan jantung seminggu setelah aku berangkat ke Bali belasan tahun silam.

Tubuh tambunnya memang agak kurang cocok dengan gestur gemulai dan gaya bicara mirip ibu-ibu PKK yang sedang bergosip. Namun kelainan hormonal itu justru membuat kami berteman baik. Dia selalu memanggilku dengan sapaan "Nyah", singkatan dari Nyonya yang dibaca "nyonyah". Di daerah kami, panggilan semacam itu memang lumrah dan terkesan akrab.

"Kangen ya kangen aja, nggak usah sebut-sebut aku mati po'o (kenapa)," protesnya sekali lagi dengan gerakan bibir yang dimonyong-monyongin.

"Iya⎯iya Mak..., Cipung yang baik hati. Aku selalu berdoa dan berharap semoga kamu panjang umur. Biar aku nanti nggak kesepian kalau diselingkuhin sahabatku," jawabku spontan setelah ingatan tentang Diandra dan Robby tiba-tiba berkelebat.

"Eh, jadi beneran Mas Adi pacaran sama Sita?" bisiknya seketika.

"Hah?" Aku diam sejenak, mencerna pertanyaan yang bingung harus kujawab bagaimana.

Ingin rasanya aku menceritakan semua kejadian aneh yang sedang kualami kali ini. Aku segera melongok ke sekeliling untuk memastikan situasi aman. Namun mataku menangkap Mas Adi yang tiba-tiba muncul dari ruangan gudang tempat Sita bertugas.

"Kamu mau ke Mister Hwang?" tanyaku pada Cipung untuk mengalihkan pembicaraan.

"Lagi ngobrolin apa nih seru banget?" sapa Mas Adi manis.

"Lagi ngobrolin tukang selingkuh," jawab Cipung spontan. Selain gemulai, dia juga sering cablak.

Aku menyenggolnya. Lalu sedikit melotot pada sahabatku itu.

"Waduh, siapa tuh? Bagi gosipnya, dong!" canda Mas Adi .

"Lurah di Arab Yaman sana, Nggak kenal kamu Mas," semprotku sedikit jutek. "Udah yuk Mak, naik!" Kugeret tangan Cipung ke lantai atas.

"Mister Hwang udah datang, Nyah?"

"Belum, disuruh ngurusin apaan, sih?" tanyaku penasaran.

"Ini, mau urus dokumen adik iparnya," jawabnya sambil membuka sekilas map yang dibawanya.

"Oh, yang Mister Kim Mister Kim itu, ya?" timpalku.

"Kamu udah ketemu dia?"

"Belum, sih. Cuma kemarin Mister Hwang ngasih tau gitu," terangku.

Mr. Kim, Annyeong!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang