09. Kenyataannya

56 12 3
                                    

Jedry tidak berusaha menjelaskan.

Sekali lagi, dia blank, rasanya bingung bereaksi gimana ketika Reisya tau Irisha siapa. Jedry hanya berharap jika setelah ini mereka akan tetap baik-baik saja.

Setelah sekian menit Reisya di dapur, kini dia kembali ke kamar dan menemukan Jedry yang berdiri menatapnya. Dia tersenyum, Jedry merasa bersalah. Sangat merasa bersalah. Bukannya meminta maaf atau menjelaskan, dia hanya membiarkan Reisya larut dalam ketidakpastian, dan Reisya tidak mau tau lebih dalam jika hal itu bisa membuat kecewanya ada.

Saat Reisya berbaring, Jedry ikut, dia memeluknya. Kecupan Jedry beri di pucuk kepala sambil berkata, "Sya, maaf tadi kalo reaksi aku berlebihan, maaf mas ngebikin kamu takut, mas enggak bermaksud. Aku cuma kaget kamu tau dari mana, cuman itu. Nanti kita ngobrol, yang pengen kamu tau apa aja, mas kasih tau semuanya. Cuman sekarang fokus mas cume ke kamu, perasaan mas cuma buat kamu."

"..."

"Maafin mas." Jedry menangis.

Reisya menepuk-nepuk tangan Jedry yang melingkari pinggangnya, tanpa mengucap balasan, dia hanya menenangkan Jedry meski perasaannya sendiri saja tidak tenang.

"Maafin aku."

Maaf untuk, dia yang belum bisa melupakan Irisha sepenuhnya.

Saat membeli barang untuk ulang tahun mama, Reisya tidak banyak bicara. Kemudian saat makan malam keluarga karna memang sudah diperkenalkan ke rumah, saat itu Reisya juga tak banyak mengajak Jedry bicara. Kini seakan ada jarak, dan Jedry tak tahu harus bagaimana memperbaiki itu semua.

"Mau pulang ke rumah aku?" tanya Jedry saat diperjalanan pulang. "Kita ngobrol tentang semuanya."

"Kalau itu privasi kamu, aku gak akan maksa cerita kok. Udah lama kan itu?"

Jedry dibuat diam seribu bahasa setelahnya.

Reisya sebenarnya takut untuk banyak hal, namun dia tidak mau vokal. Dia takut Jedry pergi, dia masih menginginkan hubungan ini.

"Kita ketemu waktu kuliah," ucap Jedry bercerita. "Dulu, sama dia aku ngerasa beneran disayang. Tapi abis itu putus, yaudah jalanin hidup masing-masing. Terus—"

"Dan kamu masih inget dia?"

"Tapi setelah kenal kamu, enggak, Sya."

Entah Reisya harus senang atau sedih mendengarnya.

Jedry melanjutkan, "percaya aja sama aku, semuanya cuman ada di masa lalu. Sekarang fokus aku di kamu."

"Terus ngapain nyimpen kenangan bareng dia? Itu tandanya kamu masih belum lupa kan sama dia, meski setelah aku?" Nada Reisya mulai marah, sesak dadanya, takut tau kenyataannya.

"Aku bahkan gak tau itu ada dimana?" Alibi lagi. "Kamu liat itu dimana?"

"Bohong."

"Sya."

"Apa jangan-jangan kamu manggil dia juga dengan sebutan yang sama? Sha, Sya?"

"..."

Reisya benar lagi, Jedry gelisah lagi.

"Apa lagi yang mau kamu tau, kita make it clear malem ini."

"How is she?"

"Apa?"

"Sifatnya, fisiknya, anything?"

Jedry tidak tahu harus menjawab apa.

"Mas?"

"Aku udah lupa." Bohong.

Reisya diam, ada satu pertanyaan yang sangat ingin dia tanyakan, tapi terasa tabu. Apa dia perempuan pertama yang kamu ajak tidur?

Find Me In Your MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang