04. Bagaimana Bisa?

76 16 4
                                    

Hari-hari setelah sore itu, setelah Jedry menawarkan tumpangan di tengah hujan, hubungan antara dirinya dan Reisya mulai sedikit membaik. Jedry, yang biasanya terlihat dingin dan tak banyak bicara, perlahan mulai bersikap lebih hangat meski dalam batas profesional. Setiap kali mereka bekerja bersama, ada semacam keakraban yang terbentuk, meski tetap dalam konteks rekan kerja. Reisya tidak lagi merasa takut walau masih ada rasa segan.

Tapi ada satu hal yang mulai mengusik pikiran Jedry, Reisya mengingatkannya pada seseorang.

Jika dilihat-lihat kembali, Jedry mulai menyadari ada banyak hal yang membuatnya terus mengingat Irisha setiap kali dia bersama Reisya. Sisi wajah Reisya, rambut cokelat gelap panjangnya, caranya yang sedikit malu-malu tapi berhati lembut.

"Dulu ada temen saya yang sama kayak kamu. Tiap kali hujan gede atau petir, pasti dia panik."

"Oh ya? Kalau mas gimana?"

"Apanya?"

"Takut petir?"

Jedry menggeleng. "Enggak. Tapi kalo ngeliat orang yang takut, kadang jadi ikut waspada. Aneh ya?"

Reisya tersenyum kecil, mulai merasa ada sisi lain dari Jedry yang dia belum tahu. "Enggak juga. Berarti kamu orang yang perhatian sama orang lain."

"Ya, mungkin," jawab Jedry sambil terus menatap jalan. Di kepalanya, sosok Reisya terus membayang, tapi bersama bayangan itu, selalu ada Irisha.

Mereka begitu mirip dalam banyak hal kecil.


"Mas Jedry?" Suara lembut Reisya terdengar dari arah meja depan. Dia tampak membawa beberapa berkas yang hendak diserahkan.

Jedry mengangkat wajah, menatap Reisya sejenak. "Iya, ada apa, Rei?"

"Ini file yang perlu tanda tangan, mas. Saya udah periksa, tapi masih mau pastiin ke kamu dulu."

Jedry mengangguk sambil meraih berkas-berkas itu. "Oke, biar saya lihat dulu."

Reisya menunggu dengan sabar.

"Udah lengkap nih? Apa masih ada yang kurang?" tanya Jedry sambil membuka berkas-berkas yang diserahkan Reisya.

Reisya mengangguk. "Udah semua, Mas. Tinggal tanda tangan aja, kalau nggak ada yang perlu diperbaiki."

Jedry membaca sekilas, memastikan semuanya sudah sesuai. "Oke, nggak ada masalah. Bagus kok kerjanya."

Reisya tersenyum lega. "Syukurlah kalau udah oke. Saya takut ada yang kelewat."

"Nggak, kok. Kamu teliti banget," puji Jedry tanpa sadar.

Reisya sedikit terkejut mendengar pujian itu, tapi ia menanggapinya dengan senyum malu-malu. "Makasih, Mas."



Bahkan cara dia berterima kasih, setiap detail kecil dari Reisya membuat Jedry sulit untuk tidak mengaitkannya dengan masa lalunya.

Hatinya diliputi keraguan setiap perhatiannya mulai berbeda pada Reisya, karena Jedry tak tahu, keresahan ini terjadi karna dia adalah Reisya atau karna kemiripannya dengan Irisha. Hingga Jedry kembali menjauhinya dan bersikap buruk pada Reisya.

Reisya menyadarinya dan merasa apa yang salah?



"Mas, saya ada bikin kesalahan?" tanya Reisya dengan nada yang cukup khawatir.

"Enggak. Kok bilang gitu?"

"Oh enggak, mas."

"Enggak ada yang salah Rei, maaf kalau kamu ngerasa kayak gitu."

"Oh enggak, mas. Cuma, kalau ada yang salah, tolong beri tahu saya."

Jedry merasa bersalah melihat Reisya yang tampak begitu tulus.

Dia bukan Irisha Je.

Tapi dari caranya beginipun, lugunya seperti Irisha.

Irisha lagi, Irisha lagi.








jedrygallanino
risha apa kabar?
kabarku gak baik
aku cuma pengen ngobrol sama kamu, engga bisa lagi kah emangnya?
kamu semarah itu sha?



Setelah 4 tahun mereka berpisah.

Jedry masih mengharapkan hal yang sudah tak dia miliki lagi. Irisha. Irishanya.






__________






Kembali.

Club dan mabuk-mabukan.

Kali ini Jedry tidak bisa lagi menahan. Dia ngebungkus orang. Meski setelahnya ada perasaan bersalah yang datang ke relung hatinya.

"Jadi brengsek gini lo Je. Pantesan Irisha ninggalin." katanya di kamar mandi sambil mencuci muka.

Di tempat tidur sana perempuan sudah tidur, keadaan kamar sudah berantakan, malam tadi Jedry hanya membayangkan Irisha. Hanya membayangkan Irisha karna memilih perempuan yang berpostur sama.

"Tai lo Je. Tai."









jedrygallanino
sha
masih takut petir?





Meski menghabiskan malam panas bersama perempuan lain, Jedry malah memikirkan Reisya dan kesamaan-kesamaan pun kerinduannya pada Irisha disana.


























Jedry
reisya

Reisya
iya mas ada apa?

Jedry
ini saya ada tiket teater, yang tadinya mau dipake adik saya tapi dia ada kepentingan lain
saya berniat ngajak kamu gitu
kalau kamu ada waktu itupun
maaf terkesan tiba-tiba ya

















Dan dari situ, mulailah hubungan mereka.

Mulailah, Jedry dengan sadar mendekati Reisya karna kemiripannya dengan Irisha.

Lalu sesekali, saat dia terasa 'gila', dia bermalam dengan wanita malam yang sama. Anna. Yang ditidurinya waktu itu. Pertemuannya mereka hanya selalu di tempat tidur, baik Anna maupun Jedry tidak melibatkan perasaan. Kecuali sebagian uang yang dikeluarkan sebagai harga tukar.












"Enak banget tiap main sama lo."

"So it's a compliment?"

"I guess so."

























Bagaimana bisa, waktu merubah seseorang jadi segininya? Ya, Jedry?

Find Me In Your MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang