10. 𝐆𝐄𝐋𝐎𝐎𝐅 𝐍𝐈𝐄𝐓

3 0 0
                                    

"Apalagi sih, Kek? Ini udah siang bisa-bisa nanti aku telat!" Zayken mendengus kala sang Kakek terus saja berceloteh tak jelas menurutnya.

Zeeren menatap tajam cucunya, tidak lihat kah jam masih menunjukkan pukul 06.15 pagi. Zeeren tidak habis pikir dengan jalan pikiran Zayken.

"Cucu sialan! Mata lo buta atau gimana, sarapan dulu sini. Lagian mau kemana sih masih pagi juga." Zeeren menarik kursi untuk ia duduki lalu melihat kembali cucunya.

"Ngapain masih berdiri di sana? Sini kamu!"

Zayken tersadar dengan lamunannya. Buset bener nih aki-aki, dari kemarin buat gua ngusap dada terus dah. Bisa-bisanya gaul begini, didikan gua ini.

Zayken tersenyum sumringah dengan pikirannya sendiri, sedangkan Zeeren yang melihatnya bergidik ngeri.

"Bocah edan masih mau berdiri di sana?"

Zayken berdecak sebal, ia menaruh tasnya di sofa lalu menghampiri sang Kakek. "Kakek gak usah sok gaul gitu deh, gak cocok sama muka Kakek yang pas-pasan itu. Lagian ya, Kek, Kakek itu udah bukan anak muda lagi."

"Loh, suka-suka gua lah! Lah kok lu yang ngatur?" Zeeren terkekeh kecil ketika melihat tatapan malas dari Zayken.

"Sudah, cepat habiskan sarapannya lalu berangkat sekolah. Jangan lupa jagain dia."

-⁠☆-⁠☆-⁠☆

"Habisin ya sayang makanannya, mama mau ke atas dulu."

Kaluna mengangguk pelan, ia melanjutkan acara makannya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara geseran dari kursi dan pelakunya adalah Bryan. Kaluna tersenyum menatap sang Papa.

"Selamat pagi Papa," ucapnya dengan ceria.

"Cepat habiskan dan segeralah pergi. Saya tidak suka melihat wajahmu itu, sungguh membuat saya ingin muntah melihatnya."

Kaluna tetap tersenyum, ia menganggapnya itu hanya candaan sang Papa. "Papa sayang sama Kaluna?"

Bryan diam. Ia menatap sekilas Kaluna lalu melanjutkan acara makannya. "Pa-"

Brakk!

"Cukup! Bisa diam tidak? Sedang makan tidak usah banyak omong, kamu dengar ucapan saya tadi kan? Bocah sialan, saya tidak tertarik dengan pertanyaan itu dan saya tidak akan menjawabnya karena kamu pasti tau jawabannya!" Setelah mengucapkan itu, Bryan pergi begitu saja meninggalkan Kaluna.

Ia menatap nanar punggung tegap papanya, tidak bisa ia pungkiri bahwa hatinya sangat sakit mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Papanya. Seseorang datang dan memeluknya dengan erat.

"Udah ya, ucapan Papa jangan kamu pikirkan. Sekarang kamu pergi sekolah gih, kamu harus jaga gerbang kan?"

"Luna udah berhenti jadi OSIS, Mah."

Leona terkejut, ia baru mengetahuinya. "Loh, kenapa berhenti sayang? Katanya kamu mau mencuri perhatian Papa dengan prestasi mu?"

Kaluna menggeleng lemah, ia mendorong piring yang masih tersisa, diminumnya susu hangat hingga tandas lalu menaruh gelas kosong itu. Ditatapnya Leona dengan senyuman khasnya.

"Segala cara Luna gunakan namun hasilnya nihil. Papa sama sekali enggak lirik Kaluna, semua presentasi Kaluna Papa acuhkan, Mah. Jadi untuk apa Kaluna masih mencarinya?"

𝐆𝐄𝐋𝐎𝐎𝐅 𝐍𝐈𝐄𝐓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang