Happy new year!
"Kamu tuh cantik ya, kaya bule,"
"Tailah, muka pas-pasan gini dibilang kaya bule. Bule apaan? Bule depok?"
Dijawab sangsi oleh si lawan bicara, Taeyong reflek menggeleng.
"Eh, bukan gitu.."
Telunjuk cewek pirang itu menjulur, kode agar Taeyong mendekat padanya.
Yang dipanggil celingak-celinguk, menunjuk dirinya sendiri, "saya kak?"
"Hm."
Buset, cuek amat. Cosplay kutub pak?
Meneguk ludah, Taeyong melongokkan kepalanya mendekat, "Oh ya, kenapa–" terjengklak begitu lehernya ditepis secara tiba-tiba. Cewek itu, Jisoo namanya. Seniornya dulu semasa SMA.
"Elu, baru ketemu lagi di reuni udah jelalatan. Aduhai, gue tahu gue se-glow up ini. Kecantikannya sudah semerbak hingga ke negeri tetangga." Tukasnya hiperbola, helai pirang dikibas percaya diri dengan jari.
"Mau muntah." Yang barusan itu, Seungwoo. Kakak kelasnya yang paling hobi merecoki Jisoo. Spesialis menabrakkan kembali ke dasar bumi ketika cewek itu mulai terbang melewati awan.
Jisoo mencebikkan bibir, tak terima, "in the clerb, we all fam, kecuali Ong Seungwoo. Buang aja lego kucingnya ke jembatan arem-arem." Dumelnya.
"Sinting, ja–janganlah!" Taeyong terkekeh, laki-laki itu panik. Dipeluknya erat-erat lego-lego kucing yang berjejer di atas meja. Sengaja dibawa untuk pamer. Ngeri-ngeri sedap kelihatannya, tersenggol sedikit berderai beda rapuh itu di lantai.
"Gak usah sosialisasi kalau teorinya aja gak bisa. Ribut terus lo pada. Semuanya, kalau mental kalian lagi gak baik-baik aja, lebih baik kalian diam di rumah, jangan interaksi dulu." Hilang cerita Taeyong diomeli Jisoo, kini nimbrung satu lagi wonder woman calon psikolog yang mottonya mental health first baru kamu di percakapan, Kim Seolhyun.
Taeyong menoleh ke kanan dan kiri, mencoba menebak-nebak siapa yang akan mengadu argumen kali ini. Topik fresh oleh yang dimulai dari pihak Seolhyun.
"Halah, nanti kita gak dateng siapa yang ngedumel. 'Gue tuh udah capek-capek nyusun undangan, tinggal dateng aja susahnya kayak disuruh ngurus resepsi nikahan, capek batin gue mikirin orang dewasa yang mentalnya masih anak lima tahun' padahal reuni juga bayar sendiri-sendiri." Cemooh Jinan dari ujung meja. Kakak kelasnya yang ini agak kritis, duduk dengan posisi menyilang ala bupati di meja debat. Minuman hidangannya espresso, pahit sepahit kata-katanya.
Tak terima dikatakan demikian, Seolhyun bangkit dari duduknya. Menggebrak meja, "Pak, jangan sampai kopi espresso Bapak sisa setengah karena isinya saya siram di muka Bapak ya? Hm?" pungkasnya sambil mengukir senyum, namun wajahnya garang.
Ditatap nyalang oleh cewek yang ia akui bermental baja itu, bisa Taeyong lihat mental Jinan menciut. Menyesap espresso-nya karena dilanda gugup, "tipis-tipis dulu kawan." Ia menyahut dengan volume kecil. Pertanda ingin menyudahi adu mulut.
Kritis apanya. Cemen. Taeyong mencomot potongan pisang gorengnya yang paling besar. Melahapnya bulat-bulat.
"Udah, kita balik ke topik awal. Jadi, Taeyong, apa analisis teori lo sampai bisa memberi statement, Jisoo itu mirip bule? Padahal yang bersangkutan merasa ia lebih mirip bule Depok daripada bule sungguhan."
Mendengar namanya kembali dibawa, Taeyong menoleh ke sisi seberang. Diliriknya juga Jisoo yang melengos sambil membantah, "jangan dibawa juga Depoknya, ledig."
"Diam, Jisoo. Taeyong, jawab." Sekali lagi namanya dimention oleh Mark tuan si Kakak kelas berwibawa.
Masih mengunyah potongan pisang goreng ekstra besarnya, Taeyong menjawab kepayahan, "sa–saya kak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
𝑶𝐮𝐫 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 - 𝑻aeyong 𝓙isoo
FanfictionTaeyong and Jisoo in every alternative universe. #9 Taeyong [Bahasa sedikit mulai membaik di setiap chapter] © start 2020 end, 2024.