6

128 26 2
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan hujan terus mengguyur bumi semakin deras dengan petir yang menyambar. Namun Fiony masih belum kembali ke apartemen sejak gadis itu keluar 2 jam lalu, yang membuat gadis berumur 16 tahun ini tidak bisa tidur dan hanya diam di dalam kamar menunggu pemilik apartemen ini kembali.

Ia hanya diam menatap langit-langit kamar dengan suara hujan dan detik jam dinding yang menghibur nya saat ini. Petir yang tak henti-henti menyambar membuatnya tak berani untuk memainkan ponsel. Namun ia masih menyempatkan diri untuk mengirim pesan kepada Fiony untuk berhati-hati.

Setelah 30 menit berlalu ia memutuskan untuk mengambil segelas air untuk menyegarkan tenggorokan nya. Setelahnya ia kembali berjalan menuju kamar. Namun tatapannya terpaku pada pintu apartemen yang dipakai Fiony untuk keluar. "Ce Fio kemana ya? Kok lama..." Ia menghela nafas kecil lalu mengalihkan tujuannya ke sofa dengan segelas air mineral yang ia bawa.

Cukup lama ia menunggu disana hingga akhirnya ia tertidur dengan posisi duduk menunggu Fiony kembali.





*~RENJANA~*





"Maaf..."

"Cece gak usah minta maaf..."

"Kalo Cece tau—"

"Jangan ngomong gitu, ini bukan salah Cepio..."

Fiony yang sedang duduk di kursi samping ranjang terdiam menatap wajah adiknya yang terdapat beberapa luka serta perban di kepalanya seraya mengusap tangan sang adik.

"Justru aku harus bilang makasih ke Cece... Karena udah selalu berusaha lindungin aku selama ini," ucap Fritzy seraya tersenyum ke Fiony. Menurutnya, Indah dan Fiony adalah sosok penyelamat dari 'monster' di rumahnya.

Entah mengapa hati Fiony terasa perih, seolah disayat dengan kalimat Fritzy. Terlebih adiknya itu masih berusaha tersenyum setelah kejadian yang dia alami sehingga kini dia harus berada di rumah sakit untuk diberi penanganan. Rasanya ingin sekali Fiony menangis melihat kondisi adiknya saat ini.

Fiony mengeratkan genggaman nya terhadap tangan Fritzy. "Sialan, keparat itu..."

"Gimana pun juga dia papah kita..."

Fiony yang sudah diperlakukan kasar sejak kecil hingga sekarang tentu saja merasa tak terima dengan perkataan Fritzy. "Orang kayak dia gak pantes disebut papah." Ia mengeraskan rahangnya. "Orang tua mana yang memperlakukan anaknya kasar sampai masuk rumah sakit."

Fritzy terdiam, tak menyangkal sama sekali perkataan itu. Ia melihat tangannya yang di infus terus di usap oleh Fiony. Ada rasa sesak yang muncul di dada nya saat mengingat bahwa Daniel lah yang membuat nya jadi seperti ini.

"Dia! Dia yang bikin kamu masuk rumah sakit Fritzy! Dan kamu masih panggil dia papah?" Tanpa sadar air mata Fiony mengalir saat mengucapkan itu. Ia masih dalam keadaan shock, tak menyangka menyaksikan adiknya hampir meregangkan nyawa karena papahnya sendiri.

Fritzy masih saja terdiam mendengarkan Fiony seraya menunduk. Kepalanya masih terasa sakit setelah bangun dari pingsan.

Melihat Fritzy yang terdiam membuatnya merasa bersalah. Ia berusaha mengatur napasnya agar tenang. "Maaf..."

Fritzy meliriknya seraya tersenyum kecil. "Dia memang jahat."

"Aku... Aku ingin dia sadar dari kelakuan nya."

Cklek

Mereka berdua sontak menoleh kearah pintu yang dibuka oleh seseorang.

"Gimana Bun?" tanya Fiony saat melihat Indah di ambang pintu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RENJANA ASA: Jiwa Yang SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang