6 ; maledictionem

59 13 5
                                    

"Bagaimana hari ini?"
Heeseung membuka percakapan diantara keduanya, hari ini cukup melelahkan namun keduanya melepas rasa yang tak bisa diungkapkan.

Jaeyun terdiam sejenak, mengedarkan pandangannya kearah heeseung yang kini tengah mengemudi dan damn, he looks hot but pretty at the same time.

"Seru, Bolehkah aku minta sesuatu?"
Dengan ragu ia mengajukan permintaan izin, ada hal yang ingin ia bicarakan.

Alis heeseung terangkat, menoleh sekejap yang kemudian ia mengangguk menanggapinya seolah mempersilahkan remaja tersebut untuk meminta hal apapun tanpa perkecualian.

"Aku mau panggil nama aja boleh?"

"Tentu boleh, asal tidak saat dirimu berada di lingkungan sekolah"

Dengan senang hati heeseung menanggapi permintaan yang diajukan, tetapi wajah jaeyun seakan merasa tak puas dengan jawaban yang diberikan membuat heeseung terheran.

"Kenapa jaeyun?" Heeseung bertanya menyadari perubahan sikap jaeyun semenjak mereka menghabiskan waktu bersama.

"Tidak, hanya tidak enak badan saja"

"Kalau begitu kita pulang saja"

Menghabiskan waktu bersama dan melakukan banyak di hari itu hingga langit menjadi gelap cukup melelahkan, namun terdapat hal yang terjadi saat kediaman diantara keduanya ketika pria bernama Heeseung tersebut hendak pergi menuju minimarket terdekat dan meninggalkan Jaeyun sendirian.

Jika ini memang lah sebuah kutukan untuk keduanya maka hal apa yang menyebabkan itu terjadi, Jaeyun yang merasakan tubuhnya menjadi tak berdaya untuk sekedar menoleh, merasakan pening di kepala nya yang terus menghantam selepas ia berkata ia merasa tak baik-baik saja.

Bahkan bagian belakang lehernya terasa seperti ada luka kasar yang terbilang masih berukuran kecil, pikirnya mungkin ini adalah efek alergi yang ia sendiri tak tahu bagaimana bisa bermunculan begitu saja.

Dan ketika ia melihat Heeseung keluar dari minimarket, ia nampak bingung jika ia perlu memberi tahu atau tidak.

"Saya beli beberapa obat untuk kamu, usahakan hari senin pergi ke sekolah kembali jaeyun, saya tidak tahu harus bagaimana memberi laporan kepada pihak sekolah" Jelasnya begitu ia memasang seatbelt kembali.

Menyalakan mesin mobilnya, bergegas meninggalkan minimarket dan membawa muridnya yang nampak tak sehat.

"Jangan pikirkan hal lain, berhentilah kerja paruh waktumu itu. Saya yang akan menanggung semuanya"

Jaeyun hanya melirik sekilas tanpa berniat membalasnya, sudah terhitung sekitar 3 hari lebih ia tak pergi ke sekolah dan memilih untuk berdiam di rumah Heeseung.

"Hee-seung" Panggilnya ragu.

"Ya?"

"Apa yang kakak lakukan malam itu?" Pertanyaan yang keluar secara tiba-tiba membuat Heeseung terdiam sejenak.

"A-ah itu.., saya ada hal yang belum diselesaikan hari itu terus- saya pergi beli minum aja sih, kenapa Jaeyun?"

Ia tak langsung menjawab melainkan membiarkan hening sejenak,
"Aku melanggar janji apa sampai kakak terluka?"

Malam itu masih menjadi bisu untuk Heeseung, rasa kebingungan menghantui dirinya begitu dengan Jaeyun yang kini menunjukkan sikap yang berbeda dari sebelumnya.

Kini ia merasa muridnya jauh lebih lembut, selalu mengkhawatirkan dirinya dan tak ada henti nya selalu memastikan ia tidak mengalami masalah pada bagian fisik maupun tidak.

....

"Apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan.."

Heeseung bertanya-tanya sendiri, mengkhawatirkan murid nya yang bernama Jaeyun jikalau mengalami masalah mental, dirinya pun tak merasa begitu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Amantes sunt amentes [jakeseung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang