25 marahan

343 35 3
                                    

sepulang dari toko perbelanjaan naren mendiami Zoya sampai malam dan itu cukup membuat Zoya kesal, padahal dia kan tidak memberikan nomornya kenapa naren semarah itu.

Zoya menatap punggung naren yang terekspor karena dia baru habis mandi, naren bahkan tidak mau menatap Zoya.

"Na––"

"Jangan bicara padaku" ucapnya dengan suara yang dingin tanpa menoleh kearah Zoya.

Zoya mempoutkan bibirnya, dia jadi ingin menangis saja rasanya.

"Jangan marah~"

Naren keluar dari kamar tanpa memperdulikan Zoya, Zoya menatap punggung naren dengan mata yang berkaca-kaca.

"Naren ko gitu sih" ucap Zoya dengan suara yang lirih namun sedetik kemudian ekspresinya berubah menjadi marah dan langsung menutup tubuhnya dengan selimut.

Naren memilih duduk di ruang tengah sambil mengerjakan kerjaan kantor, sebenarnya dia tidak marah dengan Zoya namun dia hanya sedikit cemburu saja.

"Laki laki brengsek beraninya dia menggoda istriku, dasar pak tua kurang belaian!"

Tak terasa waktu cepat berjalan naren melirik jam dan sekarang tepat pada pukul 4 dan naren sudah selesai sedari jam 3 pagi tapi dia malas untuk bertemu dengan Zoya.

"Mending aku tidur disini saja"

Mentari mulai muncul Zoya perlahan membuka matanya, dia merenggangkan otot tubuhnya tangannya mengelus perutnya yang sudah membesar.

Dia beranjak untuk ke kamar mandi, Zoya memandang dirinya didepan cermin. Zoya hanya menggunakan kemeja naren yang ukurannya besar dan celana pendek sepaha.

Zoya mengelus perutnya sambil bercermin, senyuman terukir indah di wajahnya.

"I'm waiting for you, baby"

Namun senyum manisnya berubah menjadi ringisan yang terdengar sakit, keringat mulai membasahi pelipisnya. Zoya memegang erat wastafel guna menyalurkan rasa sakitnya.

"Sakit... Hiks naren ini sakit"

Rasa sakitnya semakin bertambah tubuhnya mulai terasa lemas.

Grep!

"Sayang! Hei lihat aku, kau kenapa? Kita kerumah sakit sekarang!"

Naren membopong tubuh Zoya lalu keluar dari kamar mandi, diperjalanan naren tak henti hentinya meminta maaf.

Mungkin kalau dirinya tidak mendiami Zoya ini tidak akan terjadi.

"Sayang maafkan aku"

"Kita akan sampai, kau tahan sebentar lagi ya"

Sampai dirumah sakit naren kembali membopong tubuh Zoya membawanya masuk.

"Silahkan tunggu diluar, sepertinya pasien akan melahirkan"

Naren berdecak keras lalu duduk dikursi tunggu dengan kasar, dia meraih saku dan mengambil ponsel miliknya. Dia akan menghubungi orangtuanya dan orang tua Zoya.

Setengah jam akhirnya mereka sampai, chelsea langsung menghampiri naren yang sedang duduk.

"Bagaimana keadaan Zoya naren? Dia baik baik saja kan?"

"Aku gak tahu bun dia masih berada di dalam" ucapnya dengan suara lirih.

Menit berganti dengan jam namun sang dokter belum keluar juga membuat perasaan cemas dan bersalah terus menyelimuti naren.

Sungguh dia tidak akan memaafkan dirinya kalau sesuatu buruk terjadi kepada Zoya.

Ceklek!

Naren langsung berdiri ketika mendengar suara pintu terbuka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TARUHAN || 𝐨𝐧𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠 [mpreg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang