CHAPTER 6

383 45 0
                                    

"YA."

Aku memutar tubuh mencari asal suara dan langsung mendapati Harry sambil menggaruk tengkuknya. "Maaf, aku tidak berbicara dengan kalian." Ucapnya.

Zayn tersenyum dan kembali menatapku. "Tidak, memangnya ada apa?"

Aku menghelakan napas, "Ada orang yang menerorku dengan nomor ini. Tapi ia bukan mengirimkan ancaman atau sebagainya. Ia mengirimkan kata-kata cinta dan lelucon murahan lainnya.." Ceritaku.

Zayn terkekeh, "Jadi kau berpikir aku masih mencintaimu?" Ucapan Zayn membuat pipiku merona malu. Sial, aku merasa tidak memiliki harga diri saat ini. Segera ku pukul pelan kepalanya.

"Bukan begitu, Zayn. Tapi semua clue yang ia berikan tertuju padamu." Ucapku terus mendesak Zayn untuk berkata jujur.

Zayn masih terkekeh geli. Sialan! Bisakah ia tidak seperti itu? "Memangnya apa saja cluenya?" Tanya nya lagi.

"Sudahlah, Z. Kurasa itu bukan kau." Ujarku kesal lalu melenggang pergi. Aku kembali ke meja ku dan membuka buku fiksi yang baru ku beli kemarin lusa. Belum ada satu halaman ku baca, sebuah suara menganggu kegiatanku.

"Samantha!" Panggil seseorang dengan suara khasnya yang sangat ku suka.

SIALAN! BASTARD! BRENGSEK! BAJINGAN! KEPAR-

Sudah cukup, aku terlampau senang karena yang memanggilku adalah..

HARRY EDWARD STYLES!

HARRY MEMANGGIL KU!

THANKS GOD!

"Ya, ada apa?" Tanya ku menahan kegugupan yang melanda. Harry tersenyum lebar membuatku benar benar tersipu dibuatnya.

"Kau mau menemani ku tidak?" Tanya Harry. Aku hanya diam terpaku dengan pesonanya. Terlebih mata hijau jamrudnya.

"Uhm, kemana?"

"Ke toko buku." Ujarnya seperti menahan gugup.

"Untuk apa?"

"Aku ingin mencari beberapa alat untuk praktek minggu depan. Dan yang kutahu hanya kau yang sudah melengkapinya."

"Uh ya, aku bisa saja. Namun bagaimana dengan Mocca?"

Mocca! Bagaimana dengan nya apabila ia tahu aku pergi dengan kekasihnya. Ia akan memberitahukan kepada pelosok kampus bahwa aku perusak hubungan orang. Aku tak mau seperti itu. Itu benar benar menjatuhkan harga diriku.

"Hei, kau kenapa?" Tanya Harry melambaikan tangan didepan wajahku.

"Uh ya, maaf. Tadi kau bilang apa?"

"Mocca akan pergi berbelanja bersama teman-teman nya. Dan ia seakan tidak peduli denganku." Ucap Harry.

Mocca bodoh, dia sama sekali tidak bersyukur mendapatkan Harry. Lebih baik buatku saja, eh.

"Okay, aku mau." Aku mengangguk mantap.

Oh tuhan, aku akan pergi berdua dengan Harry nanti. Biar kutegaskan ber-du-a.

Lebih baik sekarang aku tidur sembari membayangkan apa saja yang akan kulakukan nanti dengan Harry.

Drtt...drt..

Baru sedetik memejamkan mata, ponsel sialan ini bergetar menandakan pesan masuk. Kuharap itu Anonymus, eh. Aku ingin mengutarakan isi hatiku kepada Anon.

Anon : Kenapa kau senyum senyum seperti itu?

Masa bodoh dengan siapa sebenarnya manusia aneh berwujud Anonymus ini. Aku merasa sedikit nyaman dan senang saat mengobrol dengannya.

Me : Aku sedang senang.

Anon : What's up? Tell me!

Me : HARRY MENGAJAK KU KE TOKO BUKU BERDUA ASDFGHJKL.

Anon : Hei, matikan capslock mu.

Me : BIARKAN SAJA. AKU BENAR-BENAR SENANG.

Anon : Harry hanya mengajakmu ke toko buku, mengapa kau begitu senang seakan diajak menikah?

Me : biarkan :p ini wujud cinta, bodoh. Walaupun hanya aku yang mencintainya.

Anon : Maksudmu?

Me : Aku sedang jatuh cinta dengan Harry. Namun, hanya aku sendiri yang merasakannya. Tidak dengan Harry.

Anon : Poor you. Suatu hari nanti Harry akan mencintaimu. Dan yang pasti kau harus menunggunya.

Me : Aku akan menunggu nya, namun aku sedikit tidak yakin perihal ia akan mencintaiku.

Anon : Sudah dulu ya.. Aku ingin tidur. Bye princess.

Me : Jangan panggil aku dengan panggilan menjijikan.

Anon : Baiklah SAYANG, BABE, HONEY, SWEATHEART, ETC.

Me : whatev.

Aku kembali mengedarkan pandangan keseliling. Terlihat Harry yang sedang bermain games di ponselnya dan Zayn sedang tidur. Tunggu! Tidur? Apa dia benar benar Zayn.

----------

Keringat terus meluncur di pelipisku. Pendingin ruangan tidak berfungsi jika aku berdiri tepat di samping pria hot semacam Harry. Ia benar-benar seksi sekarang. Bayangkan, ia hanya menggunakan kaus putih polos. Tato burung dan kupu-kupu tercetak jelas dari luar bajunya.

Ia terlihat bingung memilih bahan praktek. Kuperhatikan seluruh inci tubuhnya dari belakang. Ia benar benar mempesona. Tak salah jika ia menjadi pria incaran para gadis.

"Menurutmu mana yang lebih bagus? Ini atau ini?" Tanya nya sembari memberikan dua bahan praktek yang berbeda merek.

"Dirimu." Ujarku kelepasan! Mulut sialan! Kenapa ia tak bisa mengerem sih? Harry hanya memandangku dengan tatapan kosong lalu menaikan sebelah alisnya.

"Apa katamu tadi?" Tanya nya.

"Tidak. Hanya bilang. Yang biru"

Harry memicingkan mata serius. "Kau aneh." Katanya dan aku hanya mengabaikannya.

"Kau lapar?" Tanya Harry saat tengah membayar peralatannya.

"Bisa dikatakan ya." Jawabku jujur.

"Baiklah, ayo kita makan. Alat alat ku sudah lengkap." Ajak Harry.

Harry mengaitkan tanganku menyebrangi toko buku menuju cafe di seberang. Mataku terus terfokus pada kaitanku dengannya. Dia menggengamku sangat erat seperti..tunggu. Jangan katakan seperti ia membantu seorang Nenek menyebrang jalan.

Setelah sampai, tangan Harry masih menyatu dengan miliku. Matanya menelusur ke setiap sudut mencari meja kosong. Kami menghampiri sebuah meja dan kursi yang berkapasitas dua orang. Tangannya terlepas dari kaitan dan mengambil buku yang tertera nama makanan yang tersedia. "Kau ingin makan apa?" Tanyanya.

"Samakan saja denganmu." Balasku. Suasana hening beberapa saat. Ia sibuk berkutat dengan games di ponselnya. Dengan bosan, aku mengetuk meja mencoba mendapat perhatiannya.

BRAK!!

TEXTING [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang