"Well, wanita murahan datang guys." Ucap seseorang dari pintu toilet.
Mocca.
Mau apa lagi dia?
"Mau apa lagi kau? Sudah puas kau mempermalukan ku didepan semua mahasiswa?" Tanyaku histeris.
"Hahaha. Kau! Kau yang merusak hubunganku dengan Harry. Andai saja kau tidak genit terhadap Harry, bisa kupastikan bahwa kau aman sekarang." Ujar nya sambil memelintir ujung rambutnya.
"Aku tidak pernah berperilaku genit didepan Harry. Harry yang mengajak ku. Kau tidak boleh salah sangka." Ujarku mencoba menahan emosi.
"Aku? Salah sangka? HAHAHA. Kau yang terlalu bodoh Samantha sayang." Ujar Mocca dengan gaya andalannya yang menjijikan.
"Moc, ayolah. Aku sudah tak sabar untuk memberikannya pelajaran." Ujar Madison -salah satu teman Mocca.
"Baiklah. Let's play." Ujar Mocca.
Kulihat kawanan mereka membuka tas dan mengambil beberapa alat make up dan mereka menuju ke arahku.
Mocca mengarahkan lipstick jalangnya ke arah bibir ku. Lalu Madison, Kelly, dan Andrea dengan tangkas memegang kedua tanganku serta menjambak rambutku.
Mocca mengoleskan lipstick kebibir ku setebal mungkin, lalu ia memberi ku alat make up lainnya sehingga membuat ku seperti jalang. Aku lagi lagi hanya bisa menangis.
Mocca dan kawanannya tertawa kemenangan. Sementara aku? Aku dikunci di toilet ini sendirian. Dan sialnya lagi di toilet ini tidak ada sinyal. Lalu apa yang harus kulakukan? Teriak? Suaraku sudah parau karena menangis. Ya Tuhan, Sam. Mengapa kau menjadi cengeng seperti ini.
Dengan sekuat tenaga aku merangkak menuju pintu dan menggedor nya perlahan serta berteriak sekuat tenaga yang membuat tenggorokanku perih.
"Sam! Apa itu kau?" Tanya seseorang seperti suara Louis.
"Louis! Ya, ini aku. Tolong mintakan kunci cadangan ke petugas kebersihan." Ujar ku dengan suara semakin kecil berharap Louis mendengarnya.
Tak ada tanda tanda Louis diluar, kuharap ia sudah pergi untuk meminta kunci cadangan. Namun mengapa ia lama sekali?
Hampir 30 menit aku menunggu Louis yang tak kunjung kembali, dan entah mengapa mataku terasa berat. Kujangkau kursi panjang dan tertidur lemah disana.
"Brengsek, mengapa kau lama sekali memilih kuncinya. Sialan! Sini biar aku yang mencari. Dasar tak berguna." Ujar seseorang dari luar yang kuyakini adalah Harry.
Ceklek.
Oh syukurlah.
"Samantha, kau tak apa?" Tanya Harry yang disusul oleh Louis.
Aku hanya mengangguk kecil meskipun malu dengan wajah ku saat ini.
"Siapa yang berbuat ini kepadamu, Sam?" Tanya Louis sembari mengelus pundakku.
Tidak, tidak. Aku tidak boleh berkata bahwa ini ulah Mocca. Ku yakin, Harry pasti akan sangat marah kepadanya nanti dan Mocca akan mencelakaiku.
"Berbuat apa?" Tanyaku sok polos.
"Wajahmu dan pintu." Ujar Harry.
Menghela napas panjang, "Wajah ini aku sendiri yang membuatnya, dan pintu entahlah mungkin mereka tak tahu jika aku di toilet, karena aku cukup lama di toilet tadi haha." Tawaku hambar.
"You're lied. Aku tahu kau, Sam. Kau tak pernah menyukai make up sekalipun untuk ke pesta. Dan sekarang tanpa ada acara apapun kau berdandan layaknya.." Louis terhenti seakan memilih kata yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEXTING [Completed]
Fanfiction"Ah sialan, bagaimana aku bisa mendapatkannya? Dia terlalu sulit untuk ku gapai." "Tidak, tidak. Aku harus berjuang. Tidak mungkin aku menyiakan kesempatan itu." "Tapi...ah sudahlah. Dia memang tidak pantas untukku." - Samantha Grew "Justru aku yang...