Chapter 1 - It's me, Ika

591 20 9
                                    

Usai mengangkat telpon dari Gunung, Ika kembali meneruskan pekerjaan sebelumnya, yaitu menulis. Baginya, menulis adalah teman curhat karena hanya tulisan yang mau mengerti tentang apa yang dia rasakan dalam menjalani hidupnya yang malang. Ika mengambil ide dan pokok pikiran cerita yang di tulisnya itu dari kisah yang dialaminya. Yah, sudah beberapa halaman dan beberapa bab. Setelah menyelesaikan bab 6, Ika mencoba berhenti dan menutup buku. Sudah terasa lelah otaknya seharian berpikir untuk menuangkan semua kata - kata yang ada dalam pikiranya ke dalam tulisan.

Ika memang wanita yang kreatif.

Ini minggu malam. Besok hari Senin Ika harus pergi ke sekolah. Ika merapikan buku tulisan hasil karyanya ke dalam laci meja. Melihat beberapa foto Gunung di dalam handphonenya, di dalam foto selalu ada kata kata motivasi hidup atau kata kata puisi yang membuatnya bersemangat dan tidak mengantuk. Tapi itulah ritual yang dilakukanya sepanjang malam.

Tak sengaja terlintas dipikiranya, Ika harus meninjau kembali planning bulan ini. Utamanya adalah minggu - minggu ini. Ika melihat jadwal di kalender. Ada beberapa kegiatan. Pengumuman kelulusan sekolah SMA di hari Senin. Rabu, Ika sudah ada janji dengan Gunung di taman. Kamis sampai minggu Ika harus fokus kembali menulis agar tulisnya cepat selesai hingga bab akhir. Ah, pusing! Besok lagi saja!

Mata Ika terasa berat seperti ada tuyul yang bergelantungan di kantong matanya.

Huah...aku mengantuk.

Esokan paginya, jam 05.10 wib. Selesai mandi, Ika dengan cepat langsung mengenakan pakaian seragam sekolah. Terdengar kumadang adzan Subuh. Adzan seperti memanggilnya. Tak banyak yang dilakukan Ika, dia hanya mendengarkan dan diam sampai adzan subuh selesai. Selain itu, alarm pengingat shalat ialah Gunung, sang pacar. Tak pernah terlewatkan satupun waktu untuk tidak mengingatkanya shalat. Masya Allah. Tapi, hatinya Ika belum terketuk sehingga dia mengabaikan shalat. Ada aja jawaban untuk Ika menghindar dari pertanyaan yang di ulang-ulang oleh Gunung untuknya, Ika. Ika selalu menjawab 'iya' ke Gunung setiap kali diingatkan dan disuruh shalat. Ika bukanya tidak mau shalat apalagi males untuk menjalankanya. Hanya saja Ika tidak tahu gerekan- gerakan apa saja yang harus di lakukanya ketika mengawali shalat dan bacaan serta doa-doa apa yang harus dia ucapkan ketika mengawali shalat sampai mengakhiri shalat. Sehingga Ika tidak menjalankan kewajibanya sebagai umat muslim. Ika menyesal dan sadar kalau dia selama ini sudah berbohong.

Sungguh terlalu!!

Ika kemudian mengambil sapu, dan berberes rumah agar terlihat bersih dan rapi. Mas Rizky keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang di baluti handuk hijau cerah dari batas lutut sampai menutupi dadanya. Mas Rizky yang berdiri di depan kamarnya berteriak panjang kepada Ika agar Ika membuatkan mie rebus untuknya. Ika yang baik hati pun membuatkan mie tanpa menolaknya. Tidak butuh waktu lama untuk membuat mie instan hingga matang, Ika menaruh mie rebus yang sudah siap makan itu ke meja makan. Mas Rizky keluar dengan kemaja rapi sambil menenteng tas selempang kecil. Ketika Mas Rizky ingin memakan mie rebus, Ika pamit untuk berangkat ke sekolah. Memang Ika harus berangkat pagi ke sekolah, karena waktu untuk sampai ke sekolah tidak bisa di prediksi tepat waktu. Ya itulah Indonesia, ya itulah tambun. Ika pun keluar dari rumah. Menatap pagar reot dari depan pintu rumah yang terbuka lebar. Disanalah, aku mengawali hariku dengan doa dan udara sejuk itu yang akan membawa doaku sampai ke langit.

Ritual setiap pagi untuk mengawali hari ialah berdiri di depan pagar bambu yang sedikit agak reot, Ika selalu tersenyum menatap langit cerah. Menarik nafas panjang dan memejamkan mata sejenak, lalu Ika berdoa untuk hari ini, hari Senin.

Ika pun melangkah menyusuri jalan komplek perumahanya. Banyak sekali orang yang beraktivitas di pagi hari, seorang ayah yang bekerja mencari nafkah, seorang anak yang harus mencari ilmu pendidikan di sekolah, dan seorang ibu yang harus menyiapkan segala keperluan untuk keluarganya. Itu yang selalu terangkum dalam pikiranya. Indahnya pagi melihat semua beraktivitas sesuai kodratnya. Dan Ika pun selalu sedih ketika melihat seorang anak yang memiliki orang tua yang lengkap, dan memberi perhatian serta kasih sayang yang lebih kepada anaknya. Ika sangat menginginkan suasana yang seperti ini, begitu harmonis. Kapan Ika bisa merasakan kasih sayang orang tua? Bagaimana bisa mendapatkan kasih sayang, melihat wajah dari orang tuanya saja belum pernah. Ika terharu.

Tuhan Maha TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang