Ika tak pernah melupakan hari ketika dia dan Gunung mengucapkan ikrar cinta bersama di Taman Kota Legenda. Tanggal 21 Januari 2003, hari paling indah. Malam yang cerah menampakan sinar bulan dan bintang sebagai hiasan langit. Ika dan Gunung saling berpandangan. Duduk berhadapan dengan memegang cemilan kue pukis rasa cokelat.
"Aku tahu umur kita masih terlalu kecil seharusnya belum pantes berkata ini. Tapi, aku memang harus mengatakanya dari sekarang, kalau aku cinta sama kamu." Gunung menatap mata ika dengan tatapan tajam, melepas semua beban perasaan yang selama ini sulit terucap.
"Iya, umur kita saja baru 12 tahun. Masih terlalu kecil untuk kita berbicara tentang cinta. Memangnya, kamu tahu apa itu arti cinta?"
"Memang, kita masih terlalu kecil untuk mengerti tentang cinta. Tapi, cinta tidak dibatasi oleh umur. Dan aku mengerti apa itu arti cinta, apa itu arti sayang dan apa itu arti suka? Cinta menurut aku merupakan perasaan yang mendalam dari sepasang kekasih yang melebihi rasa kasih sayang dan suka. Cinta itu dihati dan cinta itu untuk satu orang dimiliki untuk selamanya." Kata Gunung dengan yakin, dia berdiri sambil memainkan gesture layaknya seorang pujangga, dan kembali mengunyah kue pukis.
Pria kecil itu, namanya Gunung. Dia bagaikan pujangga yang pandai merangkai kata. Di balik ucapanya selalu terdapat makna. Pria seumuran dia seharusnya belum mengerti arti cinta. Itulah Gunung, pria paling aneh yang pernah Ika kenal. Meskipun Ika sudah cukup banyak tahu tentang Gunung, tapi dia masih menganggapnya aneh. Bahkan misterius. Ika tidak tahu jalan pikiranya.
Gunung pria yang unik.
Ika memandang kagum, hatinya termakan oleh untaian kata indah yang keluar dari bibir manisnya Gunung, "Kenapa kamu mencintai aku? Kan banyak di luar sana wanita yang lebih cantik. Dan juga, kamu tahu kan tentang kondisi aku?" Ika melepas kue hingga terjatuh, merunduk sedih mengingat penyakit yang dia derita. "Dari aku berumur 6 tahun sampai sekarang yang mau bermain dan berteman sama aku, ya cuma kamu. Kamu tahu, kenapa tidak ada yang mau berteman dan bermain denganku? Aku ini lahir dari seorang ibu yang mengidap HIV AIDS dan aku pun sebagai keturunanya sudah 'pasti' punya penyakit yang sama. Semua orang menganggap aku seperti 'monster' yang menakutkan. Dan apakah orang seperti aku harus di jauhi karena membahayakan?" Dua butir air mata jatuh mengalir di pipinya.
Gunung terdiam membisu.
"Kenapa, kamu diam?" Tanya Ika dengan bimbang, "Mungkin setelah ini, kamu enggak akan mau lagi bermain dan berteman sama aku. Karena aku membahayakan kesehatan kamu." terisak tangis.
"Aku hanya sedang mikir saja," Alis Gunung bertaut dan wajahnya menjadi serius sambil mengelus-elus dagunya dengan kedua jarinya, jempol dan telunjuk kanan, gayanya seperti orang dewasa, "Ya gimana, yah? Aku sih memang enggak tahu banyak tentang HIV AIDS, tapi aku juga enggak bodoh. Gimana caranya bisa tertular! Dan bagimana caranya untuk menghindarinya. Yah, HIV AIDS itu kan virus, cuman yang mesti di jauhi itu ya virusnya bukan orangnya. Orang yang menderita seperti kamu itu, dia juga manusia, dia juga butuh teman bahkan butuh seseorang yang bisa mencintainya dengan tulus tanpa melihat penyakit yang ia derita saat ini." Gunung kembali duduk.
Gunung menunggu kata-katanya diserap oleh Ika.
"Kamu tahu, kenapa aku mencintai kamu?" Gunung merangkul Ika dan berbisik disampingnya, "Kamu itu beda, kamu itu wanita yang spesial dimata Tuhan, namun percayalah Tuhan Maha Tahu". Tangannya mengelus- elus bahu Ika seperti mengatakan sesuatu dari isyarat tangannya, yaitu 'Sabar dan kamu kuat'. Dia mencoba menenangkan Ika.
Mereka saling mengamati satu sama lain. Ika memandangi Gunung dengan mata yang berlinang air mata, lalu dia mengusap air matanya. "Tapi, semuanya selalu bilang kalau aku itu bisa menularkan, kamu enggak takut?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan Maha Tahu
Fiksi RemajaSinopsis Sepucuk Surat Untukmu... Tuhan Maha Tahu Malam ini terasa amat sunyi tanpa bunyi, Hanya tersentak suara jam dinding berbunyi yang berdetak, Teringat kita berdua mencari arti cinta, Banyak kata, banyak rasa…. Banyak mimpi yang...