Chapter 4 - Permintaan Maaf

63 6 2
                                    

Lusa, keesokan harinya.

Matahari sangat bersahabat, udara begitu sejuk. Ika dan Dewi mendatangi rumah Wisnu. Pagar minimalis berbahan kayu jati yang di ukir seindah mungkin itu memperindah tampilan depan rumah Wisnu. Sebelum memasuki rumah Wisnu, mereka harus melapor ke pos satpam.

Keluar petugas berseragam putih dengan membawa tongkat membukakan pintu pagar. Petugas itu yang menjaga rumah Wisnu agar aman dari kejahatan. Petugas satpam yang menjaga rumah Wisnu bernama Pak Irman, beliau sudah 10 tahun mengabdi. Wisnu terbilang orang kaya diantara mereka berdua, Ika dan Dewi.

Meski, prosedurnya harus melapor tetapi petugas satpam sudah sangat mengenal mereka berdua. Maka dari itu, Ika dan Dewi dibiarkan masuk tanpa harus melapor dan mencatat buku tamu.

"Neng Ika, tambah terlihat cantik," Satpam Irman menggoda Ika.

Ika tersenyum manis. "Terimakasih, pak Irman."

"Pak Irman, Wisnu ada dirumah kan?" Tanya Dewi

"Ada, Neng Dewi." Jawab Pak Irman, "Tapi, Mas Wisnu masih shock atas kejadian beberapa hari kemarin yang menimpa dia."

"Kejadian kelulusan kemarin, Pak?" Tanya Ika dengan rasa ingin tahu.

"Iya, Neng. Sebelumnya, Mas Wisnu kan enggak pernah ikut kegiatan seperti itu. Neng Ika dan neng Dewi tahu kan, Mas Wisnu itu anak rumahan. Eh, sekalinya ikut malah sial!!"

"Sebelumnya aku minta maaf sama pak Irman, aku sudah melarang Wisnu untuk mengikuti kegiatan itu. Tapi, dia tidak mau mendengar perkataan aku, Pak." Ika menghela nafas, "Justru itu, kita berdua datang kesini untuk menghibur dan membangkitkan semangatnya lagi."

"Nah, betul itu kata Neng Ika." Dewi memotong pembicaraan.

Pak satpam Irman menyuruh mereka untuk masuk ke dalam rumah. "Silahkan masuk, Neng," sambil menutup pagar.

Mereka berdua menjawab bersama, "Terimakasih, Pak."

Ika dan Dewi masuk di temani Pak Irman, melewati taman.

Subhanallah Indahnya.

Ika selalu senang setiap kali melewati taman di rumah Wisnu, karena tamannya sangat indah seperti surga dunia. Di taman rumah Wisnu, terdapat kolam ikan KOI. Ikan - ikan KOI dengan corak indah yang di beli keluarganya Wisnu di Jepang. Dan berbagai macam pohon hias di taman, dan di setiap sudut taman ditanami pohon buah-buahan yang dibuat bonsai hingga pohonnya tertutup oleh buah.

Setelah pak Irman membuka pintu yang tingginya mencapai 4 meter. Sejuknya hawa pendingin ruangan menghempaskan udara dari dalam rumah. Terdengar hentakan kaki terburu-buru seperti turun dari tangga. Ika dan Dewi menoleh ke arah tangga. Pak Irman pun kembali ke posnya.

Di depan pintu.

Mereka berdua selalu terpukau, melihat kharisma Mas Adit. Mas Adit itu kakaknya Wisnu, dia memiliki kulit yang putih dan halus daripada Wisnu. Senyumannya selalu membuat Dewi salah tingkah.

"Hei.. Ika." Sapaan manis Mas Adit, "Tambah cantik aja."

"Hai.. Mas Adit." Jawab Dewi dengan cepat, dia menjadi salah tingkah, centil.

Ika menoleh ke Dewi, dan tertawa.

Mas Adit tertawa, "Mau ketemu Wisnu yah kalian? Beruntung dia punya sahabat seperti kalian."

Mas adit di dekat mereka berdua. Parfum Mas Adit yang sangat wangi, membuat dewi semakin salah tingkah.

"Iya, Mas. Makasih." Jawab Ika dan Dewi bersamaan.

"Wisnu kayaknya ada dikamar bersama mamahnya, coba aja ke kamarnya." Mas Adit menyuruh mereka ke kamar Wisnu, "Oiya, saya tinggal dulu ya, saya mau kuliah." meninggalkan Ika dan Dewi.

"Iya, mas." Ika dan Dewi menjawab bersamaan kembali.

"Mas Adit, hati-hati yah." Dewi dengan gerakan centil, berbalik badan kemudian kiss bye ke Mas Adit.

Ika menarik tangan Dewi, mereka menaiki anak tangga satu persatu, memegang gagang handle pintu kemudian membuka pintu.

Kamar Wisnu begitu luas. Luasnya seperti rumah tipe 21/72. Yah betul, Wisnu manusia yang sangat beruntung memiliki orang tua yang baik, perhatian dan kaya. Ika mulai minder ketika melihat kedua orang tua Wisnu memberi perhatianya, dari cara menyuapinya, memberikan fasilitas yang lengkap. Ika sangat menginginkan suasana yang seperti ini, begitu harmonis. Kapan dia bisa merasakan kasih sayang orang tua? Bagaimana bisa mendapatkan kasih sayang, melihat wajah dari orang tuanya saja belum pernah. Ika mengeluarkan air mata, terharu.

Ternyata, Wisnu sedang di suapin sama mamahnya. Di dalam kamar tidak hanya ada mamahnya wisnu, di situ juga ada Ira, pacarnya Wisnu. Ira wanita yang bermata sipit berparas manis memiliki kulit putih itu mirip seperti orang cina, tapi sebetulnya dia asli keturunan Indonesia.

Ika mengelap air mata yang melintas di pipi, kembali ceria.

Wisnu, mamahnya, dan Ira menoleh ke Ika dan Dewi. Mereka berdua masuk ke dalam kamar, dan menutup kembali pintu kamar.

"Ika, Dewi," Wisnu berteriak sambil meneteskan air mata. "Masuk, sini." Melebarkan tangan seolah memanggil mereka untuk mendekat dipelukan Wisnu.

Ika dan Dewi berlari mendekat Wisnu. Mereka berpelukan. Rasa haru menyelimuti seisi ruang kamar.

Dengan dada bergemuruh dan tak karuan, dengan bercucuran air mata, Wisnu berbisik. "Maafin gue yah, sahabat. Gue tidak mendengarkan nasihat - nasihat kalian. Gue sekarang menyesal, atas apa yang sudah di perbuat dengan menodai nama pelajar. Dengan kejadian kemarin, Insya Allah menyadarkan gue bahwa nasihat sahabat itu lebih penting daripada ego yang merugikan diri sendiri."

Ika pun terharu, meneteskan air mata dengan bibir yang gemetar terasa tak kuat berkata. "Maafin aku juga, Nu. Aku kurang bisa meyakinkan kamu."

"Aku juga minta maaf, aku tidak menarik kamu pada waktu itu." Dewi menangis histeris.

"Kalian enggak usah minta maaf, yang salah gue." Wisnu terisak tangis menyalahkan dirinya sendiri, sambil memukul-mukul kepalanya.

"Ini salah aku juga, Nu." Ika menyalahkan dirinya juga, sambil menghentikan Wisnu yang memukul-mukul kepala.

"Aku sih enggak salah, soalnya waktu itu aku diam saja." Dewi sambil mewek, "Oiya Nu, enak enggak dikantor polisi?"

Wisnu dan Ika menoleh ke Dewi, menghentikan tangisannya dan tertawa. Suasana menjadi cair, saat kepolosan Dewi mengucapkan sesuatu.

"Lah, kalian kenapa ketawa?" Dewi bingung, menggarukkan tangan ke kepala.

"Oiya Ika, kemarin mamah minta maaf yah pulang duluan dari kantor polisi tanpa memberitahu kamu. Jadi, kamu duluan deh yang menghubungi mamah." Permintaan maaf mamahnya Wisnu.

"Kalian sahabat, sahabatku," Wisnu memeluk erat kembali Ika dan Dewi, "Gue masih dianggap sahabat kan sama kalian?" berbisik.

"Ya iyalah, enggak ada sahabat sebaik dan selucu kalian. Apapun yang terjadi, dimanapun kita berada, persahabatan kita tak bisa dipisahkan" Ika sambil mengelap air mata.

"Tuh, denger Nu. So, sweet kan." jari Dewi menunjuk ke Wisnu.

"Sudah, tangis tangisannya?" Guyonan Ira.

"Ira, mau dipeluk juga?" tanya Dewi. "Sini ikutan."

Ika, Wisnu, Mamahnya Wisnu, dan Ira ketawa terbahak-bahak di dalam kamar sedangkan Ika, Dewi dan Wisnu masih dalam kondisi berpelukan.

Meskipun mereka bertiga sudah bersahabatan lama, kebetulan satu kelas, Ika tidak bisa menghapus status Wisnu sebagai sahabatnya. Karena tidak ada mantan sahabat. Mereka bertiga saling berpandangan, Ika menjulurkan kelingking ke depan kedua sahabatnya lalu sambut Dewi dan Wisnu yang mengaitkan kelingkingnya di kelingking Ika.


*****Terima Kasih sudah membaca, tolong vote, follow atau memberi komentar pada cerita ini*****


Tuhan Maha TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang