Part Enam

4.7K 299 6
                                    

Hari semakin sore. tuan Bram dan ibunya Jo pulang dari jalan-jalan hari itu.

''Bimo, panggilkan Gery dan Jo, bilang saja ayah punya hadiah untuk mereka.''

Bimo hanya menggangguk dan segera menuju ke kamar Jo dan Gery yang bersebelahan.

''Dek, ayah kamu manggil.''

Bimo terkejut melihat Gery yang tak henti nya menangis di kamarnya. Dengan segera Bimo menghampiri Gery.

''Ada apa Ger, kenapa kamu nangis? apakah kakak punya salah?''

Gery dengan seketika memeluk Bimo dengan erat.

''Kakak, jangan pernah tinggalkan Gery ya kak, berjanjilah kakak gak akan pernah tinggalin Gery.'' Bimo membalas pelukan gery dengan erat juga.

Tak lama berselang Jo yang hendak ke dapur melihat Gery dan Bimo berpelukan.

''Menjijikan.''

Setelah memberikan komentar nya, Jo pergi berlalu meninggalkan Gery dan Bimo yang masih berpelukan.

***

''Ayah punya hadiah untuk kalian berdua, tapi syaratnya kalian boleh memakainya saat kalian sudah memiliki SIM nanti.''

Tuan Bram memberikan kunci mobil kepada kedua anaknya tersebut.

''Ayah makasih yah, aku sayang ayah. Ayah memang yang terbaik.''

Dengan segera Gery memeluk ayahnya seakan tak ingin melepaskannya lagi. Jo mengambil kunci mobil itu dan beranjak meninggalkan ruangan itu, namun ia terhenti sejenak.

''Terimakasih.''

Gery menunjukan raut muka ketidaksukaannya pada Jo sembari berbicara dalam hatinya.

'Apa yang akan kamu lakukan kak Jo, jangan pernah berfikir untuk merebut kak Bimo dan ayah dari aku. Kamu bukan lawan yang sepadan denganku.' Gery tersenyum sinis pada Jo.

***

Malam semakin larut namun Jo tak kunjung bisa tertidur, hingga ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah. Tak lama Jo pun mendengar suara piano yang sangat indah, perlahan Jo mulai mencari asal suara dan ternyata suara itu berasal dari ruang musik keluarga itu.

Jo sedkit terkejut karena terlihat Bimo sedang memainkan piano itu, Jo perlahan mulai terhanyut oleh suara piano itu dan mulai mengikuti irama dari lantunan piano tersebut. Melihat itu Bimo dengan segera berhenti bermain dan menyapa Jo yang saat itu berdiri di depan pintu yang ruangan itu yang terbuka.

''Hey Jo, kamu suka lagu ini, oh iya kenapa belum tidur?"

Jo dengan segera pergi keluar ruangan itu meninggalkan Bimo.

''Anak itu bener-bener apatis dengan sekitarnya.'' Bimo menghela nafasnya.

Jo berlari terus sembari berbicara dalam hati kecilnya.

'Dia apa yang dia miliki, kenapa aku merasakan hal yang gak ingin aku rasakan, dia bisa menembus semua dengan permainan pianonya.'

Jo terus berlari hingga ia tiba di rumah utama.

"Apa yang kamu lakuin disini Jo?"

Ternyata ibu Jo sedang menikmati kopi ala bangsawan.

''Aku keliling rumah ini, karena gak bisa tidur.''

Ibunya berdiri dan menghampiri Jo.

''Bagaimana Jo, apa kamu suka dengan rumah baru kita, serta kehidupan kita yang sekarang?"

Jo tersenyum sinis pada ibunya.

''Bu, sejujurnya apa ini yang ibu mau, apa kehidupan memakai topeng seperti ini yang ibu inginkan?"

Ibunya dengan segera menampar Jo.

''Kamu ini selalu bikin ibu marah, nikmati saja!!" Ibu nya kembali duduk dan menikmati kopinya.

''Bu, kapan ibu bakal bercerai dengan lelaki itu?"

Ibunya tertawa kecil.

''Ibu gak akan menceraikan suami ibu, karena setelah ibu hitung-hitung hartanya gak akan habis hingga kamu dewasa Jo, jadi kita akan tetap disini.''

Jo dengan tatapan tajamnya menatap ibunya dan segera berlalu.

***

Keesokan hari nya, sepeti biasanya suasana di rumah itu sangat ceria dan bersemangat, ditambah oleh ulah Gery yang bertingkah kocak di setiap pagi.

''Pagi bibi, masak apa pagi ini bi?"

Gery menyapa bibi yang sedang bekerja di dapur, sedikit berbeda dengan Jo yang sedang mengikat tali sepatunya.

''Mau kemana Jo?"

Bimo perlahan menghampiri Jo, namun Jo dengan cuek nya berlalu tanpa melihat ke arah Bimo yang jelas-jelas di sampinginya.

''Kak Bimo, nanti temenin Gery ke toko buku yah." Gery dengan sigap menarik perhatian Bimo.

''Iya dek, nanti kakak temenin.'' Bimo segera berlalu meninggalkan Gery.

Jo memutuskan pergi ke pantai di dekat rumah lamanya.

***

Waktu dengan cepat berlalu tak terasa hari telah sore, dan Gery serta Bimo telah selesai membeli buku di toko buku. Saat di mobil, Gery meminta Bimo untuk menepikan mobil nya sejenak.

''Ada apa dek?" Bimo sedikit khawatir .

''Kakak ada yang mau Gery katakan.''

Bimo tersenyum manis.

''Ada apa dek, apa yang mau adek katakan ke kakak?"

Gery mengambil nafas panjang.

''Kakak sebenarnya Gery punya kelainan seksual kak. Terserah kakak sekarang mau benci Gery, atau menjauh dari Gery, tapi Gery cuma gak mau bohongin kakak terus kalau Gery ini adalah seorang gay kak.''

Bimo terkejut mendapat pernyataan seperti itu.

''Dek, kamu serius sama apa yang kamu bilang itu?"

Gery menatap Bimo.

''Iya kak, Gery serius. Gery harap kakak gak nyeritain ini sama ayah atau ibu.''

Bimo perlahan memegang tangan Gery.

''Dek, kakak janji akan ngerahasiain ini."

Gery tersenyum manis.

''Kakak ada satu hal lagi yang mau aku bilang, bahwa aku sebenarnya suka sama kakak, terlepas dari semua ini aku mau kakak tahu yang sebenarnya kak.''

Bimo menggenggam tangan Gery dengan erat .

''Dek dengerin kakak, kakak sungguh terhormat bisa jadi lelaki yang adek inginkan, kalau kakak boleh jujur kakak pun juga seorang gay dek. Sudah 4 tahun ini kakak menyadari akan penyimpangan ini saat dekat dengan adek, kakak menjadi semakin sadar kalau kakak adalah seorang gay. Tapi kalau untuk jadi kekasih adek saat ini, kakak rasa ini cukup sulit dek. Karena besok kakak akan pergi ke Paris untuk kuliah disana. Ini juga perintah dari ayah kamu dek.''

Bimo mengusap kepala Gery dengan lembut.

''Kakak pasti akan jawab saat kakak pulang nanti, bisakah adek bersabar untuk waktu beberapa tahun?"

Gery sedikit tersenyum, meski ia menyembunyikan kekecewaannya tapi ia tetap berusaha tersenyum.

''Iya kak, beberapa tahun gak masalah. Pasti Gery tunggu.''

Akhirnya mereka saling membalas senyum dan perjalanan pulang pun di lanjutkan.

***

When Love Walked In HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang