Jumat, Oktober 200x
*ting tong...*
terdengar suara bel yang baru saja aku pencet. saat ini aku sedang berdiri di luar pagar, menunggu sang empunya rumah keluar untuk membukakan pintu. sebenarnya, pintu pagar itu tidak dikunci gembok, masih bisa aku buka sendiri. tapi, ini pertama kalinya aku datang berkunjung ke rumah ini, rumah yang bahkan aku tidak tahu dan tidak kenal siapa pemiliknya, dan aku berpikir tidak sopan apabila aku main selonong boy masuk ke dalam rumah orang yang belum pernah aku kenal. oleh karena itu, aku dengan sabar menunggu di luar sambil menenteng sebuah dus berisi kue spekkoek, hantaran dari ibu kosan aku untuk pemilik rumah ini. kue yang aku bawa, sebenarnya kue buatanku sendiri. beberapa hari yang lalu, ibu kos meminta tolong padaku untuk membantunya membuat kue spekkoek untuk seorang koleganya yang kebetulan berulang tahun tepat di hari ini.
(kue spekkoek : thousand layer cakes, mirip dengan kue lapis legit)
kalau boleh aku bilang, ibu kosan aku ini orangnya terbilang cukup konvensional, klo tidak mau dibilang 'kuno'. beliau selalu membuat sendiri kue, atau hantaran apapun untuk kerabat dan koleganya.
walaupun sudah banyak toko aksesoris yang bagus ataupun toko kue yang enak di bandung, beliau selalu memegang tradisi bahwa buah tangan yang baik dan bernilai adalah buah tangan buatan kita sendiri. akibatnya, aku dan pembantu yang ada di kosan selalu dibuat sibuk ketika beliau acapkali membuat kue untuk hantaran. memang, kue yang dibuat beliau bukan kue yang umum dijual di toko kue. mungkin karena neneknya yang asli orang belanda membuat beliau yang berdarah campuran sunda-belanda ini hafal resep-resp kue khas negeri kincir angin tersebut. aku yang sejak semula sudah terbiasa membuat kue, akhirnya diarahkan oleh beliau untuk membantunya membuat kue. dari beliau aku belajar membuat kue dengan benar dan telaten walaupun masih dengan cara yang (lagi-lagi) konvensional karena beliau tidak pernah mengenal kata 'mixer' dalam membuat kue. walhasil, aku selalu menggunakan alat kocokan kue sederhana yang masih menggunakan tenaga tangan ketika mengaduk adonan.
sewaktu aku sedang melamun, lalu muncul lah sesosok ibu muda yang terlihat sangat cantik sedang berjalan dengan anggun menuruni tangga kecil di teras rumahnya. ibu itu, dengan langkah yang sedikit terburu-buru, berjalan ke arah pintu pagar. aku tahu, ibu itu pasti bukan pembantu, karena aku melihat perhiasan yang dikenakannya. mungkin ibu itu tahu klo aku adalah tamu yang sudah ditunggu olehnya. memang, sebelum aku berangkat kesini ibu kosan sudah memberitahuku kalau beliau sudah menelfon sang empunya rumah bahwa kedatangannya kali ini akan diwakilkan olehku sehubungan dengan kondisinya yang belakangan ini terlihat kurang begitu baik. atas nama sopan santun, sudah pasti sang empunya rumah sendirilah yang membukakan pintu pagar. memang, terkadang hubungan antar kolega bisa terbangun dengan baik ketika kita mau memperhatikan hal-hal yang terlihat sepele namun memegang peranan yang sangat penting, yaitu sopan santun.
"sudah lama yah nunggunya?" tanya ibu cantik itu lalu tersenyum manis sambil membukakan pintu pagar.
"belum. punten ibu, saya jadi ngerepotin." jawabku dengan sopan.
"eh..engga atuh. maaf yah tadi ibu teh lagi di belakang jadi suara bel nya ngga kedengeran. mangga..." ucapnya sopan sambil mempersilahkan aku masuk.
"haturnuhun." jawabku singkat sambil tersenyum manis.
"hayu atuh masuk ke rumah, ibu teh udah nungguin daritadi." ucapnya sambil mengajak aku masuk ke dalam kemudian menyruhku duduk di kursi ruang tamu.
"mau minum apa kasep?" tanya ibu itu sambil membukakan beberapa buah tutup toples berisi kue.
"air putih aja bu."
"eeh...air putih mah tawar, ngga enak. kamu suka jus apa? alpuket? mangga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Secangkir Kopi
RomanceMaaf gak bisa kasih synopsis ^,^ Langsung di baca aja :) **Real Story Based **Biar gak bingung bacanya , cerita ini alurnya Maju Mundur *Cerita ini hanya Reupload *Tanpa menambah atau mengurangi isi didalamnya **Original Creator By : Caramel Machia...