- Alles is Liefde

3.1K 71 36
                                    

Oudt Leyden, Leiden

"teng....teng....teng...."

sudah tiga kali lonceng gereja itu berdentang. aku menaikkan sedikit lengan sweater berwarna biru denim untuk melihat arloji yang melingkar di tangan kiri.

'hmm...sudah pukul tiga sore.' gumamku dalam hati sewaktu melihat arloji. persis seperti bunyi dentangan lonceng gereja yang letaknya tak begitu jauh dari tempatku berada sekarang.

aku memanjangkan kaki sejenak, cukup untuk melancarkan peredaran darah yang beberapa menit lalu sempat terhenti sehingga membuat kakiku merasa kesemutan. terdengar bunyi deritan bangku kayu yang sedang aku duduki sewaktu aku membenarkan posisi duduk yang sudah mulai tak beraturan. dengan gemetaran, tangan kananku menjangkau secangkir susu coklat hangat yang diberi taburan cinnamon diatasnya. memegang gelasnya dengan kedua tangan saja sudah membuatku merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. perlahan-lahan aku menyeruput susu coklat hangat itu. begitu tegukan pertama mengalir melewati tenggorokan, badan yang semula beku perlahan-lahan mulai mencair. dan setelah beberapa tegukan berikutnya, aku baru merasa kalau badanku benar-benar hangat. bulan desember memang sudah lama lewat, tapi rasanya cuaca di Leiden masih tetap terasa menusuk tulang.

'dingin banget hari ini...' pikirku sewaktu melihat orang-orang yang baru saja melangkah masuk ke dalam oudt leyden, sebuah restoran pannekeuken (pancake) yang cukup dikenal di leiden. mungkin karena usia restoran yang sudah mencapai puluhan tahun lebih. hampir semua orang yang baru saja masuk restoran ini mengenakan coat tebal, itu belum termasuk sweater atau baju hangat yang mereka pakai dibalik coat. aku yang berdarah tropis ini sejak awal memang kurang cocok dengan iklim di sini.

garpu dan pisau aku gunakan untuk melipat sebuah pancake berukuran besar yang ada di hadapanku, hampir sama besarnya dengan pizza ukuran large. pancake tipis dan besar itu aku gulung sehingga bentuknya kini menyerupai omlet, membuatnya semakin mudah untuk dimakan. suapan demi suapan apfelstrudel, sebuah pancake apel dan kismis yang diberi taburan gula halus dan bubuk kayu manis, masuk kedalam mulut. cuaca yang dingin seperti ini memang membuat perut terasa lapar. sesekali aku menambahkan chocoladesaus (saus coklat) diatasnya. membuat apfelstrudel favoritku ini terasa lebih nikmat. sejenak, rasa dingin yang semula datang menyergap perlahan-lahan mulai lenyap. membuatku merasa nyaman untuk berlama-lama disini. walaupun langit di luar sudah terlihat muram, aku masih merasa malas untuk beranjak pergi dari tempat ini.

interior restoran ini memang benar-benar memanjakan pengunjungnya. gedungnya bergaya art nouveau, arsitektur khas bangunan yang ada di negeri ini. eksterior yang simple, berpadu dengan interior bercitarasa klasik mampu menghangatkan suasana restoran. meja-meja kayu besar yang memanjang di dalamnya, deretan kursi kayu antik, puluhan koleksi keramik bergaya victorian, ditambah hiasan dinding berupa lukisan kuno yang dipajang disana-sini membuat suasana hangat kian terasa ketika pendar cahaya lampu gantung dan lampu dinding ala kastil eropa menyinari seluruh ruangan yang sebagian dindingnya dilapisi pula dengan kayu.

tempat yang sempurna, berpadu dengan sajian yang menggugah selera. suatu kombinasi yang cukup sempurna untuk sekadar menghangatkan tubuh dari cuaca dingin yang berhembus kencang di luar sana. mungkin hanya ada satu pemanis yang kurang disini, pemanis yang seharusnya duduk di bangku samping, atau di bangku yang letaknya berhadapan denganku. aku hanya duduk termenung seorang diri. tidak ada orang untuk berbagi pendar cahaya lilin, tidak ada orang untuk berbagi manisnya rasa stroop (sirup) yang baru saja kutuang di atas pancake. mungkin sebenarnya bukan cuaca dingin yang membuatku resah, melainkan hembusan angin dingin yang entah sudah berapa lama menderu hati ini. membuat hati yang semula hangat perlahan-lahan mebiru, lalu kemudian membeku.

berkali-kali aku menatap layar pda yang kugenggam dengan tangan kiri, sementara tangan kananku sibuk menggerak-gerakkan stylus pen di atas layarnya. entah sudah berapa kali aku membalas email, mengirim balasan offline message yahoo messenger, dan tak lupa membalas sms-sms dari beberapa orang teman. alat elektronik ini memang cukup jitu untuk mengusir rasa sepi. beruntung cuaca kali ini tidak menghalangiku untuk melakukan kegiatan browsing internet. awalnya aku membaca beragam berita, kemudian pindah ke bagian artikel elektronik. setelah bosan, barulah aku mengubah status yahoo messenger milikku yang semula offline menjadi available. ada beberapa orang yang langsung menyapaku, tapi sayangnya aku tidak terlalu tertarik untuk berbicara panjang lebar dengan beberapa orang. dari ratusan list teman ym, aku hanya berharap satu orang saja yang menyapaku. bukan orang lain. hanya dia.

Cerita Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang