Bab Tiga

788 47 33
                                    

Sekarang aku mengerti kenapa Thor menggambarkan bergerak di jembatan ini dengan kata berselancar.

Begitu aku masuk ke jalur kebiruan yang ada, kakiku terasa seperti menapak tanah – tanah yang bergerak. Jalur itu mendorongku maju, seperti sebuah aliran air, dan aku bisa merasakan diriku bergerak cepat bahkan tanpa mengangkat kaki.

Laura sepertinya tidak siap dengan arus maju yang tiba-tiba bergerak itu dan oleng. Ia langsung berusaha menyesuaikan keseimbangannya, tetapi posisi tubuhnya agak miring waktu mendarat – Laura terpeleset ke samping.

Tangannya terlepas dari tanganku.

"Laura!" aku langsung berusaha menggapai tangannya lagi dan menariknya ke arahku. Gadis itu menjerit tertahan, tangannya berputar panik, tetapi ia berhasil menangkap tanganku. Menggunakan diriku untuk menyeimbangkan diri, akhirnya Laura bisa berdiri lagi.

"M-maaf," katanya sambil berusaha mengatur napasnya. Tangannya mencengkeram lenganku dengan sangat kuat.

"Tidak apa," kataku. Aku melihat ke sekeliling – tempat itu sangat gelap. Entah bagaimana caranya para Leluhur bisa menjelajahi adisemesta jika ternyata tempatnya tampak seperti ini. Hanya ada pijar kebiruan terang dari jembatan Takhta di bawahku, dan dua jembatan Takhta lainnya di sebelah kanan sana. Lucu. Tiga jembatan ini tampak seperti sungai. "Dengar, apabila Bifröst benar ada di atas kita nanti, berarti kita harus melompat. Aku akan memberimu dorongan naik."

"Bagaimana denganmu?"

Aku tersenyum. "Klub parkour, ingat?"

Laura mengerjap. "Dan jika terlalu tinggi untuk kau gapai?"

"Aku percaya padamu."

"Luke, jembatan ini bergerak sangat cepat," kata Laura. "Kau akan terdorong jauh sebelum sempat melompat jika kau mendorongku naik dulu."

"Pasti ada cara," kataku. "Entahlah. Mungkin kita melompat bersama? Ah, tidak. Terlalu riskan."

"Semua kemungkinan berisiko."

"Bagaimana jika..." aku memperhatikan lagi pakaian yang kami kenakan – jaket musim dingin yang tebal. "Bagaimana jika kita buat sebuah tali dari jaket kita? Jadi jika aku benar terdorong sebelum sempat melompat sekalipun, kau masih bisa menarikku naik ke Bifröst."

Ada sebuah kilatan sinar warna-warni dari arah depan – kilatan itu terlihat kecil, tipis, seperti sebuah benang, tetapi dengan cepat ia membesar. Bifröst sudah dekat. Laura tidak menimbang lagi dan langsung melepas jaketnya. "Berikan jaketmu."

Aku ikut melepas jaket. Laura mengikat lengan jaketku dengan lengannya, membuat sebuah untaian wol panjang. Mungkin ini tidak bisa tahan lama, tetapi aku harap ini cukup. Ia lalu mengikat salah satu ujungnya ke lengannya.

"Ikat ujung yang satu lagi ke lenganmu."

"Bagaimana jika talinya terlalu pendek? Aku bisa jadi malah menyentakmu turun."

"Kalau begitu kau harus bisa berpegangan sekuat tenaga," kata Laura ketus. "Nyawamu taruhannya di sini."

"Tidak perlu marah-marah," kataku. Lalu aku melihat lagi ke arah Bifröst – kecepatan seperti ini, berarti aku akan harus membantu Laura melompat sekuat...ya, bisa. Lalu aku berbalik membelakangi Jembatan Pelangi itu dan menghadap Laura. "Siap?"

"Tidak," akunya, tetapi ia tetap mengambil ancang-ancang. "Awas kau kalau tidak menangkap talinya."

"Pasti kutangkap."

"Janji?"

"Janji," kataku. Aku mengintip ke belakang. "Hitungan ketiga. Satu."

Laura menatap nanar ke arah Bifröst, bersiap untuk lari. Aku menelungkupkan tanganku di depan, menghadap atas, dan menunduk.

Myth Jumpers [Archived]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang