Bab 3 : The Last Prince

6.4K 316 5
                                    

Bab III The Last Prince (True Blood)
--------------------------
Mata Raisa masih tertuju pada kobaran api yang masih membara, membakar habis setiap kulit, daging dan tulang neneknya diatas krematorium yang terbuat dari logam perak. Air mata kembali berlingangan dari mata pemuda polos itu, orang-orang disana juga ikut merasakan kehilangan sosok seorang Ratu yang begitu dekat dengan rakyatnya. Kremasi memang masih menjadi tradisi di Villa deViel. Menurut tradisi, jiwa manusia yang telah meninggal harus dibakar supaya tubuhnya tidak dapat dipakai oleh roh-roh lain dan darahnya tidak dapat diminum oleh para Drakula. Ya, perang terhadap iblis dalam bentuk apapun masih menjadi hal yang sangat menegangkan disana, terutama Drakula, sosok vampir penghisap darah tersebut merupakan ancaman bagi masyarakat Villa deViel. Menurut sejarahnya, lebih dari 50 persen kematian tiap tahunnya disana merupakan ulah sosok Vampir penghisap darah tersebut. Karena alasan itulah masyarakat disana memilih seorang Ratu yang mempunyai hidup sempurna dalam urusan agama dan mampu melawan para iblis.
Kini api perlahan mulai menghilang, menyisakan segenggam penuh abu jenazah yang kemudian oleh seorang pendeta tua dimasukkan ke dalam sebuah guci emas.
"Rachel, ini adalah abu jenazah ibumu, Ratu kami yang akan senantiasa berada di sisi Tuhan." Kata pendeta tersebut seraya menyerahkan guci emas itu ke Rachel, ibu dari Raisa
"Mama, bisakah Raisa menyimpannya?" Tanya Raisa polos dengan raut penuh kesedihan
"Tentu saja nak, kamu adalah satu-satunya orang yang berhak menerima abu jenazah ini, mama dan papamu tidak akan pantas menerimanya." Jawab mamanya seraya memberikan guci tadi ke Raisa
"Rachel?" Sanggah pendeta tadi
"Tidak, sekarang sudah saatnya kita memberitahu Raisa soal kebenarnnya." Lanjut ibunya spontan yang membuat suasana sedikit menegang
Ayah Raisa segera meninggalkan tempat tersebut diikuti orang-orang disana meninggalkan Raisa, Rachel dan pendeta tadi. Raisa pun dikejutkan dengan keadaan tersebut.
"Mama, apa maksudnya? Apa yang harus Raisa ketahui?" Tanya Raisa polos
"Baiklah, biar aku yang menjelaskannya Rachel." Pinta sang pendeta
"Mama?" Sanggah Raisa yang segera menoleh ke mamanya
Rachel hanya mengangguk. Segera setelah mendapat persetujuan, pendeta tadi melanjutkan ceritanya
"48 tahun lalu, saat gerhana matahari total, para Drakula kembali menyerang kota ini. Nenekmu dan aku yang waktu itu baru menjadi pendeta mengajak semua warga di kota ini untuk berlindung dalam gereja, menutup semua pintu dan jendela dan berdoa disana. Sementara warga yang lain yang belum sempat ke gereja, dibunuh oleh para Drakula."
"Drakula?" Tanya Raisa kaget
"Iya, Vampir penghisap darah." Jawab pendeta itu lalu melanjutkan ceritanya
"Suasana semakin tegang ketika para Drakula berhasil menemukan gereja kami dan berusaha masuk, tapi karena kami semua terus berdoa, para Drakula tidak berhasil masuk sampai ke dalam gereja. 2 hari lamanya kami tidur didalam gereja sampai akhirnya seorang pandeta yang bekerja di gereja tersebut melakukan perjanjian dengan para Drakula, dengan mengorbankan dirinya, sama seperti Yesus yang mati demi umat manusia. Namun darah dari pendeta tersebut ternyata tidaklah murni dan para Drakula tetap tidak puas dan meminta lebih. Akhirnya aku dan nenekmu menemui para Drakula tersebut, melakukan perjanjian dan kembali mengorbankan diri kami. Para Drakula segera menghisap darah dari tubuh kami, tapi karena darah nenekmu merupakan darah yang murni, Drakula yang menghisap darahnya pun langsung terbakar dan mati, sementara Drakula yang menghisap darahku segera terbang meninggalkan kota."
"Jadi karena itulah kalian menjadikan nenek sebagai Ratu disini?" Tanya Raisa penasaran
"Sehari setelahnya, darah nenekmu terus disumbangkan ke seluruh kota dan angka kematian oleh Drakula semakin menurun. Nenekmu akhirnya diangkat sebagai Ratu sejak saat itu, meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pendeta, sementara aku diangkat sebagai seorang penasehat kerajaan dan pendeta di kota ini. Karena alasan itulah banyak kepala-kepala negara yang datang hanya untuk menemui nenekmu yang akhirnya menikahinya dan memiliki seorang anak perempuan. Namun Rachel, ibumu tidak mempunyai darah yang murni seperti nenekmu, sehingga para Drakula terus mengincar ibumu. Ibumu akhirnya dikirim ke New York yang waktu itu hampir tidak ada kejadian pembunuhan oleh Drakula." Sang pendeta mengakhiri ceritanya
"Mama kemudian dibesarkan oleh 3 orang pelayan istana, Bibi Merry, Bibi Fox dan Bibi Yan sampai akhirnya mama menikahi ayahmu yang adalah seorang Atheist, meskipun pada awalnya nenekmu menentang pernikahan kami, tapi akhirnya hati nenekmu luluh setelah aku melahirkanmu. Kau mempunyai darah yang sama dengan nenekmu. Darah yang murni. Kami akhirnya mengirimmu ke Villa deViel untuk tinggal bersama nenekmu, meskipun akhirnya aku menjadi seorang Atheist, tapi karena nenekmulah kamu tetap menjadi pengikut Yesus, seorang Kristen, itu sebabnya nenek memberikanmu nama Raisa, yang berarti seorang yang beriman dan selalu diberkati. Dan karena alasan itulah cuma kau saja yang dapat meneruskan tahtanya disini. Menjadi seorang Pangeran dan melindungi rakyat Villa deViel." Lanjut mamanya
"Tapi, kenapa Raisa tidak pernah diberitahukan soal ini?" Tanya Raisa polos
"Karena mama dan papa harus melindungimu dari para Drakula yang ingin mengambil nyawamu!" Jawab mamanya
"Mengambil nyawaku?" Tanyanya spontan
"Iya, para Drakula tahu kalau kau berdarah murni dan ingin membunuhmu."
"Jadi itukah tujuannya?" Dengan suara datar seakan menggumam sesuatu
"Apa maksudnya Raisa?"
"Ah tidak ma. Raisa...."
"Raisa, kata dokter, temanmu tidak ada di bilik itu, pengawal juga sudah mencarinya ke seluruh kastil tapi masih tidak menemukannya." Muncul papanya tiba-tiba
"Revil!" Seru Raisa kaget seraya menaruh guci emas tadi di atas meja dan berlari ke bilik tersebut
Disana, di atas tempat tidur yang kosong, tertata rapi, seolah-olah tidak ada orang sebelumnya, Raisa menemukan selembar bulu hitam yang segera dimasukkannya ke dalam saku jacketnya.
"Raisa?" Tanya seseorang dari belakang
"Papa?" Jawab Raisa sembari membalikan badannya
"Siapa temanmu itu dan bagaimana dia bisa mengantarmu kesini? Papa barusan dengar kalau kalian ditemukan oleh warga yang sedang mencari kayu bakar di hutan." Tanyanya keheranan
"Dia.. ehmm.. dia, orang yang mengantarku dengan mobil tadi pagi." Jawabnya berbohong dengan suara terbata-bata
"Lalu kenapa kalian bisa ditemukan di hutan? Dimana mobilnya?"
"Ah.. itu... mobilnya mogok dan terpaksa harus ditinggalkan. Raisa dan dia harus berjalan untuk sampai kesini, tapi karena kita tidak tahu jalan, akhirnya kita nyasar dan masuk ke hutan, lalu karena dia kelelahan akhirnya dia pingsan dalam perjalanan kesini." Lanjutnya berbohong
"Syukurlah kau baik-baik saja."
"Ah iya." Sambil memegang kepala belakangnya untuk merasakan lukanya yang kini sudah tak berbekas lagi
"Ya sudah, kau istirahat saja dulu, bukankah kau juga belum tidur dari tadi pagi?"
"Ah Raisa tidak capek kok pa." Seraya membalikkan badannya dan untuk sesaat semuanya mulai menggelap, diikuti dengan suara papanya yang mulai menggelap, memanggil-manggil namanya dan......
Brukkkkkk.......
Raisa kembali tersungkur. Dalam tidurnya, ia kembali ke tempat bazar, kali ini suasana di bazar tersebut sedang berkabut, semua orang memakai baju putih dengan tatapan dingin dan berkulit pucat.
Tidak ada seorangpun yang ia kenali. Ia terus berjalan ke sebuah stan yang dari awal seperti sudah tidak asing lagi dan benar saja, ia kembali menemukan seorang pria berbaju merah yang sedang menundukkan kepalanya dan melihat ke arah tiga buah benda.
"Mengapa kau tidak mengambil salah satu diantara ketiga benda ini?" Tanya pemilik bazar itu sambil menunjuk ke arah tiga benda tersebut
Raisa segera melirik ke arah benda-benda itu dan hendak mengambil salah satu diantaranya.
"Raisa...." muncul suara dari langit di tempat itu, sekejap semua orang berpakaian putih yang berada di bazar segera melirik ke arah Raisa dan mengejarnya
Raisa yang terkejutpun langsung mengambil benda tersebut dan berlari......
"Raisa? Raisa?" Seru mamanya setelah melihat mata Raisa yang mulai terbuka
"Raisa, apa kau sudah sadar?" Lanjutnya
"Mama?" Bangunnya dari pingsan yang panjang sambil memeluk mamanya
"Raisa takut, apakah orang-orang berbaju putih itu sudah pergi?" Kali ini ia terlihat begitu ketakutan
"Tenanglah Raisa, tidak ada orang yang berbaju putih disini, kamu cuma bermimpi buruk!" Lanjutnya seraya melepaskan pelukan Raisa dengan lembut dan mengusap rambutnya dengan halus
"Raisa, dokter yang memeriksamu tadi bilang kalau ada bekas luka di belakang kepalamu yang sudah mulai menghilang, apakah beberapa hari yang lalu kepalamu terbentur?" Sambung papanya yang kebetulan juga ada disana dengan nada yang cemas
"Bekas luka? Ah, Raisa lupa. Ini cuma luka kecil kok pa!" Sambil memegang kepalanya
"Padahal kan banyak darah waktu itu? Bagaimana bisa sekarang tinggal bekas luka yang sudah mulai menghilang?" Lanjutnya dalam hati
"Apa kau kehilangan banyak darah waktu itu?" Tanya papanya lagi
"Tidak pa, Raisa segera menutup lukanya dengan handuk waktu itu."
"Syukurlah kau baik-baik saja, papa dan mama tadi hampir mati cemas karena hal ini."
"Raisa baik-baik saja kok."
"Tapi kau sudah tidak sadar selama 5 jam."
"Apa? 5 jam? Ah mungkin Raisa cuma sedikit kecapekan tadi!" Kali ini ia sengaja mengelak supaya orang tuanya tidak cemas
"Kalau begitu istirahatlah dulu disini, mama dan papa harus lanjut mengurusi upacara kematian nenekmu." Lanjut mamanya yang hendak meninggalkan Raisa di sebuah bilik
"Ma, sekarang sudah jam berapa?" Tanyanya bingung
"Sekarang jam 6 sore, Raisa. Dan menurut adat disini, orang-orang harus segera mengakhiri setiap aktivitasnya dan kembali ke rumah sampai matahari kembali terbit."
"Apa karena Drakula?"
"Iya, karena itu jangan berkeliaran di kastil ini sampai matahari kembali terbit."
Setelah menjelaskannya, orang tua Raisa segera keluar dari bilik kastil itu, meninggalkan Raisa sendiri. Namun Raisa tidak beristirahat disana, setelah memastikan kedua orang tuanya telah benar-benar pergi, ia segera memakai jacket dan topinya dan keluar dari bilik itu, ia kemudian berlari dengan cepat ke sebuah beranda kastil yang tidak terlalu jauh dari bilik kamarnya, ia berdiri dengan kedua tangannya diletakkan di atas beranda tersebut sambil mengamati dengan tatapan polos ke langit seolah-olah menunggu sesuatu untuk turun dari atas sana. Saat itu, sepertinya memang ada yang turun dari atas, sebuah benda putih polos seperti kapas turun perlahan-lahan disusul benda-benda serupa dari langit yang sedang mendung. Ya salju kedua turun di musim dingin kali ini. Memang bukan yang pertama, tapi hari ini seakan hidupnya yang baru telah dimulai. Seorang pangeran yang secara tidak sengaja bertemu dengan seorang Drakula di hari kematian sang Ratu.
Ia kemudian merogoh isi jacketnya dan didapati selembar bulu hitam berujung tajam. Ia kemudian memegang ujung tajam dengan jari-jari di tangan kanannya dan diperhatikannya dengan seksama.
"Revil!" Serunya di tengah hembusan angin di malam itu dengan menyunggingkan senyumannya yang diikuti tatapan sinis
Ia segera menusukkan ujung tumpul itu ke jarinya yang putih, sekejap setetes demi setetes darah berwarna merah kontras keluar mengalir perlahan di atas serat-serat bulu hitam tersebut. Seolah memanggil-manggil nama seseorang.
"Raisa?"
......................
Bab III End

My Object is Dracula (BoyXBoy) ●2 BAB TERAKHIR●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang