Bab 4 : The Real Enemy

5.2K 260 3
                                    

Bab IV : The Real Enemy
--------------------------
"Raisa?"
Sepenggal seruan yang sudah ditunggunya di malam yang dingin itu.
"Darahmu, kumohon jangan biarkan itu terus mengalir!"
Suara yang masih sama kembali dilantunkan dari belakang Raisa, seolah memanggil-manggil Raisa supaya berbalik.
"Revil!" Kali ini Raisa masih menatap ke arah salju yang sedang turun dengan dihiasi uap yang keluar dari balik seruannya
"Apakah kau datang hanya karena darah ini?" Lanjut Raisa yang akhirnya berbalik mengangkat selembar bulu hitam yang sudah berlumuri darah di tiap seratnya dengan masih menyunggingkan senyuman dan tatapan sinisnya
"Aku bisa mencium darahmu dari kejauhan, Raisa!" Jawabnya
"Mencium darahku? Jadi kau begitu menginginkan darah ini?"
"Aku bukan tidak menginginkannya, tapi aku hanya tidak ingin darahmu itu terus mengalir."
"Bukankah Drakula selalu menyukai darah, lalu kenapa tidak kau coba darahku?"
"Kumohon jangan sia-siakan darahmu, darahmu itu sangatlah berharga, Raisa!"
"Jadi kau tahu kalau darah ini sangat berharga?"
"Iya, darahmu memang berbeda dari manusia lainnya. Darahmu adalah ancaman bagi para Drakula!"
"Lantas kenapa kau tidak membunuhku? Bukankah kau juga seharusnya merasa terancam oleh darah ini!" Sembari menyodorkan selembar bulu hitam tadi dan....
Sspppplllaassshhhhhhh......
Bulu yang berlumuran darah itu langsung ditepis Revil dan membuat darahnya terciprat ke wajah Raisa dan sebagian jatuh bersama bulu hitam itu diatas tumpukkan salju putih yang mulai menebal di pinggir beranda. Suasana ketegangan pun semakin menyeruak diantara mereka.
"Raisa!" Bentak Revil
"Kumohon, jangan lakukan hal ini padaku." Lanjutnya
"Huh, lucu sekali kau! Bukankah tujuanmu dari awal adalah untuk membunuhku?" Sanggah Raisa
"Raisa, kumohon hentikan, aku tidak ingin membunuhmu. Aku hanya ingin melihat kehidupan manusia di bumi, itu saja!"
"Melihat kehidupan manusia? Selama bertahun-tahun, bukankah para Drakula selalu mengincar manusia dengan darah sepertiku untuk dibunuh?"
"Iya Raisa, karena itulah sekarang aku ingin melindungimu?"
"Melindungiku dari Drakula lain? Apa kau pikir itu masuk akal? Seorang Drakula yang ingin melindungi musuhnya dari Drakula lain!" Sambar Raisa
"Percayalah kau bukan lagi musuhku, Raisa!"
"Lalu apa yang membuatmu begitu ingin melindungiku?"
"Karena aku menyukaimu!"
"Hentikan omong kosongmu itu, nenekku, seumur hidupnya ia terus menghabiskan darahnya hanya demi mengusir para Drakula dari kota ini. Kita adalah musuh, kau tidak bisa datang dan pergi begitu saja dan dengan gampang mengucapkan omong kosong seperti ini!" Bentaknya dengan suara yang semakin mengeras dan hendak meninggalkan Revil dari beranda tersebut
"Bulu itu!" Seru Revil yang membuat langkah Raisa terhenti
"Manusia biasa tidak mungkin dapat memegang bulu itu." Lanjutnya
"Apa maksudmu?"
"Kau memiliki sebagian dari diriku."
"Sudah kubilang, hentikan omong kosongmu itu!" Bentaknya lagi
"Bukankah hal ini pernah kukatakan sebelumnya? Aku telah menukar sebagian dari diriku, sehingga aku menjadi manusia saat matahari terbit dan kau akan segera mendapat kehidupan baru saat matahari terbenam!"
"Apa lagi yang mau coba kau jelaskan padaku?" Bentak Raisa yang kemudian kembali berhadapan dengan Revil
"Aku melakukan hal itu untuk menyelamatkanmu dari kematian. Saat nenekmu meninggal, kau menjadi pemilik darah murni terkuat di dunia ini, sehingga kau akan melewati tahap-tahapan yang sama seperti yang telah dilakukan nenekmu dahulu."
"Apa aku harus percaya dengan yang kau katakan saat ini?"
"Terserah kau mau mempercayaiku atau tidak, kau sudah masuk ke dalam suatu perjanjian antara orang yang hidup dan yang sudah mati. Disana kau harus memilih untuk melanjutkan kehidupan sebagai seorang dengan darah yang murni atau memilih untuk mati. Waktu itu secara tidak sengaja kau bertemu dengan de Black Feather dan dia menawarimu kematian."
"Apakah yang kau maksudkan itu adalah pemilik bazar? Huh jadi kau juga berada dalam mimpiku?" Dengan kembali menambahkan aksen sinisnya
"Ya, aku juga ada disana, aku sengaja menjadi nenekmu saat itu untuk mencoba membangunkamu."
"Menjadi nenekku?"
"Iya Raisa, setelah berhasil membangunkanmu, aku melakukan pertukaran dengannya. Dengan syarat, kau tidak harus mati dan mendapat ganti kehidupan yang baru, yang akan kau pilih saat kau kembali bertemu dengannya."
"Maksudmu di mimpiku berikutnya?" Seolah-olah teringat sesuatu
"Iya."
"Aku sudah melakukannya!"
"Apa maksdudmu? Apa yang kau pilih waktu itu Raisa?" Tanya Revil penasaran
"Aku tidak mengingatnya. Aku hanya melakukan sesuatu seperti yang diperintahkan pemilik bazar atau orang yang kau sebut de Black Feather itu!"
"de Black Feather, dia adalah malaikat kematian yang selalu mengincar orang-orang sepertimu!"
"Maksudmu orang berdarah murni?"
"Iya, jadi apa yang dia tawarkan padamu waktu itu?"
"Lupakanlah! Aku sudah tidak tahan dengan semua omong kosong ini!" Seraya berjalan meninggalkan Revil di tengah malam yang dingin itu
Raisa kembali ke biliknya melemparkan diri di atas tempat tidur itu dangan wajah yang masih berlumuran darah. Dalam hatinya, ia berharap bahwa hal ini hanyalah sebuah delusi semata yang akan hilang seiring berputarnya waktu, berjalan sesuai keinginan hatinya. Dan tak akan terulang untuk kedua kalinya.
Dalam gelisahnya akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur itu. Setelah selesai membasuh mukanya dengan air hangat, ia kemudian berjalan mengelilingi kastil, mencari sebuah tempat yang dapat menentramkan hati dan batinnya. Gereja, ya tempat yang selalu menjadi favoritnya untuk melepas semua bebannya. Rupanya ada satu gereja disana, gereja tua kecil di yang terletak di ujung kastil, yang sering dikunjunginya sewaktu kecil bersama sang nenek.
Disana rupanya ada beberapa wanita tua yang sedang membersihkan lantai gereja, menggunakan sapu tua yang dipegang erat dengan tangan-tangan yang renta itu, seolah berusaha menghindari kontak langsung dengan Raisa. Raisa segera berjalan ke depan altar, menyalakan lilin-lilin di dekat patung bunda Maria, Yusuf dan Yesus. Ia lalu berlutut dan berdoa menghadap sebuah kayu tua berbentuk salib yang cukup besar tergantung di hadapannya.
"Ave Maria!
Maiden mild!
Oh, listen to a maiden's prayer
For thou canst hear amid the wild
'Tis thou, 'tis thou canst save amid, despair.
We slumber safely 'til the morrow
Though we've by man outcast reviled
Oh, maiden, see a maiden's sorrow
Oh, Mother, hear a suppliant child!
Ave Maria"
Disela-sela doanya, terdengar lantunan lagu pujian merdu yang dinyanyikan oleh sekumpulan wanita bersuara seriosa dengan nada-nada yang cukup tinggi, seolah-olah menghiasi suluruh isi gereja waktu itu.
"Ave Maria, gratia plena
Maria, gratia plena
Maria, gratia plena
Ave, ave dominus
Dominus tecum"
Syair lagu merdu pun terus berlanjut, Raisa kembali menitikan air matanya yang jatuh membasahi lantai altar, kali ini ia menaikkan permohonan pada Tuhan agar dapat segera keluar dari segala penderitaan hidupnya.
"The murky cavern's air so heavy
Shall breathe of balm if thou hast smiled
Oh, maiden, hear a maiden pleadin'
Oh, Mother, hear a suppliant child
Ave Maria
Ave Maria"
Saat bait yang lembut itu selesai dinyanyikan, Raisa telah sampai ke akhir doanya. Ia kemudian segera mengangkat tubuhnya yang sedari tadi sedang berlutut dan dengan perlahan berbalik membelakangi patung-patung itu, mencari dari mana asal nyanyian itu. Tepat di depannya, berdiri ketiga orang wanita tua yang rupanya cukup berbeda, Raisa pun langsung menyunggingkan senyuman tulus pertamanya di hari itu, seolah-olah ia telah menemukan suatu ketentraman hati.
"Raisa?"
Sapa wanita tua pertama yang berdiri di tengah, mengenakan baju merah, berkulit putih dan berambut pirang pendek dengan menambahkan senyuman yang sangat manis yang dapat dirasakan oleh mata.
"Kami turut berduka cita atas meninggalnya Eve, nenekmu."
Kali ini wanita tua di sebelah kanan dengan mengenakan baju hijau muda, dengan kulit yang hitam dan berambut putih disanggul ke belakang kepalanya ikut memberikan beberapa kata
"Bagaimana keadaanmu Raisa?"
Sekarang wanita tua terakhir di sebelah kiri ikut menyapanya, dengan mengenakan baju berwarna biru muda dengan kulit yang berwarna kuning, bermata sipit dan berambut hitam panjang dihiasi senyuman manis yang masih sama seperti kedua wanita tua di sebelahnya
Raisa hanya menatap bingung dan sedikit canggung dengan wajah yang kelihatannya begitu penasaran.
"Maaf kami mengejutkanmu, kami tidak bermakud untuk hal itu. Kami bertiga adalah sahabat-sahabat nenekmu. Perkenalkan saya nenek Merry, di sebelah kiri saya, nenek yang berkulit hitam ini adalah nenek Fox dan ini, nenek yang kulitnya sedikit kekuningan dan bermata sipit ini adalah nenek Yan." Jelas nenek Merry yang langsung dilanjutkan dengan senyuman dari nenek Fox dan nenek Yan
"Nenek Merry, nenek Fox dan nenek Yan, apakah kalian bertiga adalah orang yang menjaga mama?" Tanyanya penasaran
"Iya Raisa, kami bertiga adalah orang yang diperintahkan Eve untuk menjaga dan membesarkan Rachel, ibumu." Lanjut nenek Fox
"Jadi semua cerita tentang Drakula dan manusia dengan darah murni itu benar?" Tanya Raisa seolah masih tidak percaya
"Apakah kau mendengarnya dari kakek Adam?" Tambah nenek Merry
"Siapa itu kakek Adam?"
"Ah, benar juga kau mungkin sudah bertemu dengannya tapi tidak tahu namanya. Dia adalah pendeta dan penasehat di Villa deViel saat ini. Dia dan nenekmu adalah satu-satunya pelindung kota ini setelah kami diperintahkan untuk menjaga ibumu." Jelas nenek Yan
"Dia juga adalah satu-satunya orang yang mampu membantu menentukan kehidupanmu selanjutnya, tahapan yang harus dihadapi setiap pemilik darah murni." Lanjut nenek Fox
"Semua cerita soal Drakula dan darah murni itu benar, kami melakukan apapun yang bisa kami lakukan untuk membunuh para Drakula." Tambah nenek Merry
"Ah iya, meskipun kami tidak memiliki darah yang murni seperti nenekmu, tapi kami bertiga dikaruniakan kekuatan yang dapat membantu melawan para Drakula. Api, Air dan Tumbuhan." Lanjut nenek Yan
"Itulah sebabnya kenapa kami bertiga dipercayakan untuk menjaga ibumu." Jelas nenek Merry
"Jadi ini semua bukan mimpi? Kekuatan super? Darah murni? Drakula? Apakah masih ada hal yang perlu Raisa ketahui?"
"Drakula, mereka adalah musuhmu." Tambah seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam gereja, seakan-akan telah mendengar semua percakapan mereka

Bab 4 End

My Object is Dracula (BoyXBoy) ●2 BAB TERAKHIR●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang