WINNA POV
Tak pernah kulihatmu seperti malam ini, semua tentang dirimu terus terbayang.
Aku tak ingat apakah yang sudah terjadi, salahkah bila tak pernah ku sangka?
Ku, tak ingin kulepaskan.
Hanya kau yang ku inginkan.
Haruskah ku ada?
Haruskah ku pergi?
Mungkinkah kurelakan semua?
Mungkin ku tak benar, salahkan diriku. Ku tak ingin melihatmu pergi.
Kita sempurna, mungkin sebaliknya, mungkin kita takkan pernah menyesal?
Kita bisa sedih, mungkin bahagia, mungkin kita satu selama-lamanya?
Maybe we should try.
👐👐
Hujan. Coklat panas. Lagu-lagu The Script.
Lengkap sudah. Ya, semua ini begitu mendukung suasana hati. Anggap saja aku berlebihan, tapi inilah adanya. Sudah 2 tahun tapi masih tetap sama.
Dirimu, apakah berubah?
Dirimu, tambah gendutkah?
Dirimu, ingin rasanya menggenggam tanganmu lagi. Lagi dan lagi.
Jika kamu bertanya, aku tak akan punya lelah untuk memikirkanmu. Aku tak mengenal kata bosan jika menyangkut hal mengucap namamu dalam doaku. Aku tak akan lupa, jika itu menyangkut kamu.
"Winna, makan dulu sayang. Sudah mama siapkan."
Ah mama, aku masih ingin memikirkan dia. Tapi perutku perlu diisi juga, sih!
👐👐
"Gimana, Win? Betah nggak di Bogor? Di sini dingin ya?" Pertanyaan bertubi-tubi datang dari papaku tercinta.
"Beginilah, pa. Kotanya nyaman-nyaman aja sih." Aku menimpali dengan tangan yang membawa piring.
"Apakah kamu, oke? Maksud papa, dengan kondisi kita yang terus berpindah?"
Tiba-tiba aku terhenti. Bagaimana tidak?
Di awal perjalanan kita, ya, 2 tahun lalu. Aku tidak terlalu oke. Bahkan tidak oke. Sangat tidak. Remaja sepertiku memiliki banyak teman, sahabat, dan pasti ada seseorang yang spesial. Yang terus mengalirkan kenangan ke dalam memorimu.
Apalah. Tapi tentunya aku juga sayang papa. Rela berkorban itu harus, bukan?
"I'm fine, pa. Tapi aku memang harus pintar beradaptasi."
Selanjutnya, makan malam berlangsung normal. Aku menyayangi pria dan wanita di depanku ini. Memilih hubungan jarak jauh, pertama kalinya buatku. Ada satu orang lagi yang sangat aku sayangi, sedang studi S2 jurusan Bussiness Management di Oxford University. Joe Haikal Bustomi, kakak yang sangat aku banggakan juga.
Sudahlah, kalimatnya menjadi seperti lirik lagu nasional.
👐👐
[Flashback ON]
Sore itu di taman sekolah, aku membawa biola dan lembaran kertas berisi partitur. Suasana damai sekali, ada kolam ikan kecil plus air terjun mini yang menimbulkan suara gemericik. Sangat langka mendapatkannya, jika sekolah belum sepi seperti saat ini.
Seseorang duduk di sebelahku. Sontak saja aku berpaling dan... astaga. The Most Wanted Boy in the school, sit beside me, he's smiling, and...
"Hai!" Oh My God.
"Um, hallo! Watcha doin' here?" Tentu saja. Dia mau apa disini?
"I heard a voice. Just like it comes from the heaven. I'm following the voice, and it brings me to you." HE IS SMILING AGAIN.
"Oh My God, hahaha aku masih banyak belajar. But, thankyou!" Ya iyalah, saya speechless pemirsa. Nggak ada kalimat lain selain itu.
"I'm Mikha, you?"
"I'm Winna. Happy to meet you, Mikha" Kamu nggak harus kenalan juga aku tau siapa kamu...
"Happy to meet you, too Winna :)"
OH GOD CAN YOU JUST STOP SMILING RIGHT NOW?!?!
Ya, inilah hari pertama aku bertemu dengannya.
Dengan dia yang pada akhirnya berhasil memenangkan hatiku.
👐👐
a/n : Hai, gimana first partnya? ;D Hmm mungkin banyak kekurangan dan lain-lainnya, jadi kami sangat menghargai kritik dan feedback dari kalian<3
Vote dan comment ditunggu :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin
FanfictionPenantian. Sebuah proses yang terkadang menyakitkan, menekan. Tak semuanya bisa sabar menanti proses. Dan tidak semuanya mendapat hasil. Pilihan yang sulit, tapi aku ingin tetap berharap. Dan percaya bahwa ini bukan akhir dari 'kita'. Maybe we shoul...