Second

485 30 3
                                    

a/n : Bagian yang miring-miring itu flashback ya ;) Aku harap gak bingung hehehe yang di multimedia boleh di play juga. Enjoy! ;D (vote dan comment, kritik dan saran ditunggu yaa xx)

👐👐

Lagi-lagi, aku tersenyum seperti orang gila ketika mengingat dia. Ya Tuhan, ini hanya mengingat.

Aku memainkan playlist random. The Script selalu favoritku.

The Man Who Can't be Moved.

Malam ini akan panjang.

Aku banyak membaca novel-novel teen fiction. Happy ending selalu menjadi makanan tambahan setiap aku membacanya. Tapi dengan dia, aku benar-benar merasakan arti cinta dan kasih sayang.

Besok aku bertambah umur. Dalam posisi aku tidak tahu dimana dia berada. Kami lost contact 3 bulan terakhir. Aku pikir kami, break up? Entah.

Ketika kami mengobrol lewat Skype, mungkin untuk terakhir kalinya, dia akan pergi rekaman untuk album perdananya. Wow. Tentu aku senang. Mikha yang sekarang sudah terkenal dan banyak digemari. Beberapa kali aku menontonnya di televisi. Sekali aku datang ketika dia dan kakak-kakaknya tampil, aku bisa merasakan pelukannya yang begitu hangat.

Tanganku merinding. Dimana kamu, Mikh?

Sweety, jangan nangis dong nanti tambah jelek.

Aku Cuma butuh kamu percaya. Percaya kalo ada bagian hidupku yang hanya terisi kamu.

Kita masing-masing punya impian, bukan? Kejar!

Kamu sayang keluargamu, kamu juga sayang aku. Aku sangat tahu dan sangat mengerti. Long distance? It's okay asalkan kita saling percaya. Aku selalu percaya kamu dan kamu juga percaya aku kan?

Take care, sweety. I love you.

Suara itu. Terus saja bicara tanpa mau berhenti. Aku kuat? Tidak tahu. Waktu yang akan menjawab.

Selama 2 tahun ini, setiap malam aku tidak pernah berhenti memikirkannya. Mendoakannya. Dan juga mengiriminya semangat.

Sudah tidak ada ide bagaimana aku mengungkapkan semuanya. Hanya satu. Rindu.

The Man Who Can't be Moved berakhir.

Aku membiarkan musiknya berhenti.

2 tahun kita sudah berjalan.

Dan 3 bulan belakangan, dia menghilang.

Entah dirasuki apa, aku tetap percaya dan menunggu.

Dia yang melengkapi permainan biolaku dengan alunan piano yang begitu indah.

Love of My Life. Kami membawakannya di Festival Seni antar sekolah. Event paling bahagia dimana aku dan Mikha bisa bergandengan tangan, menunduk bersama memberi hormat, turun dari panggung dengan tangannya yang masih menggenggam tanganku.

Event terakhir?

Sekujur tubuhku mendadak kedinginan. Padahal aku belum menghidupkan AC di kamar.

Bagaimana kabarnya?

Apakah dia baik saja?

Kamu masih suka nutella?

Masih suka gangguin Loulou?

Masih rajin les guitar nggak?

Masih kangen aku nggak?

Ha. Itu semua hanya untaian kata.

Terpendam.

Tidak terucap.

Tidak terungkap.

Sepi.

Hujan mereda. Tapi gundah dalam hati ini tak kunjung reda. Bara rindu yang ada juga tak kunjung padam.

"Kalau kita buat konser tunggal berdua kayanya asik ya, Win?" Mikha membantuku membereskan ruang musik. Kala itu sudah sore.

"Iya, Mikh. Bikin yuk! Tapi kalo pada ngga suka musik klasik gimana ya?"

"Kita eksperimen aja, aransemenin musik gitu."

"Boleh, aku sih ikut sama yang udah pro aja hahaha"

"Kamu juga jago banget bisa main biola. Orang-orang pasti suka!"

Aku membuka sebuah kotak yang selalu aku letakkan di meja nakas. Kerajinan kayu, sebuah stage dengan piano dan biola. Kami berdua pernah bermimpi untuk berkarya bersama.

Sudahlah. 24 jam tidak akan cukup untuk mengenang semuanya. Aku menutup kotak ini dan berharap dia ada. Disini.

Sudah cukup juga merobek luka yang dahulu. Jika Mikha ada, dia pasti menyarankan untuk menatap masa depan saja.

Dia yang selalu bisa meyakinkan aku.

Dia yang selalu bisa membuat aku percaya.

Dia yang selalu bisa berfikiran positif.

Dia yang selalu bisa memeluk hatiku dan menyalurkan kehangatan.

Satu harapanku : Jangan pergi ya.

Hai dunia mimpi, apa kabar?

👐👐


MungkinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang