AUTHOR POV
"Boys, sudah siap semuanya? Sudah sore loh" Wanita dengan senyum manis berjalan menaiki tangga menuju lantai 2, dan membuka sebuah pintu tepat di sisi kiri ujung tangga.
"Ben, itu celana gue!"
"Gue pake ya Mad, lo pake yang coklat aja"
"Mik, jersey liverpool gue mana?"
"Mana gue tau! Bentar.. Kemeja udah, celana udah, dasi? Engga deh"
"Ben, cowie taruh tas nih hahahaha"
"Ma, baju Ndu sudah kan?"
"Bawa nutella ga ya? Udah kepenuhan nih haz"
"Zang zang"
"Astaga jersey gue kemana coba"
Ada 4 suara berlalu lalang di ruangan itu. Yvonne hanya geleng-geleng melihat ke-4 anaknya yang masih sibuk mengemasi barang mereka.
"Boys, ngga usah bawa yang ribet. Dan Ugi, jersey kamu ada di bawah. Ayo kita turun," Yvonne meninggalkan pintu terbuka, dan Mikha keluar lebih awal lalu disusul dengan Andrew, adik bungsu mereka.
Mada dan Reuben turun paling akhir, membawa tas bertulisan Ripcurl yang tampaknya lumayan 'gendut'.
"Oke, semua tas sudah masuk ya?" Pria dengan senyum yang tidak kalah ramah, Lans, papa dari Mada-Reuben-Mikha-Andrew, menutup bagasi mobil dan berjalan menuju kursi supir.
"Berangkaaattt!!" Andrew berteriak dengan semangat dari belakang.
Langit Jakarta sudah berwarna orange-merah, senja sudah menunggu.
'Semoga saja nggak macet' - Mikha Angelo's wish.
👐👐
Langit sudah gelap. Tetapi The Brahmantyo masih berada di dalam mobil. Pukul 8 malam. Hampir 2 jam lebih mereka terjebak di jalan raya.
"Plan B, everyone. Macet" Mikha memandang kesal ke luar jendela, lalu men-scroll handphone-nya entah membaca apa.
"Oke, biar mama telefon tante Ika dulu ya." Yvonne segera mengeluarkan handphone-nya dan menekan sebuah nomor, tak beberapa lama mereka larut dalam percakapan.
"Mik, serius nih kita debutnya buat Winna?" Mada menatap adik kedua-nya yang masih terlihat gelisah.
Reuben ikut bersuara, "Santai aja Mik, kita udah ada plan B kan?"
"Aku juga takut kalau dia gak suka sama karya ini. Aduh" Mikha menutupi muka-nya dengan dua tangan.
"Dia pasti suka deh Mik. Kita Cuma perlu percaya aja. Kita sudah hampir sampe Bogor nih. Dedicated for Winna?" Reuben mengulurkan tangannya untuk ber-high five.
"Oke, kita yakin, Mik?" Mada mengulurkan tangannya juga.
"Gimana kalau Djimbas gak setuju? Astaga.."
"Lo percaya aja, Djimbas pasti ngerti dan nggak selamanya lo jomblo, kan? Of course." Oke, Reuben bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri. Well..
"Ugi bener, Mik. Mereka pasti bisa ngerti kok." Mada menepuk bahu Mikha pelan.
"... Dedicated for Winna" Mereka pun ber-high five.
Mobil mulai melaju pelan. Dan sekitar 1 km selanjutnya, arus lalu lintas mulai lancar kembali. Mada menggantikan papa-nya untuk mengemudi.
"Sebentar lagi kita akan sampai, dan kata tante Ika, Winna sudah tidur. Hari ini dia practice biola sampai sore," Baru saja Yvonne menutup telefonnya dan berbicara kepada seisi mobil.
"Ok. Thanks ma" Mikha mengacungkan jempol.
👐👐
WINNA POV
08.30pm. Aku lelah sekali. Sudah lama aku tidak bermain dengan biolaku, dan hari ini aku memutuskan untuk mengeluarkan dan memainkannya.
Aku masih menyimpan banyak koleksi partiturku, jadi ya.. Tidak perlu mencari materi lagi.
Dan sebenarnya aku mengantuk. Tapi...
Oke. Besok aku genap berusia 17 tahun. Dimana hanya ada aku-papa-mama dirumah. Aku gak menuntut banyak sih, bahkan gak menuntut apa-apa. Aku bahkan oke-oke saja bila harus merayakan 17 tahunku bertiga saja di rumah.
Tapi aku memiliki harapan.
Kak Joe.
Mikha.
Jika Mikha tidak sekeluarga, setidaknya cukup dia disini.
Aku juga kangen Andrew! Hahaha. Mungkin Andrew sibuk main bola?
Oke.
Time to sleep, Winna.
"Tuhan, aku hanya ingin, mereka yang aku sayangi ada disini besok. Tapi biar kehendakMu saja yang jadi. Amin"
Selimutku terasa berkali-kali lipat lebih hangat malam ini. Entah kenapa.
👐👐
a/n : Sampai part keempat gimana nih? Sudah bisa menebak endingnya? ;p Vote dan comment ditunggu ya. Kritik dan saran juga bisa dikirimkan ke kita melalui komentar atau pesan pribadi ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin
FanfictionPenantian. Sebuah proses yang terkadang menyakitkan, menekan. Tak semuanya bisa sabar menanti proses. Dan tidak semuanya mendapat hasil. Pilihan yang sulit, tapi aku ingin tetap berharap. Dan percaya bahwa ini bukan akhir dari 'kita'. Maybe we shoul...