Cinta Terlarang

431K 7.7K 480
                                    

Holla reader..!! Aku dateng lagi niy.. Bawa penyegaran..hihihi,, Lagi stuck sama 'Move On'.. Jadi nyempetin bikin cerita pendek dulu.. Ini cerpen idenya udah dari lama. Bahkan sebelum The Virgin bikin lagu 'Cinta Terlarang'..haha,, 

Pernah ditulis, tapi masternya ilang entah kemana. Ini agak aku rubah sedikit,, tapi tetep gak ngilangin ide awalnya. 

Oke deh,, met baca aja.. Comment and vote tetep ditunggu. Jangan biarin saya gak maju karena gak tau letak salah dan kurangnya tulisan saya ya reader.. :) 

Happy reading..!!

*****

Tok tok tok

"Kak Vanno, ditunggu ayah sama ibu di meja makan sekarang." Terdengar suara gadis itu dari balik pintu kamarku.

"Iya. Aku turun bentar lagi," jawabku tanpa membuka pintu.

Aku Rivanno. Dan gadis tadi Reina, adikku. Kami seayah, tapi tak lahir dari rahim yang sama . Hal itu yang jadi alasan mengapa sampai sekarang aku tak menyukainya. Bahkan cenderung membenci dan menghindarinya.

Saat itu usiaku 11 tahun. Cukup mengerti akan apa yang terjadi di tengah-tengah keluargaku. Ayah membawa anak perempuan berusia 8 tahun ke hadapanku dan ibu. Ia sangat manis, itu kesan pertamaku saat Reina. Aku menyukainya. Sampai saat kutahu siapa dia sebenarnya, rasa sukaku berubah 180 derajat. Namun sebaliknya dengan ibuku. Beliau sangat menerima Reina, menyayanginya bahkan lebih daripada menyayangiku. Itu karena beliau sangat ingin mempunyai anak perempuan. Dan itu makin membuatku tak menyukainya. Dia merebut semua perhatian kedua orang tuaku.

Kulangkahkan kaki keluar kamar menuju ruang makan di lantai bawah. Di meja makan sudah duduk ayah, ibu dan Reina. Membuatku mau tak mau duduk di sebelah Reina.

"Kuliah kamu gimana, Van?" tanya ayah di sela acara makan malam kami.

"Biasa aja, Yah," jawabku singkat. Seperti biasa, tak pernah tertarik dengan pembicaraan di meja makan ini.

"Sibuk enggak?" tanya ayah lagi.

Meski bingung kemana arah pembicaraannya, aku tetap menjawab, "gak terlalu, Yah."

"Kalo gitu bisa kan kamu nganter jemput Rei mulai besok?"

Aku tak serta merta bisa menjawab. Rasanya ingin sekali menolak. Tapi aku tak ingin membantah beliau dan membuatnya kecewa. Jika sudah begitu, ibu pun akan kecewa.

"Emang gak bisa Ayah aja yang nganter Rei?" tanyaku mencoba mencari celah untuk 'kabur' dari perintah ayah.

"Ayah sebenernya dari dulu gak bisa. Kamu tau sendiri kantor Ayah sama sekolah Rei gak searah. Beda sama kamu yang kampusnya searah sama sekolah Rei," papar ayah panjang lebar. Aku menghela napas.

"Kalo Kak Vanno gak bisa, Rei naik angkutan aja, Yah," sela Reina sebelum aku hendak menolak. Sepertinya ia merasa aku keberatan dengan ide ayah.

"Nggak bisa, Rei," seru ibu tiba-tiba. Lalu beralih menatapku, "kasian Rei kalo harus naik angkutan, Van. Buat apa punya kakak yang naik mobil tapi tega biarin adik perempuannya sendiri naik angkutan umum?" Aku tak bisa lagi membantah jika ibu turut serta memaksaku.

"Ya udah. Vanno mau Yah, Bu," ujarku akhirnya mengalah. Aku melihat kedua orang tuaku tersenyum puas. Senang melihatku repot untuk urusan seperti ini. Mataku beralih pada Reina yang seperti kaget dengan jawabanku.

"Mulai besok kamu berangkat sama aku, Rei," kataku kemudian.

Reina tersenyum dan mengangguk. Entah mengapa, rasa benciku setiap kali melihatnya sedikit menghilang saat ini. Meski tak pernah sekali pun aku memperlihatkannya di depan kedua orang tuaku. Bahkan di depan Reina sendiri.

Cinta TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang