Jauh darimu artinya aku kehilangan sebagian nyawa di hidupku. Kau, bukan sekedar orang yang kucintai, tapi kau juga orang yang kubutuhkan. Kau pusat kehidupanku, sumber rasa bahagiaku. Segalanya untukku.
—Reina—
=====
Rivanno POV
Aku melamunkannya lagi. Rindu yang kurasakan padanya teramat dalam. Hingga membuatku sesak. Reina bagai oksigen yang kubutuhkan. Tanpanya aku sama sekali kesulitan untuk bernafas.
Usahaku selama hampir dua tahun ini untuk tak menghubunginya memang berhasil. Aku hanya menelepon ibu bila tak sibuk. Tapi tak pernah sekali pun meminta untuk berbicara dengan Reina.
Bukan aku tak rindu suaranya. Bukan. Aku hanya ingin ia secepatnya bisa melupakanku. Mungkin akan sesulit aku melupakannya. Tapi perlahan-lahan pasti bisa. Meski tiap detikku hanya kuhabiskan untuk mengingatnya.
Kubuang puntung rokok yang kesekian hari ini. Semenjak di sini, jauh dari rumah dan Reina, aku berubah menjadi perokok. Setiap hari, sepulang kerja, kuhabiskan beberapa batang rokok untuk sekedar mengalihkan pikiranku dari Reina. Dan tak pernah berguna sampai akhirnya aku jadi pecandu rokok. Tetap saja Reina membayangiku.
'Bro, lu apa kabarnya?'
Sebuah pesan dari Tyo. Kubalas dengan senang hati pesan tersebut. Beberapa bulan yang lalu Tyo memberiku kabar baik. Ia bilang kalau akhirnya ia berani untuk mendekati Annisa. Dan memacari sahabat kami dari bangku kuliah itu. Meski ada satu hal yang membuatku kaget. Ternyata Annisa pernah menyukaiku. Namun menyerah saat ia sadar aku takkan pernah berpaling dari gadis yang kucintai.
Dan sekarang aku yang menyerah pada keadaan. Sadar kalau perasaanku takkan mungkin dipaksakan. Aku yang bodoh. Harusnya aku tak pernah punya perasaan ini. Yang pada akhirnya menyakiti semua orang. Terlebih Reina. Aku yakin ia yang sangat terluka karena keputusanku. Aku memberinya harapan dan aku sendiri yang menyerah saat harapan yang sama tumbuh di hatinya.
'Lu kapan pulang, Bro? Kemaren gue sama Nisa ke rumah lu. Niatnya mau nengokin nyokap lu. Gue sama Nisa kangen sama Rei juga. Tapi bukannya kangen-kangenan, kita malah kaget banget liat Rei. Sekarang itu anak kurus banget, deh. Jarang ngomong juga. Kata nyokap lu, dia cuma keluar kamar waktu kuliah sama makan malem aja. Selebihnya, ia ngabisin waktu di kamar doang.'
Sungguh, jantungku mencelos saat membaca deretan kata demi kata yang dikirimkan Tyo. Ibu tak pernah bercerita padaku mengenai hal ini. Bagaimana bisa? Aku tak percaya. Tyo pasti bohong. Tyo cuma bohong, kan?
Kutempelkan ponsel di telinga setelah men-dial nomor Tyo. Dengan jantung yang berdetak tak karuan dan darah yang rasanya naik semua ke kepala. Aku harus memastikannya.
"Halo." Suara Tyo terdengar menggantikan nada sambung.
"Yo, lu gak serius kan soal Reina?" Tanpa mengucapkan salam atau membalas sapaan Tyo, aku langsung bertanya soal gadis yang kucintai itu.
Tyo menghela napas di ujung sana. Dan aku menunggunya bicara. Selama apa pun akan kutunggu jika itu mengenai Reina.
"Gue serius banget, Van. Ngapain gue bohongin lu?" jawab Tyo setelah lama terdiam.
Kini aku yang tak mampu berbicara. Tyo memang tak mungkin bohong. Selama ini ia selalu jujur padaku. Jadi ... Reinaku?
Mendadak lututku lemas. Jika saja aku berdiri, pasti tubuhku jatuh terduduk di lantai sekarang.
"Bro, lu gak apa-apa, kan?" tanya Tyo khawatir.
Aku tak langsung menjawab. Masih tak percaya akan dampak yang telah kusebabkan pada Reina. Apa yang telah kulakukan? Mengapa aku bisa sebodoh itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terlarang
RomansaSeorang kakak sayang sama adiknya..? Wajar... Tapi gimana kalo seorang kakak jatuh cinta sama adiknya..? Ini yang gak wajar..