"Saya telah menerima laporan luka lebam yang telah anda alami."
Annie memperlihatkan pipi dan tengkuknya, lalu polisi itu mengamatinya dengan seksama untuk dijadikan sebagai bukti tindak kejahatan Hans.
"Baiklah, Pak. Saya mohon apa yang sahabat saya sudah alami dapat dijadikan bukti yang kuat bahwa lelaki brengsek itu memang pelakunya." Ujar Kate.
Alex tidak ada di sisinya. Dave telah mengantarnya ke rumah sakit polisi untuk mengobati luka di sekujur tubuhnya. Hanya ada Kate yang terus memeluk lengannya kencang.
"Pak, tolong jangan melewatkan bukti luka pada teman saya, saudara kembar dari lelaki itu sendiri. Dia sangat parah. Sekarang dia sedang berada di rumah sakit." Lanjut Annie.
Polisi itu mendesah pelan, menunjukkan kekecewaannya. "Sementara ini kami memang memutuskan bahwa saudara yang anda sebut Hans itu menjadi terdakwa. Kami belum bisa memrosesnya secara cepat karena terdapat luka lebam di sekujur tubuh saudara Hans sendiri. Setelah kondisi mereka berdua pulih, kami akan mewawancarai keduanya secepat mungkin."
Kate menggeram. Kedua tangannya terkepal. Tubuhnya terangkat karena tak bisa menahan sabar lagi.
"Apa? Hans sudah memukuli Alex. Kejadiannya sudah sangat jelas!"
"Maaf. Kami mohon maaf sekali lagi karena tidak bisa langsung menindaklanjuti secara cepat. Kami butuh bukti yang kuat dan kronologi masalah yang jelas."
Kate memukul meja kantor polisi tersebut, membuat lelaki berkumis dan beralis tebal itu tercengang.
"Anda sudah jelas-jelas melihat kejadiannya! Hans yang memukuli Alex bertubi-tubi! Apa anda buta?!" Bentak Kate yang seketika saja sudah membuat seisi ruangan di kantor polisi itu tertuju pada dirinya.
Annie memandangi sekeliling ruangan. Beberapa pasang mata yang ia ketahui itu adalah mata para polisi tua memandang mereka tajam. Annie meraih tangan Kate, berusaha menenangkannya walaupun dari lubuk hatinya yang terdalam dia merasa sangat geram dengan polisi gendut itu.
Polisi itu bangkit dari tempat duduknya, menghalangi pergerakan Kate yang menggebu-gebu.
"Kami sudah menetapkan saudara Hans sebagai terdakwa yang akan diadili. Sidang akan diadakan minggu depan. Keputusan bukan di tangan kami. Kami hanya mengumpulkan bukti yang ada. Pengadilanlah yang akan memutuskan perkara ini. Sekarang saya mohon kalian berdua kembali ke tempat duduk anda."
Polisi itu memandang tajam kedua mata Annie dan Kate bergantian. Kate masih tampak sulit mengendalikan napasnya yang terasa berat. Emosi masih terlihat memuncak di ubun-ubunnya. Sedangkan Annie hanya manggut-manggut menarik lengan Kate untuk kembali duduk.
Polisi itu mendelik dan berkata cepat. "Maaf, maksud saya, kembali ke tempat duduk anda di sebelah sana."
Polisi itu menunjuk tempat duduk di pojok ruangan yang masih kosong. Ya, tempat duduk di ruang tunggu.
Pelayanan macam apa ini. Bisa-bisa malah kami yang jadi tersangkanya. Annie mengumpat dalam hati.
"Maaf, nyonya. Silakan beranjak dari kursi anda sekarang, karena kasus yang sedang kami tangani bukan hanya kasus sepele anda."
Kini emosi Annie yang memuncak. Wajahnya memanas, ia yakin sekujur mukanya sudah memerah. Belum ditambah rambut dan make up yang acak-acakan serta bekas air mata yang sudah mengering semakin membuatnya terlihat seperti nenek lampir. Seisi ruangan juga kembali meramai dan ricuh.
"Apa?! Sepele katamu?! Polisi macam apa kau?! Ini yang kau sebut menangani permasalahan orang lain?!" Annie berlari menghentakkan kakinya menuju meja polisi paruh baya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Mine
Random"Tolong jangan biarkan orang lain menyentuhmu." Alex menangkup wajah Annie dan mencubit hidungnya pelan. "Itu milikku." Baiklah. Sekarang Annie kembali mual. Mual bahagia. Tunggu dulu, memangnya ada orang bahagia menjadi mual?