"Silahkan diminum tehnya, Tuan Putri dan Tuan Enutra. Makanan utama akan segera disajikan beberapa saat lagi." ucap sang pemilik penginapan bernama Sam sambil melayangkan senyuman ramahnya.
"Terima kasih."
Saat ini aku dan Vivian berada pada halaman depan bangunan penginapan, atau bisa dibilang sebagai area cafe di penginapan milik Pak Sam. Ada enam buah meja kayu bundar berwarna putih dengan empat kursi sederhana yang mengitarinya. Posisi meja-meja tersebut terpasang dua baris saling berjajar. Sederhana namun tak menghilangkan kesan artistik akan penataannya yang dihiasi dengan beberapa pita biru kuning dan tanaman-tanaman hias yang menggantung di atasnya. Kesederhanaan yang indah dengan balutan kreatifitas seni dari sang pemilik.
Jujur, sebenarya aku sangat menikmati segala pelayanan baik ini meskipun ada sedikit perasaan tak enak terhadap Pak Sam yang telah dua hari terakhir melayani kami berdua dengan tulus. Kesampingkan saja dulu tentang keberadaan Vivian sebagai putri Kerajaan Eternality, yang jelas -aku yang hanya sebagai rakyat biasa- merasa tak pantas dengan layanan spesial seperti ini. Rasanya pelayanan-pelayanan seperti ini sudah terlalu berlebihan untukku.
"A-ada apa, Enutra?" ucap Vivian memecahkan lamunan. "Kenapa kamu hanya diam saja setelah Pak Sam memberikan minuman padamu?"
Sedikit demi sedikit Vivian akhirnya mulai terbiasa berbicara kembali padaku meski kadang perasaan canggung masih terlihat dari sikapnya.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa tidak enak saja dengan Pak Sam yang telah sukarela melayaniku tanpa dibayar sepeser pun."
Vivian tersenyum sambil menggeleng kecil, "Tidak apa-apa, baginya Enutra juga adalah tamu kehormatan yang pantas mendapatkan pelayanan khusus karena telah mendampingiku dengan baik selama ini." ia lalu beralih menatap dahan-dahan pohon merbau yang berjejer di pinggiran jalan. "Dan bagi para penduduk di kota ini, melayani tamu-tamu kehormatan dipercaya dapat memberikan keberuntungan bagi mereka."
"Wah ternyata Vivian tahu banyak tentang kota ini."
Wajahnya sedikit memerah, "Dulu aku sering datang ke kota ini bersama ayah, itu sebabnya banyak penduduk yang mengenaliku meski tanpa mengenakan atribut kerajaan." jelas Vivian lagi sambil memberikan senyuman indahnya.
Syukurlah, senyuman indah itu telah kembali datang. Batinku terasa nyaman. Sangat menenangkan sekali. Tak salah jika aku ingin menyebutnya sebagai putri dengan senyuman terindah yang pernah ada.
Kali ini Vivian kembali mengenakan tudung coklat yang sebelumnya ia pakai ketika memasuki Kota Celadoni. Untuk sementara, belum ada yang berhasil mengetahui jati diri Vivian selain aku dan Pak Sam. Hal itu cukup membuatku tenang akan keselamatannya karena akhir-akhir ini Bangsa Remidi telah semakin sering memberikan teror yang membahayakan.
Seketika aku kembali teringat akan kejadian tadi pagi bersama Lena. Dengan pengetahuan Vivian yang cukup luas mengenai kota ini, mungkin akan memudahkanku untuk mencari informasi mengenai monster yang harus kukalahkan nanti.
"Oh ya, apa Vivian tahu mengenai monster laut yang berada di dekat pantai Celadoni?" tanyaku memulai obrolan yang sempat terhenti sejenak.
"Apa yang Enutra maksud adalah monster Scylla? Darimana Enutra bisa tahu tentang monster tersebut?"
Scylla? Rasanya pernah mendengarnya dari kisah mitologi Bangsa Yunani Kuno, pikirku dalam hati.
Aku menggeleng, "Entahlah, aku belum menanyakan nama monster tersebut. Aku hanya baru mendengarnya tadi pagi dari penduduk sekitar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Semu
FantasyEril Nusantara, seorang mahasiswa baru, tiba-tiba terbangun pada suatu tempat dan tubuh yang asing baginya. Seekor kucing yang dapat berbicara mengaku telah membawanya ke tempat tersebut dan memasukannya pada tubuh seseorang bernama Enutra. Beberap...